Produk UMKM Mesti Memiliki Nilai Tambah Secara Ekonomi

JAKARTA:(GLOBALNEWS.ID)- Kementerian Koperasi dan UKM kini tengah mencari langkah-langkah terobosan untuk meng-upskills UKM di seluruh Indonesia. Intinya, Kemenkop dan UKM akan lebih fokus pada pengembangan produk UKM berlandaskan pada Value Based Economy. Hal itu dikatakan Founder dan Chairperson Javara Indigenous Indonesia Helianti Hilman, usai bertemu dengan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki di kantornya, Rabu (30/10).

“Ke depan, kita tidak lagi bicara komoditi melainkan bicara value. Baik value dari sisi produk, asal-usulnya, maupun dari sisi branding. Kita harus membangun value based economy, value based product, dan branding of the nation. Javara sudah melakukan itu dan akan diterapkan dalam program di Kemenkop dan UKM dalam membangun UKM di Indonesia”, ucap Helianti.

Helianti menambahkan, Javara bukan sekadar perusahaan, melainkan perusahaan yang mampu melahirkan perusahaan-perusahaan lain hingga di tingkat desa dengan melibatkan partisipasi dari para petani, perimba, dan nelayan. “Model bisnis seperti ini yang ingin ditiru Pak Teten. Dengan begitu, akan tergambar fasilitasi-fasilitasi apa yang diperlukan untuk mendorong value based economy di tingkat role area”, tandas Helianti.

Langkah Javara yang sudah berjalan 10 tahun, diakui Helianti, pihaknya sudah belajar banyak apa yang diperlukan, dimana kehadiran pemerintah diperlukan, dan apa yang diperlukan para UKM, agar bisa lebih kompetitif seperti UKM di Thailand dan negara-negara lain. “Fungsi Javara adalah mengangkat produk pangan terlupakan di Indonesia. Semakin dilupakan, akan semakin kita munculkan lagi. Ini akan melahirkan daya saing”, ucap Helianti.

Helianti menjelaskan, ada sekitar 900 produk dari Javara berupa produk organik, natural, dan heritage. Diantaranya, beras-beras warisan Nusantara, aneka jenis gula (kelapa, sorgum, lontar, nipah), aneka garam (laut, gunung, dan tanaman), mie campur daun kelor, mie dengan ubie ungu (ekspor ke Italia dan Afrika Selatan). “Kita ada semua produk makanan kesehatan dari Aceh hingga Papua”, kata Helianti.

Bahkan, lanjut Helianti, 250 produk dari 900 produk yang dihasilkan Javara, sudah memiliki sertifikat organik standar Amerika, Eropa, dan Jepang, dan sudah diekspor ke 24 negara di dunia. “Inti pembicaraan dengan Menkop tadi adalah bisnis ekosistem apa yang diperlukan supaya bisa melahirkan lebih banyak lagi yang seperti Javara”, tukas Helianti.

Salah satu caranya, Helianti menyarankan dengan melakukan collective proccessing seperti yang sudah dilakukan pemerintah Selandia Baru. “Kita jangan lagi mengandalkan komoditi karena petani, perimba, dan nelayan tidak akan bisa survive disamping harga fluktuatif dengan cepat. Disitu diperlukan solusi proccessing seperti di Selandia Baru. Dimana Indonesia harus membuat basis collective proccessing”, ungkap Helianti.

Helianti mengungkapkan, banyak produk makanan terbuang baik di tingkat perkebunan (hulu) maupun konsumen. Solusinya, ada di inovasi teknologi dan proccessing atau Open Proccessing Center, yang bisa diakses oleh seluruh UKM. “Javara sudah melakukan itu meski dalam skala yang masih kecil. Contohnya tomat, yang banyak terbuang karen keburu membusuk. Padahal, tomat busuk itu masih bisa diolah lagi menjadi produk yang bernilai tambah”, kata Helianti.

Helianti juga berharap agar Kemenkop dan UKM memperkuat pasar domestik, selain pasar global. Pada 2009, produk Javara 100% untuk pasar domestik. Pada 2011, produk ekspor dari Javara sebesar 20%. Dan pada 2014, produk ekspor Javara sudah mencapai 90%. “Tapi, itu tidak benar. Kalau UKM kita tidak hadir di pasar domestik, maka akan diisi produk dari luar. Kita perkuat pasar domestik untuk meminimalisir produk impor. Kita genjot lagi pasar domestik yang pada 2018 sudah fifty-fifty. Tahun 2019 ini kita targetkan untuk pasar domestik sebesar 70%”, papar Helianti.

Mentoring dan Coaching

Selain itu, Helianti juga berharap Kemenkop dan UKM memperkuat mentoring dan coaching sesuai dengan kebutuhan pelaku UKM. “Mentoring dan coaching harus dilakukan oleh seorang enterpreneur atau pelaku usaha agar mampu melahirkan enterpreneur yang tangguh”, tukas Helianti.

Helianti pun merujuk untuk membuat digital plattform seperti kitabisa.com. Tujuannya, agar ada mentoring dan coaching langsung antara pelaku UKM dengan enterpreneur yang sudah sukses di bidangnya. “Kita sudah memiliki Sekolah Seniman Pangan, yaitu sebuah sekolah kewirausahaan untuk para petani, perimba, dan nelayan. Di sekolah ini kita banyak mendatangkan para Chef terkenal untuk menjadi narasumber”, pungkas Helianti.(jef)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.