Arsip Tag: Pengawasan koperasi

KemenKopUKM: UU P2SK Berikan Keleluasan Berbisnis bagi Koperasi di Sektor Jasa Keuangan

Jakarta:(Globalnews.id)- Setelah disahkannya UU Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), koperasi dapat bergerak bebas menjalankan usahanya di seluruh sektor jasa keuangan sehingga hal ini menjadi angin segar untuk koperasi dalam mengembangkan bisnisnya.

Hal tersebut diungkapkan Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) Ahmad Zabadi melalui keterangan resminya di Jakarta, Jumat (07/7).

Dengan hadirnya UU P2SK, koperasi bisa menjalankan usaha di berbagai sektor jasa keuangan, mulai dari perbankan, asuransi, pasar modal, hingga kegiatan usaha lainnya yang belum diatur atau sudah diatur dalam UU mengenai jasa keuangan.

“Kalau koperasi memiliki kemampuan untuk mendirikan bank dengan badan hukum koperasi ini sudah bisa, mendirikan perusahaan asuransi sudah bisa, dan usaha yang bergerak di pasar modal juga bisa. Jadi tidak ada batasan, koperasi sudah bisa dipastikan memiliki kesempatan yang sama dengan badan usaha lainnya,” kata Zabadi.

Namun demikian, Ahmad Zabadi mengatakan, terdapat empat hal yang menjadi fokus utama dalam mengimplementasikan UU P2SK yang hingga saat ini sudah dijalankan.

“Yang pertama agenda penguatan pengawasan eksisting, yang kedua terkait ketentuan peralihan UU P2SK yakni verifikasi usaha simpan pinjam koperasi, ketiga pengembangan sistem pengawasan terpadu sebagai embiro dari Otoritas Pengawas Koperasi (OPK) yang dirumuskan dalam RUU Perkoperasian, dan terakhir yakni terbentuknya OPK itu sendiri,” ujar Zabadi.

KemenkopUKM juga memiliki waktu paling lambat dua tahun untuk melakukan penilaian kepada seluruh koperasi yang ada. Hal ini bertujuan untuk mengklasifikasikan mana koperasi yang bergerak di sektor jasa keuangan dan koperasi yang hanya melayani anggotanya.

“Jadi untuk koperasi yang hanya melayani anggota dan melakukan simpan pinjam akan tetap ada di bawah pengawasan KemenkopUKM. Dan untuk koperasi yang melayani di luar anggota akan diawasi oleh lembaga terkait seperti OJK,” ucap Zabadi.

Sebagai tindak lanjut adanya UU P2SK, KemenKopUKM juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Koperasi dan UKM (PeremenkopUKM) nomor 8 tahun 2023 tentang Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi yang mulai berlaku pada 27 Juni 2023.

“Hadirnya Peraturan ini untuk mengakomodir kebutuhan hukum di kalangan masyarakat dan anggota koperasi. Dengan harapan, dapat mendorong terciptanya tata kelola koperasi yang baik dan professional sehingga dapat memajukan koperasi dan anggotanya, kata Zabadi.

Senada dengan itu, Tenaga Ahli Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM Agung Nur Fajar yang turut hadir sebagai narasumber pada acara Seri Webinar Dalam Rangka Peringatan Hari Koperasi ke-76 dengan tema “Koperasi Pasca Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2023 P2SK menambahkan, disahkannya UU P2SK memposisikan usaha simpan pinjam koperasi, sebagai bagian integral dari industri keuangan nasional.

“Usaha simpan pinjam koperasi, diperlakukan sebagai sektor keuangan formal, karena sebelumnya terkesan dipinggirkan dan tak terurus. Sekarang melalui UU P2SK koperasi menjadi sektor keuangan formal, ini membuka ruang pengembangan usaha kedepan,” ujar Agung Nur Fajar.

Agung juga menambahkan, koperasi dapat dengan leluasa memilih sifat usahanya, apakah tertutup _(close loop)_ ataupun terbuka _(open loop)._

“Dalam UU P2SK koperasi diberikan keleluasan untuk memilih, mau memilih _close loop_ dari oleh dan untuk anggota maka kegiatanya usaha simpan pinjamnya diawasi oleh KemenKopUKM, ataupun _open loop_ (melayani non anggota) yang kegiatan usahanya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan,” kata Agung.(Jef)

OJK Siap Awasi Koperasi Open Loop

Jakarta:(Globalnews.id)- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan siap mengawasi koperasi yang masuk dalam sektor Industri Jasa Keuangan (IJK) atau lebih dikenal dengan sebutan open loop. Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) memberikan tambahan kewenangan kepada OJK untuk membina dan mengawasi model koperasi tersebut.UU P2SK pasal 44b menyebutkan, koperasi yang melakukan kegiatan di sektor IJK mencakup penghimpunan dana serta penyaluran pinjaman kepada selain anggota dan koperasi lain. Selain itu, bisa mendapatkan sumber dana dari lembaga keuangan lainnya. Sementara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) hanya dari dan untuk anggota.

“Inilah yang dimaksud sebagai langkah pemurnian serta pengembalian jati diri KSP oleh pemerintah,” terang Suparlan, Direktur Lemabaga Keuangan Mikro OJK, dalam Mikro Forum – Forwada Discussion Series 2023: “Pengawasan Koperasi Pasca UU P2SK”, di Family Resto D’Kampoeng, Gunung Putri, Bogor, pekan lalu.

Dalam UU tersebut, sambung dia, OJK diberikan kewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan aktivitas koperasi open loop sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku.

“Ini maknanya, koperasi dapat masuk dalam industri jasa keuangan (IJK) sesuai perundang-udangan terkait. Konkretnya, KSP dapat beroperasi seperti seperti bank, asurasi, pasar modal, dan lainnya,” ujar Suparlan.

Nantinya operasional koperasi terkait aturan, perizinan, dan pengawasan disesuaikan dengan undang-undang yang berlaku terhadap IJK.

Seberannya, secara exiting sudah berjalan. “Konsekwensinya, bila ke depan ada penyempurnaan ketentuan maka otomatis harus mengikuti perubahan yang ada,” ungkapnya.

Terkait kelembagaan, koperasi open loop bisa masuk sebagai Lembaga Keuangan Mikro baik konvensional maupun syariah (LKM/LKMS). Kemudian, BPR/BPRS, lembaga pembiayaan seperti multifinance (leasing) dan perusahaan gadai. Selain itu, usaha perasuransian, penjaminan, serta kegiatan usaha di sektor pasar modal.

Sedangkan terkait pengawasan, Suparlan menjelaskan bahwa selama ini OJK telah menerapkan tiga jenis pengawasan. Pertama, pengawasan individu atau solo yang diterapkan bagi pelaku usaha.

Kedua, pengawasan terintegrasi terhadap konglomerasi keuangan yang menawarkan produk serta jasa keuangan bersifat hybrid, seperti bank dan asuransi (bankasurace). Ketiga, forum panel yang dibelakukan khusus untuk perbankan, perusahaan pembiayaan, auransi, dan dana pensiun. “Jadi disamping individu dan terintergrasi, setiap tahun ada team yang akan mem-panelkan pengawasan. Dengan ketiga system ini sense pengawasan bisa lebih dalam dan tajam,” tegasnya.

Adapun bentuk pengawasan sendiri terdiri dari dua, yaitu off side – pengawasan yang dilakukan di kantor terhadap berbagai laporan yang masuk seperti laporan keuangan atau lainnya.

Berdasarkan laporan tersebut, OJK bisa mengetahui kondisi dan menentukan prioritas LJK yang pelu dilakukan pengawasan on side – pengawasan dan pemeriksaan lapangan.

“Kita juga punya program pemeriksanaan lapangan untuk melihat kebenaran data, on the track atau tidak, termasuk indikasi adanya penyimpangan. Selanjutnya, kami akan memberikan rekomendasi-rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh pelaku guna meningkatkan kinerja industri jasa keuangan yang diawasi OJK,” katanya.

Sebagai persiapan awal, OJK memerlukan dukungan ketersediaan teknologi untuk memperkuat pengawasan baik secara off side maupun on side terhadap koperasi open loop. Hal ini seiring dengan kemajuan teknologi dan jumlah LJK yang semakin banyak. Untuk itu, pihaknya kini tengah mengembangkan digitalisasi sistem pengawasan baik yang berhubungan dengan pelaporan maupun perizinan.

Suparlan mencontohkan, pembuatan aplikasi core system telah terbukti menjadi solusi dalam mempermudah penyusunan laporan keuangan oleh LKM.

Sebelumnya, mereka kerap terkendala Sumber Daya Manusia (SDM) expert di bidang keuangan. Akibatnya, validitas data dan akurasi laporan yang disampaikan kepada OJK sering kali terjadi kesalahan, sehingga tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya.

Mengacu pada time line teknis pelaksanaan setelah UU P2SK yang tandatangani pemerintah, tanggal 12 Januari 2023, Kementerian Koperasi & UKM berkewajiban untuk memilih dan memilah koperasi mana yang masuk ranah IJK. Kemudian, data hasil seleksi itu diserahkan kepada OJK dalam kurun waktu dua tahun.Jika selama dua tahun dianggap maksimal dan data tersebut diserahkan, maka setelah tanggal 12 Januari 2025 argo pengawasan OJK mulai berjalan.

“Saat itu pula kami berkewajiban memberikan izin usaha kepada para koperasi open loop. Tentu, ini akan disesuaikan dengan ketentuan pada masing-masing sektoral, apakah masuk perbankan bank umum maupun BPR), pembiayaan, penggadaian, fintek dan lain sebagainya,” imbuh Suparlan.(Jef)

Akui Kewalahan Selesaikan koperasi Bermasalah, MenkopUKM Tawarkan Solusi Pengawasan Ketat Melalui RUU Perkoperasian

Jakarta:(Globalnews id)- Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki mengakui cukup kesulitan dalam mengatasi permasalahan 8 koperasi simpan pinjam (KSP) yang menyebabkan potensi kerugian sebesar Rp 26 triliun.

“Kami menarik pelajaran cukup banyak dari banyaknya koperasi yang bermasalah. Yang diketahui cukup besar ada delapan koperasi bermasalah dengan total Rp 26 triliun, yang harus diakui kami kesulitan untuk menyelesaikan koperasi bermasalah ini,” kata Teten pada Refleksi 2022 dan Outlook 2023 di Kantor Kemenkop UKM, Senin (26/12).

Menurut Teten, kesulitan ini disebabkan tidak adanya regulasi yang mengatur soal kewenangan pengawasan koperasi oleh Kemenkop UKM. Saat ini, undang-undang yang berlaku terkait pengawasan koperasi adalah UU No. 25 tahun 1992.

Beleid ini memuat hak pengawasan dan hak penciptaan serta pemberdayaan regulasi berada pada pengurus lembaga koperasi itu sendiri. Oleh karena itu, Teten juga telah mengajukan revisi UU Perkoperasian yang diharapkan dapat selesai tahun depan.

“Koperasi itu meregulasi sendiri dan mengawasi sendiri. Dari pengalaman ini kami paham betul bahwa pada tingkat tertentu ketika koperasi sudah mulai membesar, hubungan anggota dengan koperasi tidak sesolid yang kita bayangkan, maka pengawasan itu tidak bisa dilakukan oleh koperasi itu sendiri,” jelas Teten.

Menurutnya, revisi UU Perkoperasi dapat menjadi solusi jangka menengah panjang dalam penguatan regulasi terkait koperasi. Teten bercerita, solusi jangka pendek seperti membujuk koperasi sehat untuk ikut serta dalam penyelesaian masalah, tidaklah efektif. Ia juga telah berusaha menarik investor agar mendanai koperasi bermasalah, namun tidak ada yang berminat.

“Jadi kami tawarkan solusi jangka menengah ke panjang, yaitu mendorong regulasi perkoperasian. Kami selalu lakukan inovasi pengembangan ekosistem koperasi lewat RUU Perkoperasian,” paparnya.

Teten menyebutkan saat ini pihak Kemenkop UKM tengah membentuk kelompok kerja untuk membahas legal draft dan naskah akademik RUU Perkoperasian.

Ditambah lagi, Teten juga sudah melakukan konsultasi dengan masyarakat. Harapannya setelah ini dapat dilakukan rapat dengan para pemangku kepentingan dan anggota DPR terkait penguatan UU Perkoperasian. “Kita harapkan tahun depan revisi UU Perkoperasian bisa kita tuntaskan,” ungkapnya.(Jef)

MenkopUKM: Dengan SEMA 1/2022 Koperasi Tidak Mudah Untuk Dipailitkan dan PKPU

Jakarta:(Globalnews.id)- Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki mengatakan dengan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1/Tahun 2022 terkait perdata khusus yang mengatur mekanisme pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) merupakan terobosan besar dalam menyelesaikan kasus koperasi-koperasi bermasalah.

MenkopUKM, pada acara Refleksi 2022 dan Outlook 2023 KemenkopUKM, di Jakarta, Senin (26/12), mengatakan dalam SEMA itu disebutkan, permohonan pernyataan pailit dan permohonan PKPU terhadap koperasi hanya dapat diajukan Menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang perkoperasian, yaitu Menteri Koperasi dan UKM RI.

“Dengan adanya aturan ini, pengurus koperasi yang nakal tidak lagi bisa memakai skema dan modus pailit dan PKPU,” kata MenKopUKM.

Menteri Teten mengakui, pihaknya sempat mengalami kesulitan dalam memitigasi 8 koperasi bermasalah yang merugikan masyarakat sebesar Rp26 triliun. “Tidak ada mekanisme penyelesaiannya, tidak seperti di perbankan,” kata MenkopUKM.

Bahkan, kata MenkopUKM, UU 25/1992 tentang Perkoperasian tidak memiliki kewenangan dalam pengawasan koperasi. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa pengawasan koperasi dilakukan secara internal di tubuh koperasi itu sendiri.

Oleh karena itu, Menteri Teten bersama seluruh stakeholder terus mendorong revisi UU Perkoperasian. “In Syaa Allah, tahun depan RUU Perkoperasian bisa kita tuntaskan,” ucap MenkopUKM.

Ditambah dengan bakal adanya UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK), MenkopUKM menekankan bahwa akan ada batasan jelas dan tegas antara koperasi yang open loop dan close loop.

“Nantinya, koperasi yang melakukan kegiatan usaha jasa keuangan, pengawasannya akan dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sedangkan koperasi yang close loop, pengawasan tetap dilakukan KemenkopUKM,” kata Menteri Teten.

Untuk itu, KemenkopUKM selama dua tahun ke depan akan melakukan verifikasi, mana koperasi yang masuk kategori open loop dan mana yang close loop. Mereka tidak boleh lagi bermain di wilayah abu-abu, yaitu KSP tapi berbisnis jasa keuangan.

“Ini clear dan sangat tegas, sehingga ke depan tidak akan ada lagi praktik koperasi yang merugikan masyarakat,” kata MenkopUKM.(Jef)

Ogah diawasi OJK, KemenKopUKM Ingin Ada Otoritas Pengawasan Koperasi di RUU Perkoperasian

Jakarta:(Gobalnews.id) – Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM,) Ahmad Zabadi mengungkapkan bahwa pengawasan untuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP) akan dilakukan satu lembaga bernama Otoritas Pengawasan Koperasi atau OPK.

“Itu tertuang dalam RUU Perkoperasian. Nantinya, akan dibentuk sebuah institusi pengawasan tersendiri yang independen, atau tidak di bawah kedeputian di KemenKopUKM,” ucap Zabadi, saat berbincang dengan wartawan, di Jakarta, Selasa malam (6/12).

Zabadi memastikan bahwa OPK akan didesain tidak sepenuhnya diisi orang-orang KemenKopUKM saja, melainkan ada perwakilan dari gerakan koperasi dan stakeholder lainnya.

“Kita ada benchmark di beberapa negara seperti AS dan Jepang, dimana pengawasan koperasi dilakukan dengan cara seperti ini. Tidak di bawah otoritas semacam OJK, dan tidak di bawah bank sentral,” ucap Zabadi.

Oleh karena itu, Zabadi memastikan bahwa pengawasan KSP sepenuhnya berada di bawah KemenkopUKM, alias tidak di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal itu sudah ditegaskan dalam RUU PPSK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) dan juga RUU Perkoperasian.

“Yang diatur di RUU PPSK itu, koperasi yang existing berada di sektor keuangan. Artinya, RUU PPSK itu hanya mengatur koperasi yang bersifat open loop,” kata Zabadi.

Jadi, lanjut Zabadi, hanya koperasi yang bersifat open loop pengawasannya berada di bawah OJK. Contoh, BPR yang dimiliki koperasi, LKM yang berbadan hukum koperasi, dan asuransi berbadan hukum koperasi. Itu termasuk bila nanti ada koperasi kripto, atau koperasi yang bergerak di sektor pinjaman online.

“Itu semua adalah koperasi yang bersifat open loop. Sehingga, proses perijinan dan pengawasannya berada di bawah OJK,” ucap Zabadi.

Sementara koperasi yang sifatnya close loop, kata Zabadi, adalah yang murni KSP. “KSP itu hanya yang dari, oleh, dan untuk anggota koperasi, serta tidak boleh menyelenggarakan kegiatan di luar usaha simpan pinjam,” jelas Zabadi.

Dengan begitu, Zabadi menyatakan, nantinya akan diatur rasio modalnya, rasio penyaluran, rasio BMPK-nya, dan sebagainya. “Permodalan KSP tidak boleh dominan dari luar. Harus dominan dari anggota. Begitu dapat modal dari luar secara dominan, masuk kategori open loop,” kata Zabadi.

Dicontohkan, bila 60 persen sumber modalnya dari luar, itu masuk kategori open loop, sementara bila hanya 20-30 persen masih close loop. “Kira-kira seperti itu pengaturannya. Tapi, berapa pastinya prosentase permodalan KSP akan kita atur,” imbuh Zabadi.

Menurut Zabadi, terminologi koperasi yang open loop dan close loop itu hanya untuk memudahkan pemahaman saat membahas RUU PPSK. “Jadi, jelas tergambar, mana koperasi yang harus diawasi OJK dan mana yang tidak,” tegas Zabadi.

*Lembaga Penjamin*

Terkait keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Koperasi, Zabadi menyebutkan bahwa bagi pihaknya dan seluruh gerakan koperasi, keberadaan LPS Koperasi ini akan menjadi komitmen esensial hadirnya negara untuk melindungi simpanan anggota koperasi.

Selain itu, lanjut Zabadi, keberadaan LPS Koperasi akan menempatkan koperasi lebih equal dengan lembaga keuangan lain seperti perbankan. “Sehingga, kita melihat urgensinya LPS Koperasi ini layak dituangkan ke dalam RUU Perkoperasian,” kata Zabadi.

Zabadi mengakui sudah ada komitmen bersama dengan Kementerian Keuangan untuk merumuskan satu model LPS bagi koperasi. “Makanya, saya setuju hadirnya LPS Koperasi ini harus didukung pengawasan yang efektif melalui OPK,” ucap Zabadi.

Zabadi menambahkan, RUU Perkoperasian tidak perlu harus masuk ke dalam Prolegnas, karena ini RUU kumulatif terbuka. “Begitu kami siap, mendapat persetujuan Presiden RI, kemudian diajukan ke DPR untuk dibahas. Saya berharap awal 2023 sudah bisa masuk DPR,” kata Zabadi.(Jef)

KemenKopUKM Gandeng BPKP Perkuat Kompetensi SDM Pengawas Koperasi

Makassar:(Globalnews.id)– Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) melalui Deputi Bidang Perkoperasian konsisten menyelenggarakan peningkatan kompetensi SDM pengawas koperasi sebagai upaya memperkuat terselenggaranya koperasi yang sehat dan akuntabel di Indonesia.

Asisten Deputi Pengembangan SDM Perkoperasian Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM Nasrun Siagian pada Pelatihan bagi Pejabat Fungsional Pengawas Koperasi, di Makassar, Sulawesi Selatan, beberapa hari lalu, mengatakan sumber daya manusia (SDM) fungsional pengawas koperasi sangat strategis bagi fungsi pengawasan koperasi. Pelatihan bagi para fungsional pengawas koperasi menjadi salah satu tugas Kementerian Koperasi dan UKM sebagai instansi pembina bagi jabatan fungsional pengawas koperasi di tanah air.

“Saat ini jumlah fungsional pengawas koperasi sebanyak 1.044 yang tersebar di seluruh Indonesia. Kegiatan ini juga menjadi kesempatan yang sangat baik untuk meningkatkan kompetensi, kapasitas, profesionalitas, dan integritas bagi pengawas koperasi,” kata Nasrun.

Nasrun mengatakan pelatihan bagi pengawas koperasi ini diharapkan dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kompetensi pengawas koperasi. Sebab, meningkatnya pemahaman dan kompetensi pengawas koperasi akan berdampak pula terhadap pengawasan koperasi di Indonesia, yang selanjutnya meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap koperasi dan meminimalisir permasalahan yang akan terjadi. Untuk itu, peningkatan kompetensi pun mutlak diperlukan.

Pada Pelatihan Pengawas Koperasi tahun 2022, KemenKopUKM bekerja sama dengan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan (Pusdiklatwas) BPKP.

“Pusdiklatwas BPKP memiliki tipologi yang tepat terkait Pelatihan bagi Pejabat Fungsional Pengawas Koperasi, Pusdiklatwas sendiri telah menerapkan ISO 37001 tentang Anti-Bribery Management System,” kata Nasrun.

Pelatihan bagi pengawas koperasi di Provinsi Sulawesi Selatan ini merupakan Batch IV, yang dihadiri tiga puluh peserta dari Fungsional Ahli Muda dan Ahli Pertama di kabupaten/kota dan Provinsi Sulawesi Selatan.

Nasrun mengungkapkan, dengan adanya pelatihan ini diharapkan pengawas koperasi dapat menggali ilmu audit untuk diterapkan pada pengawasan dan pemeriksaan koperasi, sehingga hasil pengawasan dan pemeriksaan oleh pejabat fungsional pengawas koperasi tidak perlu diragukan lagi.

Dalam kesempatan yang sama Sekretaris Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sulawesi Selatan Andi Isma menyambut baik kegiatan pelatihan pengawas koperasi di Provinsi Selatan.

“Kami berharap pelatihan pengawas koperasi dapat meningkatkan kompetensi fungsional pengawas koperasi di Provinsi Sulawesi Selatan yang jumlahnya 117 orang baik melalui inpassing, pengangkatan pertama, perpindahan, dan penyetaraan,” ucapnya.(Jef)

KemenKopUKM Terus Perkuat Kompetensi SDM Pengawas Koperasi di Indonesia

Bandung:(Globalnews.id) Asisten Deputi Pengembangan SDM Perkoperasian dan Jabatan Fungsional Kementerian Koperasi dan UKM (KemenopUKM) Nasrun Siagian menegaskan bahwa dengan meningkatnya pemahaman dan kompetensi Pengawas Koperasi, maka akan berdampak terhadap pengawasan koperasi di Indonesia.

“Selanjutnya, akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap koperasi dan meminimalisir permasalahan yang akan terjadi. Untuk itu, peningkatan kompetensi mutlak diperlukan,” ucap Nasrun, pada acara Pelatihan Berbasis Kompetensi untuk Perkuat SDM Perkoperasian dan SDM Pengawas Koperasi, di Kota Bandung, Jawa Barat, beberapa hari yang lalu.

Pelatihan diikuti 120 orang secara luring dan daring, meliputi pelatihan bagi Pejabat Fungsional Pengawas Koperasi, Pelatihan SDM Koperasi yang difasilitasi melalui Standar Kompetensi Kerja Nasional (SKKNI), Pelatihan Coaching Bisnis Perkoperasian, serta Pelatihan Kualitas/Kapasitas Petugas Penyuluh Koperasi Lapangan (PPKL).

“Pelatihan berbasis kompetensi bagi SDM Perkoperasian dan SDM Fungsional Pengawas Koperasi sangat strategis bagi pengembangan perkoperasian,” kata Nasrun.

Bagi Nasrun, kegiatan ini merupakan kesempatan yang sangat baik untuk meningkatkan kompetensi, kapasitas, profesionalitas, dan integritas bagi Pengawas Koperasi.

“Pelatihan bagi Pengawas Koperasi ini diharapkan memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kompetensi pengawas koperasi yang disinyalir lemah selama ini,” ungkap Nasrun, seraya menyebutkan, jumlah Fungsional Pengawas Koperasi saat ini sebanyak 1.044 yang tersebar di seluruh Indonesia.

Lebih dari itu, lanjut Nasrun, kegiatan ini juga
untuk mewujudkan SDM perkoperasian yang berkualitas dan memiliki daya saing yang sesuai dengan SKKNI. Yaitu, relevan, valid, aceptable, fleksibel, dan mampu telusur bagi manager/kepala cabang koperasi.

Terkait pelatihan Coaching Bisnis Perkoperasian, diselenggarakan dalam rangka meningkatkan tata kelola kelembagaan dan usaha koperasi dengan peserta berasal bagi pengurus dan pengelola koperasi yang bergerak di sektor riil.

Sementara itu, KemenKopUKM memiliki PPKL yang merupakan garda depan dalam penyuluhan koperasi. “PPKL menjadi penting dalam pelaksanaan tugas dan tanggungjawab penyuluhan dan pemasyarakatan koperasi di masyarakat. Terlebih dalam era industri 4.0,” jelas Nasrun.

Ke depan, kata Nasrun, PPKL tidak hanya dituntut mendampingi dan mengawasi perkembangan koperasi mulai dari embrio hingga berdirinya koperasi, tetapi juga menjadi perantara koperasi dengan pasar potensial yang disesuaikan dengan jenis usaha koperasi,

Selain itu, PPKL juga harus dapat berperan sebagai Rebranding Ambassador dari koperasi guna menarik minat anak muda millenial untuk ikut terlibat secara aktif dalam membentuk suatu koperasi. “Ini yang nantinya mengubah wajah perkoperasian menjadi lebih menarik dan memenuhi kebutuhan anak muda,” kata Nasrun.

Sedangkan pelatihan terhadap SDM Perkoperasian dan Pembinanya (Pejabat Fungsional Pengawas Koperasi dan PPKL), diharapkan memberikan dampak positif terhadap pengembangan koperasi modern yang menjadi fokus program kegiatan KemenKopUKM.

“Peserta pelatihan diharapkan dapat segera mengaplikasikan ilmu yang didapatkan sesuai dengan tugasnya masing-masing, demi kemajuan koperasi di Indonesia,” ucap Nasrun.(Jef)

KemenKopUKM Sebut Pejabat Fungsional Merupakan Kunci Utama Keberhasilan Pengawasan Koperasi

Bogor:(Globalnews.id) – Peran Pejabat Fungsional Pengawas Koperasi sangatlah menentukan, dan menjadi kunci dalam pengawasan koperasi. Sehingga, diperlukan pelatihan sebagai langkah pengembangan kompetensi Pengawas Koperasi.

Hal itu diungkapkan Asdep Pengembangan SDM Perkoperasian dan Jabatan Fungsional, Kementerian Koperasi dan UKM, Nasrun, pada acara penandatanganan Kerjasama Pelatihan Bagi Pejabat Fungsional Pengawas Koperasi Tahun 2022, dengan Pusdiklatwas Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), di GIA Corporate University, Ciawi, Bogor, Jawa Barat, Jumat (25/3).

Bersama Kepala Pusdiklatwas BPKP Arief Tri Hardiyanto dan Asdep Pengawasan Koperasi selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM Suparyono, Nasrun melakukan penandatanganan Kerjasama MoU, dan PPK Menandatangani Kontrak dalam rangka Pelatihan Bagi Pengawas Koperasi.

“Pusdiklatwas BPKP dinilai Lembaga pelatihan yang kompeten dan satu-satunya lembaga pelatihan yang memiliki tipologi yang pas terkait Pelatihan bagi Pejabat Fungsional Pengawas Koperasi,” ungkap Nasrun.

Menurut Nasrun, kerjasama yang diawali tahun ini diharapkan dapat berlanjut ke tahun-tahun berikutnya. “Tahun ini, pelatihan bagi pengawas koperasi direncanakan akan diselenggarakan dalam lima angkatan di lima lokasi,” tukas Nasrun.

Dalam kesempatan yang sama, Arief menyampaikan terima kasih kepada Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM atas kepercayaan mengadakan pelatihan bagi pengawas koperasi di Pusdiklatwas BPKP.

“MoU antara Deputi Bidang Perkoperasian dengan Pusdiklatwas BPKP merupakan satu langkah yang penting untuk memulai kerjasama dalam pengembangan kompetensi Pengawas Koperasi,” ucap Arief.

Arief menambahkan, materi yang disampaikan kepada Pengawas Koperasi akan menyesuaikan dengan kebutuhan bagi pengawas koperasi dan organisasi.

Dan informasi yang disampaikan akan menjadi pengetahuan bagi Widyaiswara dan tim Pusdiklatwas dalam mempersiapkan materi pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan pengawas koperasi dan Kementerian Koperasi dan UKM. “Saya berharap kerjasama ini menjadi awal yang baik bagi kedua belah pihak,” tandas Arief.(Jef)