Jakarta:(Globalnews.id)- Pandemi Covid-19 telah menyembabkan kerusakan yang besar di bidang ekonomi, di mana salah satu sektor yang paling terpukul adalah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Karenanya di dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), memulihkan UMKM menjadi fokus utama pemerintah.
Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Rully Indrawan menyampaikan, dari total biaya penanganan Covid-19 dan program PEN sebesar Rp 695,2 triliun, yang digunakan untuk mendukung sektor UMKM sebanyak Rp 123,46 triliun. Rinciannya adalah subsidi bunga Rp 35,28 triliun, penempatan dana untuk restru Rp 78,78 triliun, belanja imbal jasa penjaminan (IJP) Rp 5 triliun, penjaminan untuk modal kerja Rp 1 triliun, PPh Final UMKM ditanggung pemerintah (DTP) Rp 2,4 triliun, serta pembiayaan investasi kepada koperasi melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Kementerian Koperasi dan UKM Rp 1 triliun.
“Saat ini program Pemulihan Ekonomi Nasional difokuskan kepada UMKM. Ada dana sebesar Rp 123,46 triliun yang didistribusikan ke berbagai lembaga. Ada yang ke perbankan, pegadaian, ke asuransi penjaminan, dan juga kepada lembaga-lembaga lainnya,” kata Rully Indrawan dalam acara Zooming with Primus bertajuk Penyelamat Pundi Kala Pandemi, Kamis (2/7/2020).
Diskusi kali ini juga menghadirkan Founder OneShildt Financial Planning & Managing Partner Radma Radya Aktuaria Risza Bambang, serta Direktur Pemasaran dan Pengembangan Produk PT Pegadaian (Persero) Harianto Widodo
Seperti hanya penyerapan anggaran untuk sektor-sektor lainnya dalam program PEN, Rully mengakui penyerapan anggaran untuk sektor UMKM juga masih menghadapi sejumlah tantangan karena harus diperkuat dengan berbagai regulasi yang mendukung. Per 29 Juni 2020, realisasi penyerapan anggaran untuk sektor UMKM ini mencapai 22,74%, di mana maoritasnya adalah penempatan dana ke Bank Himbara sebesar Rp 30 triliun.
“Memang ada permasalahan yang membuat Presiden marah karena dianggap lambat birokrasinya. Ada persoalan-persoalan yang harus kita tuntaskan, terutama backup yuridis formal. Teman2 di KL terkait barangkali belajar dari pengalaman krisis sebelumnya yang meninggalkan banyak persoalan di belakang. Ini barangkali perlu kehati-hatian namun harus disadari saat ini kita sedang krisis dan membutuhkan kesegeraan. Kementerian kami siap mendukung utk itu. Proses yang dilalui setelah keluarnya Peraturan Pemerintah, membutuhkan Peratura turunan-turunanya yang banyak, itu yang harus diselesaikan,” kata Rully.
Untuk pembiayaan investasi kepada koperasi melalui LPDB KemenkopUKM, Rully mengatakan untuk mengatasi persoalan itu dengan mengunakan dana talangan. Dari yang dialokasikan dari PEN sebesar Rp 1 triliun, yang sudah dicairkan sebesar 23,72%. Koperasi mendapat layanan khusus krisis namun menggunakan dana rutin yang ada. PermenkopUKM yang baru memungkinkan untuk itu.
Untuk koperasi, Rully mengatakan tantangan yang dihadapi sedikit berbeda dengan UMKM, di mana kesulitan utama mereka adalah di sisi permodalan. Karenanya, LPDB pada tahun ini difokuskan untuk membantu likuiditas koperasi. Di Indonesia sendiri saat ini ada sekitar 126.000 koperasi, tetapi yang menjalankan usaha secara efektif berdasarkan data KemenkopUKM sebanyak 35.000 koperasi.
“Ada tiga kriteria koperasi yang dilayani LPDB. Pertama yang bergerak di sektor riil di mana kegiatannya memang membangun komunitas yang lebih produktif. Kedua koperasi yang tumbuh dari niat yang sesuai dengan ideologi seperti membangun masyarakat atau komunitasnya, kemudian yang ketiga memiliki reputasi finansial maupun moral yang baik, itu yang kita prioritaskan. Saat ini sudah sekitar Rp 200 miliar yang kita salurkan kepada kelompok-kelompok koperasi tersebut,” kata Rully.
Memasuki tatanan kehidupan normal yang baru atau new normal, Rully juga mengingatkan pentingnya pelaku UMKM untuk bertransformasi ke digital agar bisa menjangkau pasar yang lebih luas. Apalagi dari sekitar 64 juta pelaku UMKM di Indonesia, baru 13% atau sekitar 8 juta UMKM yang sudah terhubung dengan platform digital. Targetnya pada tahun ini ada 10 juta pelaku UMKM yang go online.
Dukungan Pegadaian
Dukungan untuk pelaku UMKM selama masa pandemi Covid-19 ini juga diberikan oleh PT Pegadaian (Persero). Harianto Widodo menyampaikan, respon terhadap pandemi ini sebetulnya sudah dimulai oleh Pegadaian sejak April lalu dengan memberikan masa grace period yang semakin panjang. Selanjutnya pada bulan Mei, digulirkan program Gadai Peduli.
“Dalam program Gadai Peduli, untuk nasabah dengan pinjaman maksimal Rp 1 juta, mereka dibebaskan dari bunga selama tiga bulan. Yang mendapatkan fasilitas ini ada sekitar 2 juta nasabah,” ungkap Harianto.
Pegadaian sendiri saat ini memiliki sekitar 14,8 juta nasabah yang terdiri dari nasabah pembiayaan (berbasis gadai dan fidusia) serta nasabah tabungan emas. Untuk jumlah pembiayaan secara keseluruhan, portofolio yang berbasis gadai mencapai 80%, sedangkan yang berbasis fudusia 20%. Mayoritas pinjamannya di bawah Rp 10 juta atau rata-rata Rp 4 juta – Rp 5 juta.
Dalam melayani nasabahnya, Pegadaian juga sudah memanfaatkan berbagai platform digital, sehingga nasabah tak perlu datang ke kantor cabang untuk melakukan transaksi.
“Memang, untuk gadai yang tradisional karena harus menyerahkan barang, ini tetap diperlukan tatap muka. Tetapi ada juga yang sudah menggunakan omni channel atau full digital. Kami punya yang namanya Gadai Efek atau saham, ini tidak perlu datang. Kemudian ada juga tabungan emas yang bisa digadaikan. Saat ini ada 5,2 ton emas yang dititipkan, jadi kalau mau digadaikan tidak perlu datang,” kata Harianto.
Di masa transisi menuju tatanan kehidupan normal yang baru atau new normal, Harianto juga melihat transaksi di Pegadaian sudah kembali meningkat. Hal ini menandakan masyarakat dan pelaku UMKM telah kembali melakukan aktivitas ekonomi.
“Untuk gadai, pada saat ada kontraksi 1% di bulan Mei, sekarang ini sudah tumbuh 1,8%. Artinya apakah ini karena memang ada aktivitas yang lebih leluasa karena memang PSBB sudah mulai dikurangi, atau memang ini recovery dari yang kemarin mengambil barang (gadainya) yang digunakan untuk Lebaran. Ini masih kita dalami. Tapi harapan kami ini ada korelasi bahwa aktifitas perekonomian sudah mulai ada pergerakan, dan harapannya ini bisa konsisten,” kata Harianto.
Ditambahkan Risza Bambang, dalam masa transisi ini, yang perlu diingat bahwa saat ini kita tengah berada di era new normal, di mana perlu ada perubahan pola pikir, paradigma dan perilaku. Namun yang dilihatnya saat ini adalah berbagai proses yang dijalankan belum memakai konsep new normal, termasuk juga dalam proses penyaluran stimulus penanganan Covid-19 dna PEN.
“Saya tidak heran melihat Pak Jokowi kecewa karena penyaluran sampai ke bawah lambat sekali. Ini karena belum masuk ke new normal, masih memikirkan hitam di atas putihnya, memikirkan payung hukumnya. Bukannya salah, payung hukum tetap harus ada. Kita juga harus mempunyai dasar hukum yang kuat untuk menyalurkan uang milik masyarakat dari pajak yang dibayarkannya. Tetapi yang harus dianalisa dan ditinjau ulang adalah pembuatan payung-payung hukum tersebut apakah sudah memakai pola pikir atau paradigma baru, atau masih lama?,” kata Bambang.
Diakui Bambang, pandemi Covid-19 masih dilliputi ketidakpastian. Tidak ada yang tahu pasti kapan pandemi ini akan berakhir. Untuk menolong masyarakat yang terdampak, lembaga seperti Pegadaian bisa mempertimbangkan untuk memberikan pinjaman dengan syarat yang lebih mudah, tetapi juga aman.
“Mungkin juga bisa dipertimbangkan untuk tidak jangka pendek. Karena kalau kita bicara gadai, biasanya kan jangka pendek. Tetapi karena situasinya saat ini penuh ketidakpatian, mungkin bisa lebih panjang dengan suku bunga yang seringan mungkin,” kata Bambang.(jef)