Pisahkan Fungsi Pembuat Kebijakan, Regulator Serta Operasional dalam Kelola Infrastruktur

JAKARTA : (Globalnews.id)- Sesuai amanat semua UU infrastruktur peran pembuat kebijakan, regulator dan operator harus dipisahkan. Tujuannya adalah menghindari benturan kepentingan, terutama dalam pengelolaan asset infrastutkur publik selama masa layan nya.
Dalam praktek sampai saat ini masih terjadi tumpang -tindih pengurusan aset antara pemerintah (regulator ) dan badan usaha ( operator), seperti aset rel , jalan arteri jalan tol dan pelabuhan. Khusus bandara, telkom, energi dan ketenagalistrikan sudah lumayan terpisah dan clear.

Lembaga yang menyiapkan strategi dan kebijakan setingkat menteri (politis) yang dibantu dengan pengaturan teknis oleh setingkat Sekjen – Dirjen ( karier – permanen), utk mencegah benturan kepentingan, mereka selayaknya tidak boleh turut langsung menyelenggarakan (membangun, memelihara dan operasi ) aset infrastruktur yang dikelola operator (badan usaha).

Fungsi penyelenggaraan ( operator) ini harus terpisah dari kementerian dan birokrasi, yang wujudnya berupa badan usaha BUMN/ BUMD atau badan usaha terpisah.
Adapun lembaga yg berperan sebagai wasit yakni badan regulator utk ekonomi ( persaingan ) dan keselamatan, juga harus dibuat terpisah dari kementerian, birokrasi dan operator. Tujuannya agar dalam mengatur, badan pengatur ini dapat menegakkan fairness antar sesama operator baik dalam pasar dan antar pasar (intermoda), termasuk mencegah kartel.

Saat ini setiap subsektor infrastruktur memiliki pola kelembagaan yg berbeda-beda, telekomunikasi dan bandara termasuk yg paling maju dan dewasa (mature). Subsektor lainnya masih perlu melakukan reform kelembagaan terutama jalan, kereta api dan pelabuhan, untuk menjamin agar praktek tata kelola yang baik dapat diterapkan.

Pendapat itu dikemukakan dalam komunikasi wawancara bersama Harun Al Rasyid Lubis, Ketua Masyarakat Infrastruktur Indonesia, yang juga sebagai Dosen ITB.

Dengan demikian, kata ahli infrastruktur yang sudah banyak terlibat dalam berbagai proyek infrastruktur nasional tersebut, hal itu akan mengurangi celah-celah fraud dan korupsi pembangunan infrastruktur. Pembenahan utama yang perlu terus digalakkan adalah memisahkan fungsi-fungsi institusi publik di atas dan keterbukaan melibatkan masyarakat untuk turut mengawasi setiap pekerjaan infrastruktur strategis.

Kiprah lembaga kementerian dan birokrasi idealnya tidak boleh turut langsung mengurus asset, namun tetap membuat semua kebijakan termasuk mengusulkan alokasi anggaran di setiap subsektor sesuai visi kementeriannya.

Adapun asset- asset sebaiknya dikelola langsung oleh badan usaha terpisah seperti di Inggris semua prasarana rel dikelola oleh Network Rail sebagai Perum, jalan dan jalan tol oleh BUMN Highway England dulu Highway Agency. Semua badan usaha ini adalah mitra tetapi terpisah dari kementerian/lembaga departemen. Badan regulator ekonomi sebagai wasit juga dipimpin oleh lembaga non-departmen terpisah yakni ORR (Office of Rail and Road), dan badan- badan lain untuk sub sektor lain seperti CAA ( Civil Aviation Authority) untuk penerbangan.

Intinya dalam praktik harus terpisah antara tiga urusan pokok : yakni urusan politik, strategi dan policy (para menteri) yang dibantu secara teknis oleh para dirjen sekjen (karir /birokrasi ) yang permanen, dengan urusan wasit regulator keekonomian dan safety, serta urusan pengoperasian (operator).

Harun mengamati akhir- akhir ini ada kecederungan bahwa peran BUMN menjadi samar antara yg berfungsi sebagai Badan Usaha (berdagang) dan Milik Negara ( penetrasi intervensi pemerintah). Bagaimana pun fungsi fiskal pemerintah dan fungsi hutang swasta harus ditempatkan pada proporsi yang wajar. Kunci untuk mendapatkan harga terbaik dari pengadaan dan pembangunan infrastruktur strategis hanya bisa diperoleh lewat persaingan usaha atau tender terbuka. Kalau tidak masyarakat sebagai (tax payer) tak terhindarkan hanya menjadi korban dan sasaran dari kesalahan kebijakan pemerintah, tutupnya.(jef)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.