JAKARTA:(GLOBALNEWS.ID)- Adanya Wabah Covid 19 yang melanda dunia termasuk Indonesia, telah mengacaukan program pemerintah meningkatkan kesehatan masyarakat. Salah satu upaya pemerintah meningkatkan kesehatan adalah dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/PMK.010/2019 tentang kenaikan Tarif Cukai Hasil Tembakau yang ditandatangani pada 18 Oktober 2019. Dalam PMK tersebut pemerintah menaikan cukai hasil tembakau sebesar 23 persen. Selain itu juga menaikan harga jual eceran (HJE) sebesar 35 persen.
Kenaikan tersebut adalah yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir dan kondisi diperparah dengan adanya pandemic COVID19. Dengan adanya kenaikan cukai, berdampak pada semakin meningkatkan harga rokok per batang maupun per bungkus. Sehingga masyarkat mengurangi konsumsi rokoknya.
“Teorinya dengan menaikan cukai dan harga jual eceran rokok pemerintah ingin membatasi konsumsi masyarakat terhadap rokok. Harga jual rokok meningkat tinggi baik per batang maupun per bungkus. Sehingga masyarakat akan menghentikan konsumsi rokok. Namun kenyataannya tidak seperti itu.. Akibatnya masyarakat beralih ke rokok yang lebih murah dengan kadar nikotin yang tinggi,” papar Ketua gabungan Pabrik Rokok (Gapero) Surabaya, Sulami Bahar kepada pers kemarin di Jakarta.
Sulami Bahar mengakui, kenaikan cukai dan HJE Rokok masing masing sebesar 23 dan 35 persen tersebut telah mengurangi produksi dan penjualan produk rokok sebesar 15 persen dari tahun sebelumnya.. Hal tersebut juga mengakibatkan perubahan pola konsumen beralih ke rokok yang terjangkau harganya, dan yang dikhawatirkan mereka beralih ke rokok illegal. Akibatnya jika tujuan PMK No. 152/2019 adalah untuk kesehatan, ternyata tidak tepat.
Akibatnya rokok illegal tersebut semakin marak dan tujuan untuk meningkatkan kesehatan tidak tercapai. Sebaliknya rokok legal berkurang sebesar 15 persen atau lebih parah karena dampak COVID19. Itu berarti pendapatan pemerintah dari cukai rokok pun berkurang sebesar 15 persen.
“Jadi dengan dikeluarkannya regulasi kenaikan tariff cukai di PMK No. 152, itu sekarang ini sudah berdampak pada penurunan produki hingga 15%. Sebaliknya dengan tarif cukai yang tinggi itu tidak menjamin bekurangnya perokok bahkan bisa jadi itu malah merugikan negara karena mereka yang tidak sanggup membeli rokok mahal akan beralih kepada rokok murah atau illegal. jadi pendapatan negara malah berkurang kan,” tegas Sulami Bahar.
COVID 19 bisa menyerang siapa saja
Pada kesempatan tersebut, Sulami Bahar juga menolak anggapan jika perokok rentan terhadap penyebaran Covid 19. Covid 19 tidak mengenal calon korban perokok atau tidak. Jika tidak menjaga kebersihan dan menjaga jarak akan mudah tertular Covid 19.
“Sekarang dengan adanya wabah covid 19 walaupun orang tidak merokok pun juga akan kena. Artinya itu bukan hanya karena rokok orang kena covid. Bukan karena rokok orang itu jadi tidak sehat,” Papar Sulami Bahar
Menurut Sulami Bahar, Industri hasil tembakau justru telah membantu pemerintah dalam upaya pencegahan dan penghentian penular Covid 19. Hal ini terbukti dengan adanya keputusan pemerintah melalui PMK No 19/2020 yang mengijinkan pemerintah daerah menggunakan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) untuk membiayai kegiatan pencegahan penularan Covid 19 di daerahnya masing masing-masing.
“Malah pemerintah itu mendapatkan kontribusi dari rokok. Saat ini diakui atau tidak rokok itu benar benar kontribusinya (dalam pencegahan Covid 19) itu nyata. Dana industry rokok bisa jadi dana DBHCHT digunakan untuk pencegahan penularan Covid 19. ini kan luar biasa besarnya ,” tegas Sulami
Namun demikian, Sulami Bahar juga mengakui, Covid 19 berdampak ke industri rokok, khususnya terkait pada aktifitas produksi dan penjualan produk rokok. Hampir semua anggota Gaperosu terkena imbas Covid 19.
“Jadi kalau dengan adanya kenaikan tarif cukai atau PMK No.152 itu kami perkirakan ada penurunan produksi sekitar 15%, ditambah lagi ada wabah covid sekarang, jika nanti pemerintah dan kita tidak bisa meyelesaikan pandemic covid19 sehingga wabah Covid 19 berlarut larut, kami memprediksi akan ada penurunan di tahun 2020 ini sekitar 40%.,” papar Sulami Bahar.
Namun demikian, Sulami bahar menyampaikan, semua anggotanya masih terus melakukan kegiatan usaha. Sehingga masih tetap menyerap tenaga kerja dan menggerakan perekonomian masyarakat. Selain itu Pihaknya sangat mematuhi peraturan pemerintah khususnya berkaitan dengan protocol pencegahan Covid 19. Hal ini untuk mencegah adanya penularan Covid 19 di Kawasan pabrik dan agar karyawannya tetap sehat.
“Semua pabrikan dibawah naungan Gaperosu masih berproduksi tapi tentunya sangat patuh dengan protocol kesehatan. Saya rasa kalau untuk menggerakan perekonomian, industri rokok masih mampu membantu menggerakan perekonomian masyarakat sampai sekarang.. Jadi untuk saat ini memang dengan adanya Pandemi itu kami belum bisa memprediksi kira kira turunnya sampai berapa tetapi kalau misalnya sampai berlarut larut kami perkirakan produksi akan mengalami penurunan sekitr 40% kenapa karena yang pertama dimana mana ada PSBB dan itu sangat berpengaruh,” papar Sulami Bahar. (jef)