Teguh Setyabudi Kepala BPSDM Kemendagri Raih Gelar Doktor Ilmu Pemerintahan Dari IPDN

Jakarta:(Globalnews.id)- Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Dalam Negeri  (BPSDM Kemendagri), Teguh Setyabudi, resmi meraih gelar Doktor Ilmu Pemerintahan dengan predikat cum laude dari Institut Ilmu Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Gelar tersebut diberikan setelah Teguh lulus menjalani Sidang Terbuka Promosi Doktor IPDN ke-121 yang digelar di Ruang Sidang Utama Gedung Program Pascasarjana IPDN, Cilandak Timur, Jakarta Selatan, Kamis, (27/8/2020).

Dalam sidang doktoralnya, Teguh diuji oleh tim yang terdiri dari Dr. Hadi Prabowo, M.M; yang juga sebagai Rektor IPDN, Prof. Ngadisah, M. A; Prof. Dr. Murtil Jidasi SH., M.Sos, M.SI., Prof. Dr. Hasan Efendi., M.Pd., Prof. Dr. H. M. Aries Djaenuri, M. A; Dr. Diyah Anggaini, M.M, Dr. Sampara Lukman,. MA. Dr. Kusworo, M. Si; Dr. Ir. Ali Hanafiah Muhi, MP; Dr. Bayi Priyono, dan Dr. Nata Irawan. Teguh memaparkan disertasinya yang berjudul “Analisis Dinamika Pemilihan Langsung Gubernur dan Wakil Gubernur (Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Tenggara)”.

Dari hasil penelitiannya, Teguh menilai bahwa pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara tahun 2015  tidak  terlepas dari berbagai dinamika politik. Mulai dari tahapan pra pelaksanaan pilkada, pelaksanaan pilkada, serta  pasca pelaksanaan pilkada. Namun menurutnya, berbagai dinamika politik yang terjadi pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di Sulawesi Tenggara, sekaligus sebagai warna baru dalam proses demokratisasi di daerah.

Teguh menyimpulkan, bahwa pilkada langsung masih menjadi model yang kompatibel dalam proses pemilihan gubernur dan wakil gubernur. Namun demikian, hasil dari penelitian dalam disertasinya itu juga didesain untuk merekonstruksi ulang model pelaksanaan pilkada dengan membangun narasi baru tentang model pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara di masa yang akan datang. Tentu saja dengan tidak mengesampingkan nilai-nilai demokrasi dan tetap menjunjung tinggi keterlibatan masyarakat.

Menurut Teguh, dalam pemilihan langsung ada dua model alternatif yang bisa dilaksanakan. Alternatif pertama, gubernur dan wakil gubernur dipilih langsung oleh rakyat dalam satu paket melalui pilkada langsung seperti yang selama ini dilaksanakan. Perbedaannya, yakni pada penguatan kewenangan wakil gubernur. Ia menilai hal itu penting agar fungsi gubernur sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah serta sebagai kepala pemerintahan di daerah dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Alternatif kedua, gubernur tetap dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum, sementara wakil gubernur diusulkan oleh gubernur dari ASN maupun swasta yang memiliki pengalaman di pemerintahan, paham kondisi daerah, dan memperhatikan keterwakilan wilayah. Sejumlah alternatif tersebut, tentu masih harus dilengkapi dengan pembagian kewenangan yang jelas antara gubernur dan wakil gubernur. Hal itu agar tidak terjadi perpecahan atau kesan gubernur sebagai pemimpin tunggal.

Model-model alternatif yang dipaparkan Teguh dalam disertasinya tersebut memang secara khusus ditunjukan untuk pelaksanaan pemilihan gubernur dan wakil gubernur di Sulawesi Tenggara. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan dapat digunakan di daerah lain. Tentu saja harus didahului dengan penelitian secara mendalam dan menyesuaikan dinamika serta kondisi sosial, budaya, dan politik masing-masing wilayah.

Dalam sidang tersebut, turut hadir, antara lain Walikota Baubau, A.S. Tamrin, Wakil Bupati Wakatobi, Ilmiati Daud, dan para pejabat BPSDM Kemendagri dari berbagai provinsi, baik yang hadir secara langsung maupun melalui virtual. “Ini momen yang luar biasa bagi saya dan keluarga besar saya dalam hal pencapaian studi untuk bisa meraih gelar Doktor Ilmu Pemerintahan,” ungkap Teguh.

Ayah dua orang anak ini menyampaikan, bahwa pencapaian tersebut bukan semata-mata hasil kerja kerasnya. Karena, lanjut dia, banyak motivasi dan dorongan dari berbagai pihak. “Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada tim promotor, dosen penguji, keluarga besar saya, Bapak Mendagri, rekan kerja, dan seluruh pihak yang turut mendukung saya,” ujarnya.

Bagi pria kelahiran Purwokerto, 1967 ini, belajar adalah sebuah usaha yang harus terus dijalani dan dilakukan sepanjang hidup. Bukan karena merasa masih muda, bukan pula karena masih mempunyai kekuatan tertentu. “Saya pun demikian. Artinya, ini memang adalah momen luar biasa, tapi masih ada momen-momen selanjutnya yang mudah-mudahan bisa saya raih,” pungkas Teguh.(jef)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.