Corona Hengkang, Pelaku Industri Rantai Pasok Lari Kencang

JAKARTA:(GLOBALNEWS.ID)- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Repulik Indonesia menyebut sektor manufaktur dan properti tanah air tergolong tangguh dalam menghadapi gempuran badai pandemi Covid-19 hingga pase kedua, tahun ini. Karena itu, Kemenperin langsung mengomando pelaku industri untuk tetap optimis menapaki bisnis dimasa sulit seperti sekarang ini.

Hal itu dikemukakan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita saat membuka Urban Forum Virtual Event 2021 – “Menyambut Geliat Industri Material Pascapandemi”, diskusi online melalui zoom cloud meeting dan disiarkan langsung di channel YouTube Urbancity.id, Selasa (27/7/2021).

Menurutnya, selain stabilitas
makro ekonomi, optimisme tersebut juga merujuk pada performa kinerja industri manufaktur yang terbilang kinclong di kuartal II tahun ini. Dimana, sektor industri mampu berkontribusi 78,80% terhadap eksepor atau USD81
miliar dari total ekspor nasional sebesar USD102 miliar pada Januari – Juni 2021.

“Kontribusi sebesar itulah pemicu lahirnya surplus neraca perdagangan Indonesia sebesar USD8,22 miliar. Hemat saya, prestai ini sangat membanggakan karena diraih di tengah-tengah kondisi sulit, pandemic Covid-19 gelombang kedua,” seru Agus Gumiwang.

Sementara, lanjutnya, pada triwulan I-2021 kinerja industri pengolahan non migas masih mengalami kontrasksi sebesar 0.71%. Namun begitu, perlambatannya masih lebih baik jika dibandingkang dengan angka pertumbuhan ekonomi nasional yang terkontraksi hingga 0,74%. “Saya punya yakinan tinggi di semester II-2021, industri manufaktur sudah bisa masuk ke teritori positif, meski pada pertengahan Juni kita kembali mengalami turbulensi ekonomi akibat pandemi varian delta, dengan wave yang sangat luar biasa,” cetusnya.

Menperin mengingatkan agar para pelaku industri lebih mematuhi Surat Edaran
Kemenperin No. 3/2021 tentang Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri pada masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19. Bahkan pihaknya tidak segan untuk menjatuhkan sanksi tegas kepada pelaku industri yang tidak menjalankan ketentuan tersebut.
Siapa saja pelaku industri yang tidak menerapkan protokol kesehatan secara ketat dan disiplin sesuai kebijakan pemerintah dalam surat edaran Kemenperrin, maka akan dapat sanksi mulai dari administratif, pembekuan oprasional hingga mencabut izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI).

Seperti diketahui, kata Agus Gumiwang, sejak Maret 2020 hingga Juni 2021,
Kemenperin telah menutup sebanyak 400 perusahaan berizin IOMKI. “Mari kita sama￾sama buktikan bahwa industri bukan klaster penyebaran Covid-19. Kita lakukan apa tertuang dalam surat edaran tersebut dan bantu saya untuk tidak menjatuhkan sanksi, karena saya akan bertindak tegas,” ajaknya.

Apresiasi Kebijakan Insentif Pajak

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Aneka Kramik Indonesia (ASAKI),
Edy Suyanto mengapresasi kebijakan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPn) atas pembelian rumah tapak dan rumah susun. Menurut dia, kebijakan tersebut
berdampak langsung bagi industri keramik tanah air karena ASAKI merupakan mitra
stategis industri properti.

“Dampak penghapusan PPN seperti disampaikan Menperin yang memberikan dampak pertumbuhan sebesar 15% sd 20% terhadap sektor properti ini secara langsung berdampak positif pada para member ASAKI,” ujar Edy Suryanto.

Industri Keramik tanah air, sambungnya, selalu masuk top 5 besar produsen keramik dunia sampai tahun 2014, namun saat ini berada di posisi ke-7. Hal ini menyusul adanya kenaikan harga gas yang mencapai 50% ditahun 2014, otomatis daya saing dan utilisasi.

Faktor lain, adalah banjirnya produk keramik impor dari China dan
India.”Gas merupakan komponen biaya produksi yang mencapai 30%. Ini yang
menyebabkan stagnan selama 5 tahun belakangan. ASAKI berterima kasih kepada
Kemenperin atas upaya menururkan harga gas dari USD17 menjadi USD6 per MMBTU.
Dengan penurunan harga gas ini, industri keramik nasional mulai rebound,” akunya.

Industri Cat Bertahan

Sementara, Asosiasi Asosiasi Produsen Cat Indonesia (APCI) mengakui industri cat dalam negeri saat ini masih mampu men-supply hampir semua kebutuhan sektor
properti, infrastuktur, migas, marine, dan industri lainnya. Bahkan, sejumlah merek cat lokal telah mampu menembus pasar ekspor.

“Dari data T Abel I-O 2016 yang
berhasil kami olah, terdapat 185 subsektor industri yang butuh cat, tinta cetak, dan vernis. Sayangnya, untuk bahan baku lak sebesar 18,43% masih impor,” terang Ketua Umum APCI, Kris Rianto Adidarma.

Dijelaskan, bahan baku cat memang masih ada yang 100% impor, antara lain Resin
Epoxy Import 100% Polyurethane Harderner. Sementara bahan cat yang menggunakan sumber bahan baku lokal adalah Resin Waterbased Lokal 90%, Resin Alkyd Lokal 90%, Resin Unsaturated Polyester Lokal 50% dan Extender Lokal di atas 80%. “Kita berharap bagaimana pemerintah bisa membatu industri kimia hilir ini agar kita tidak tergantung pada produk impor,” katanya.

Industri Rol Former

Kondisi yang sama dialami industri roll forming. Ketua Umum Asosiasi Roll Former
Indonesia (ARFI) Nicolas Kesuma menyoroti banjirnya produk roll forming impor.Namun dirinya berupaya sekuat tenaga untuk meredam peredarannya melalui penerapan Sertifikat Nasional Indonesia (SNI) 8399 – 2017 bagi seluruh pelaku industri baja ringan yang berbisnis di Indonesia.

“Kami berharap, penerapan ini sifatnya wajib, bukan sekedar himbauan. Sebab,
cukup banyak kita dengar kejadian atap baja ringan rubuh lantaran standarisasi
produknya tidak sesuai SNI yang telah teruji punya kualitas lebih kokoh. Ini menjadi ranah Kementerian Perdagangan RI yang berhak mengaturnya,” tutur Nicolas
Kesuma.

ARFI juga mengapresiasi kebijakan pemerintah terkait TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri). Menurut Nicolas, kebijakan ini membuat industri lokal bisa lebih bersaing.

“Dengan adanya penetapan TKDN, kami sebagai produsen yang menyuplai
ke konstruksi dan projek nasional dapat memberikan nilai lebih dalam proyek – proyek pemerintah yang cukup besar nilainya sering kali ditanyakan asal usul barang, berapa besar TKDN nya,” imbuhnya

Pernyataan yang sama disampaikan pelaku industri cat yang juga Direktur PT Propan Raya ICC Yuwono Imanto. Karena itu, pihaknya terus mendorong peningkatan komposisi bahan baku lokal (Tingkat Kandungan Dalam Negeri/TKDN) bagi setiap Produk cat besutannya, minimal sebesar 25%. Meski sejatinya, hampir semua produk Cat Propan sudah mencapai TKDN 90%.

Sekedar informasi, Propan merupakan produk yang ramah lingkungan, bahkan telah mendapat sertifikat ramah lingkungan 2011 green label dari Singapura. Di masa pandemi ini, tengah mengembangkan cat anti bakteri dengan tehnologi mikroban dari AS.

“Jadi kami mengejar TKDN setiap produk Cat Propan diatas 90% atau
sekurang-kurangnya diupayakan mencapai diatas 50%. Catat, ini komitmen kami
guna mendukung program pemenrintah,” tukasnya.

Kerek 174 Subsektor Ekonomi

Sedangkan, Direktur Kelembagaan Dan Sumber Daya Konstruksi Kementrian PUPR RI Nicodemus Daud, mengatakan pihaknya terus berupaya mendorong kemajuan
industri rantai pasok nasional sebagai penopang utama pembangunan infrastruktur.

Rantai pasok konstruksi mencakup koordinasi semua bagian dari pemasok,
kontraktor, dan pengguna jasa, baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam mencapai tujuan proyek. “Program pembangunan infrastuktur perlu
didukung oleh kesiapan pasokan rantai pasok sumber daya material dan
peralatan konstruksi/ MPK,” ujarnya.

Kontribusi Sektor Properti Signifikan

Pengakuan terakhir disampaikan SME Landing Division Head Bank BTN Budi Permana. Baginya, sektor properti memiliki kontribusi signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja dan perekonomian yang berpotensi untuk mempercepat pemulihan ekonomi di masa Pandemi.
Sektor properti memiliki dampak pada hampir seluruh subsektor
perekonomian terkait yang berjumlah total 174 bidang. Peluang prospek dan potensi sektor perumahan masih sangat besar, dan akan tetap menjadi primadona.

Diterangkan Budi, salah satu indikatornya adalah rasio mograte dan GDP di Indoensia masih sangat rendah, Mortgage to PDB Indonesia lebih rendah dibanding Negara Asia Tenggara lainnya, masih banyak potensi yang bisa dikembangkan. “Singapura itu 50
persen, Indonesia masih 3.0% masih dibawah Philipina yang 3,8%,” jelasnya.

Faktor lain, adanya backlog rumah yang masih tinggi, mencapai 11,4 juta
berdasarkan kepemilikan rumah. Selain itu, rasio angka pernikahan baru yang tinggi dan pertumbuhan middle class, ini artinya permintaan rumah akan terus bertambah.

“Sektor properti memiliki kontribusi signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja dan perekonomian yang berpotensi untuk mempercepat pemulihan ekonomi di masa Pandemi,” tambahnya. (Jef)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.