Jakarta:(Globalnews.id)- Sebagai salah satu bank milik negara yang menjadi motor penggerak implementasi keuangan berkelanjutan di Indonesia, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI berupaya proaktif mengedepankan prinsip keuangan berkelanjutan.
Salah satu langkah nyata mendukung penerapan keuangan berkelanjutan, BNI menerbitkan Green Bond berdenominasi Rupiah sebesar Rp5 triliun pada Juni 2022 untuk mendukung pembiayaan proyek-proyek ekonomi berkelanjutan dan telah memberikan dampak positif pada penurunan gas rumah kaca (GRK).
Alokasi yang diselaraskan dengan Green Bond Framework BNI terdiri dari 77,06%. Di mana 11,24% dialokasikan untuk kategori Energi Terbarukan, 61,77% untuk kategori Transportasi Berkelanjutan, dan 10,33% untuk kategori Bangunan Hijau.
Di samping itu, ada pula alokasi 15,26% untuk Sampah menjadi Energi dan Pengelolaan Sampah, serta 1,40% untuk Sumber Daya Alam dan Penggunaan Lahan Berkelanjutan, dari 10 Kategori yang tersedia di bawah Kerangka Obligasi Hijau, dan sisanya dialokasikan untuk kegiatan usaha berwawasan lingkungan (KUBL) lainnya.
Terkait transportasi berkelanjutan, melalui Light Rail Transit (LRT), BNI dapat berkontribusi pada penurunan 109.823 ton CO2 per tahun. Sementara itu, energi terbarukan dialokasikan oleh BNI melalui Solar Power Plants yang berkontribusi pada penurunan 3.037 ton CO2 per tahun.
Proyek Mini-Hydro Power Plants menurunkan 26.686 ton CO2 per tahun, dan Biogas Power Plants menurunkan 24.863 ton CO2 per tahun. BNI juga mengalokasikan Green Bond untuk bangunan hijau yang telah berkontribusi menurunkan 69.339 ton CO2 per tahun.
Tak berhenti di situ, alokasi juga digunakan untuk mengubah sampah menjadi energi dan pengelolaan sampah, di mana sebanyak 150.410 ton sampah per tahun telah didaur ulang.
Di luar itu, BNI mengalokasikan pembiayaan dari green bond untuk sumber daya alam dan penggunaan lahan berkelanjutan, bagi pengelolaan lahan seluas 314.387 hektare yang telah memiliki sertifikat FSC dan penanaman 31.269 pohon di Papua.
Corporate Secretary BNI Okki Rushartomo menyampaikan, perseroan tidak sekadar menyalurkan pembiayaan, tetapi juga lebih proaktif melakukan pemantauan hasil penurunan GRK dari pembiayaan yang bersumber dari green bond.
“Tentunya ini merupakan pencapaian yang cukup baik. Kami bertujuan mendorong lebih banyak proaktif dalam membantu pemerintah untuk mencapai net zero emission,” katanya.
Adapun Okki menjelaskan BNI telah melakukan penyesuaian metodologi perhitungan dalam hal klasifikasi sumber emisi untuk menghitung emisi khususnya scope 3 yang meliputi, perjalanan dinas darat, perjalanan dinas udara, dan emisi pembiayaan dengan mengadopsi metodologi dari PCAF.
Tidak hanya itu, BNI juga mulai menghitung emisi pembiayaan untuk debitur segmen menengah dan korporasi, yaitu sektor perkebunan, industri turunan produk perkebunan, pertambangan dan perdagangan komoditas, industri pengolahan, industri perdagangan, pulp and paper, konstruksi, hingga PLTU.
Di dalam peta jalan ESG, BNI akan menghitung emisi GRK Scope 1 dan 2 untuk seluruh kantor BNI hingga kantor cabang pembantu (KCP) di seluruh Indonesia, yang saat ini sedang dilakukan penyusunan pedoman dan format pengumpulan data sumber emisi agar ke depan perhitungan emisi dapat dilakukan lebih detail dan presisi.
“Semoga perekonomian akan tumbuh melalui masa transisi dan akan mengarah pada penggunaan energi baru terbarukan (EBT),” pungkasnya. (Jef)