Arsip Tag: Hilirisasi Pertanian

Factory Sharing Kakao di Jembrana Wujudkan Hilirisasi Produk Unggulan Daerah

Jembrana:(Globalnews.id) – Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) meresmikan Factory Sharing atau Rumah Produksi Bersama (RPB) khusus Komoditas Kakao di Kabupaten Jembrana, Bali, yang menjadi wujud nyata dukungan KemenKopUKM terhadap hilirisasi produk unggulan Bali, khususnya komoditas kakao atau cokelat di pasar ekspor.

Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengaku senang dan berbangga atas dibangunnya RPB pertama kali atau sebagai piloting di kawasan Jembrana.

KemenKopUKM menargetkan dapat membangun sebanyak 12 RPB di berbagai daerah. “RPB Jembrana ini piloting dan harus sukses, sehingga harapannya RPB bisa dibangun tiap tahunnya di Indonesia. Saya lihat secara langsung, RPB ini yang paling keren,” kata MenKopUKM Teten Masduki dalam acara Peresmian RPB Komoditas Kakao di Jembrana, Bali, Jumat (22/12/2023).

Diungkapkan Menteri Teten, ada dua tujuan pentingnya dibangun RPB. Pertama, produk UMKM rata-rata belum bisa memenuhi standardisasi industri, apalagi memiliki teknologi modern orang per orang. Hal itu mengapa RPB dibangun berdasarkan apa keunggulan komoditasnya. “Kalau membagikan alat sederhana, dikhawatirkan kualitas produk tak akan meningkat. Maka kita bangunkan pabrik bersama dengan alat-alat modern agar memenuhi standar pabrik,” ucapnya.

Tujuan yang kedua, Menteri Teten menyampaikan RPB menjadi kebijakan Pemerintah bahwa hilirisasi bukan hanya wilayah usaha besar tetapi juga melibatkan UMKM seperti kakao dari Jembrana yang berkualitas dunia. “Kita nggak boleh lagi ekspor komoditas yang masih raw material atau mentah. Kalau masih seperti itu ya tidak berubah sejak zaman kolonial. Zaman VOC ekspor kakao maupun rempah-rempah mentah, sekarang harus dikirim dalam bentuk setengah jadi atau barang jadi. Kakao salah satu unggulan komoditasnya,” katanya.

Menteri Teten menegaskan, Pemerintah terus mendorong Bali menjadi daerah unggulan untuk ekspor produk kakao. Kakao Bali sudah mendapatkan keunggulan di pasar ekspor. Meskipun sebagai produsen kakao utama, namun produk ini belum dapat menciptakan nilai tambah dan brand dunia.

“Industrialisasi atau hilirisasi untuk komoditas cokelat harus segera diimplementasikan secara cepat dan terintegrasi, guna menjawab tantangan ini,” katanya.

Tak hanya itu, MenKopUKM juga sangat setuju, jika RPB bisa diintegrasikan dengan potensi lahan para petani dengan membangun corporate farming dalam skala ekonomi, membangun sistem ekonomi dari hulu ke hilir. Di Jembarana, potensi lahan petani kakao mencapai 5.000 hektare yang mengonsolidasikan para petani berlahan sempit.

Dari hilir ada RPB, di hulu KemenKopUKM siap membantu dengan menyiapkan bisnis modelnya berbadan hukum melalui koperasi multipihak, dan dibantu dari sisi pembiayaan oleh LPDB-KUMKM. Sementara kendala pembibitan ada pada kewenangan Kementerian Pertanian (Kementan), yang ke depan bisa untuk saling dikerjasamakan.

“Dengan begitu, kita setuju menjadikan Jembrana sebagai modeling corporate farming dari hulu ke hilir. Maka, penting bagi daerah untuk punya keunggulan produk komoditasnya masing-masing. Jika semua sistem ini terbentuk, Jembrana menjadi daerah hilirisasi kakao, yang menarik menjadi potensi wisata,” kata Menteri Teten.

Selanjutnya, KemenKopUKM ingin menjadikan Bali sebagai hub produksi dan branding produk-produk dari Kawasan Indonesia Timur, antara lain melalui Pembangunan Smesco Hub Timur dan RPB Komoditas Cokelat di Jembrana ini.

Pembangunan RPB ini merupakan usaha dari Pemerintah melalui Dana Tugas Pembantuan KemenKopUKM, sebagai salah satu langkah hilirisasi berbasis koperasi dan UMKM. Langkah ini diharapkan, mampu menciptakan transformasi lapangan kerja yang berkualitas, mengatasi ketidaksetaraan, serta memperkuat struktur industri nasional.

Berbagai tahapan telah dilakukan dalam mendukung proses pembangunan Rumah Produksi Bersama dan mendorong terjalinnya kerja sama dari berbagai pihak, sehingga UMKM lokal semakin kreatif dalam menciptakan produk-produk sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman, menghasilkan produk yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

“Saya berharap, adanya RPB ini, para pelaku UMKM dapat menghasilkan produk kakao yang bernilai tinggi dan berkualitas mutu baik, serta berdaya saing, sehingga dapat meningkatkan produk hilirnya hingga ke pasar ekspor,” ucap Teten.

Terkait hal ini, Bupati Jembrana I Nengah Tamba berterima kasih atas dukungan KemenKopUKM melalui pembangunan RPB Jembrana komoditas kakao. “Adanya pembangunan RPB ini kami tidak ingin sekadar gagah-gagahan saja, tetapi menjadi proses belajar bagaimana petani kakao Jembrana bisa berkembang dan sukses. Karena kakao menjadi tulang punggung masa depan petani kakao di Jembrana,” katanya.

Adanya RPB tersebut, membantu petani kakao di sektor hilir, sementara di sektor hulu, Jembrana masih menghadapi kendala dari sisi pembibitan. Tersisa sebanyak 5.000 lahan kakao yang masih harus dibantu dari sisi pembibitan. “Kami masih kekurangan bibit dan menata manajemen, perlu belajar manajemen RPB ke depannya agar lebih baik,” kata Nengah.

Selain itu, dari sisi infrastruktur, ia berharap pembangunan jalan tol Denpasar-Jembrana nanti semakin membuka pasar bagi produk-produk asli Jembrana. Ia pun berharap, agar ke depan Jembrana bisa memiliki julukan sebagai Kota Kakao atau Kota Cokelat sebagai branding Jembrana.(Jef)

MenKopUKM: Hilirasi Bawang Merah Jadi Solusi Jitu Tingkatkan Kesejahteraan Petani Brebes

Brebes:(Globalnews.id)- Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengatakan hilirisasi bawang merah dengan menciptakan produk turunan seperti bawang goreng, bawang krispy, tepung bawang merah hingga pasta menjadi salah satu solusi utama untuk mendorong kesejahteraan para petani dan UKM di Brebes.

MenKopUKM Teten Masduki dalam Diskusi dengan Koperasi Pemasaran Unit Desa (KPUD) Wanasari dan PT Sinergi Brebes Inovatif di Brebes, Jawa Tengah, Minggu (17/9) mengatakan dengan hilirisasi, petani akan mendapatkan nilai tambah dan jaminan harga dari produk yang dihasilkan saat musim panen raya.

“Kalau kita tidak mengolah hasil pertanian yang sangat dipengaruhi oleh musim, maka kita nggak pernah bisa membangun kesejahteraan petani, kita juga tidak pernah bisa menyetabilkan suplai pangan selama setahun penuh karena harga fluktuatif,” ujar MenKopUKM.

Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) pun mendorong Pemerintah Kabupaten Brebes untuk meningkatkan program hilirisasi produk bawang merah yang merupakan komoditas unggulan di Brebes, Jawa Tengah. Program hilirisasi ini dimaksudkan untuk menjaga stabilitas harga dan inflasi bawang merah di sepanjang tahun.

Menteri Teten juga menyatakan pentingnya menjaga pasokan dan produksi bawang merah secara nasional. Sebab selama ini bawang merah menjadi salah satu penyumbang inflasi terbesar saat musim paceklik. Namun sayangnya di saat musim panen raya, harga di pasaran jatuh sehingga petani tidak pernah mendapatkan keuntungan yang memadai.

“Untuk meningkatkan kesejahteraan petani bawang merah di sini, maka perlu bagi petani untuk terkonsolidasi dalam sebuah koperasi, ini diperlukan sebagai jalan tengah dari produktivitas yang masih rendah karena luasan lahan tanam yang mayoritas masih kecil,” kata Menteri Teten.

Menteri Teten meyakini dengan bersatu dalam wadah koperasi, para petani bawang merah akan lebih mudah mendapatkan akses pembiayaan hingga kemudahan mendapatkan akses pasar. Di mana koperasi akan berperan sebagai offtaker sehingga hasil panen para petani bisa langsung dibeli oleh koperasi.

“Ini tidak bisa kita lakukan sendiri-sendiri kalau lahan kita di bawah 2 hektare, harus dikonsolidasikan dalam skala usaha yang luas melalui koperasi agar skala produksi besar dan lebih efisien. Kita tidak boleh lagi membiarkan petani perorangan, kita bisa membangun corporate farming meski tanah sempit melalui koperasi,” ucap Menteri Teten.

Menteri Teten menambahkan pihaknya siap membantu memasarkan produk olahan bawang merah dari KPUD Wanasari di pasar domestik atau pasar luar negeri. Untuk lebih mendorong minat pembeli, Menteri Teten juga meminta agar KPUD Wanasari agar membuat olahan dalam varian lainya seperti bawang merah slice. Menurutnya pangsa pasar bawang merah slice sangat besar terutama untuk hotel, restoran, dan kafe (Horeka).

“Menurut saya yang perlu kita perbesar bukan lagi bawang goreng tapi bentuk pasta untuk bumbu atau bentuk slice yang bisa disimpan dalam jangka panjang, sebab pengguna besar yang kita sasar adalah Horeka,” kata MenKopUKM Teten Masduki.

Menteri Teten juga menyatakan siap memberikan dukungan kepada KPUD Wanasari berupa pembiayaan untuk tambahan modal kerja yang disalurkan melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM).

“Konsep kita sudah benar sebagaimana telah dipraktikkan di India. Koperasi perlu membeli secara tunai ke petani sehingga kita perlu memperkuat pembiayaan di koperasi dengan menggunakan dana dari LPDB,” kata MenKopUKM Teten Masduki.

Sementara itu Anggota Komisi VI DPR RI Haris Turino mengapresiasi dukungan dari pemerintah khususnya KemenkopUKM terhadap upaya menyejahterakan petani dan UKM di Brebes melalui konsep corporate farming. Menurutnya, ide menyatukan petani-petani bawang merah dengan lahan sempit dalam wadah koperasi menjadi solusi konkret untuk meningkatkan daya tawar terhadap produknya.

Melalui koperasi yang menjadi offtaker dari produk bawang merah akan memberikan kepastian pasar. Di sisi lain koperasi bisa menjadi lembaga pengembangan produk bawang merah sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi para anggota yang merupakan para petani kecil.

“Ide Pak Menteri untuk membangun ekosistem ini bagus sekali, harapannya agar petani tetep bertani tetapi hasilnya 100 persen dibeli koperasi, di mana koperasi ini dimiliki para petani tadi,” ujar Haris.

DPR RI, kata Haris, siap mendorong lebih banyak kemitraan yang bisa dibangun oleh KPUD Wanasari dan koperasi lainnya di Indonesia dengan BUMN. Sebagai mitra BUMN, Haris akan mendorong para BUMN untuk memanfaatkan program CSR (corporate social responsibility) untuk mendukung upaya hiliriasasi produk pertanian agar bisa menopang program ketahanan pangan nasional.

“Tidak mungkin KemenkopUKM ini bekerja sendiri, maka perlu ada sinergi. Tadi ada LPDB, ada BI, dan DPR komisi VI yang juga merupakan mitra BUMN kami akan dorong mereka bisa memberikan program CSR-nya. Ini luar biasa, jadi negara benar-benar hadir bagi orang kecil,” kata Haris.

PJ Bupati Brebes Urip Sihabudin menambahkan komoditas bawang merah menjadi andalan bagi perekonomian di Kabupaten Brebes. Produk olahan bawang merah yang dihasilkan para petani dan UKM di wilayahnya sudah di ekspor ke Singapura dan Arab Saudi. Namun akibat pandemi COVID-19, saat ini permintaan pasar luar negeri anjlok dan belum pulih seperti sebelumnya.

“Yang sudah jalan untuk ekspor yaitu pasta ke Arab Saudi terutama saat musim haji. Produk UKM kita selama ini juga sudah dipasarkan ke minimarket,” ulas Urip.

Kendala yang dihadapi oleh para petani saat ini selain akses pupuk, benih, hingga akses pasar adalah pengemasan untuk produk olahan yang masih harus dilakukan di Jawa Timur. Dia berharap ada dukungan dari pemerintah agar permasalahan packaging bisa dikerjakan sendiri oleh koperasi atau UKM di wilayahnya.

“Selain kendala di hulu juga ada di hilir, yang mana kemasan masih dari Jawa Timur, kami berharap bisa membeli alat kami sendiri dengan membuat rumah kemasan, mohon membantunya untu kelompok kami,” kata Urip.

*Bantuan Pembiayaan*

Dalam acara diskusi ini, juga dilakukan penyerahan dukungan pembiayaan secara simbolis dari LPDB-KUMKM yang merupakan Badan Layanan Umum (BLU) KemenKopUKM kepada KPUD Wanasari sebesar Rp1,08 miliar Pembiayaan ini diberikan sebagai wujud nyata dukungan KemenKopUKM melalui LPDB-KUMKM terhadap pengembangan koperasi yang fokus pada upaya hiliriasasi bawang merah tersebut.

Direktur Utama LPDB-KUMKM Supomo mengatakan pembiayaan yang diberikan tersebut sebagai yang perdana untuk mendukung program hilirisasi komoditas bawang merah. Kedepan pihaknya siap memberikan dukungan pembiayaan lainnya untuk investasi berupa penyediaan alat produksi atau lainnya.

“LPDB juga bisa menyiapkan pendanaan untuk modal kerja dan untuk investasi, kita bisa indirect loan kepada PT Sinergi Brebes Inovatif melalui koperasi di Wanasari ini,” ujar Supomo.

Ketua KPUD Wanasari Jauhari mengapresiasi dukungan dalam upaya optimalisasi hasil produk pertanian bawang merah dari KemenkopUKM dan LPDB-KUMKM serta Bank Indonesia. Saat ini pihaknya sedang mengupayakan untuk menciptakan produk turunan bawang merah dalam bentuk tepung.

Menurut Jauhari, dari hasil uji coba produksi tepung bawang merah yang telah dilakukan ternyata peminat dari luar negeri terutama Uni Eropa sangat besar. Namun sayangnya KPUD Wanasari bersama PT Sinergi Brebes Inovatif terkendala oleh peralatan yang digunakan untuk memproduksi tepung bawang merah.

“Kami butuh bantuan dari pemerintah terutama untuk kebijakan yang mendukung kami seperti kebijakan pupuk murah, kebijakan pemasaran. Tapi kami juga butuh mesin untuk pembuat tepung bawang sebab Uni Eropa apa-apa sekarang membutuhkan dalam bentuk tepung,” ucap Jauhari.(Jef)

MenKopUKM: Hilirisasi Komoditas Unggulan Daerah Perluas Lapangan Kerja

Palangkaraya:(Globalnews.id)- Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menegaskan hilirisasi komoditas unggulan daerah menjadi salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas dan memperluas lapangan kerja.

MenKopUKM Teten Masduki saat memberikan sambutan dalam acara opening ceremony dan harvesting Gernas BBI dan BBWI di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Jumat, (14/7), mengatakan pada tahun 2045, Indonesia diprediksi menjadi negara maju, dimanaa pendapatan perkapita harus tumbuh minimum mencapai 12.000 dolar AS, dari yang sebelumnya 4.500 dolar AS.

“Sekitar 97 persen lapangan kerja terserap pada segmen usaha mikro di sektor informal, karena itu kita diminta Presiden agar segera melakukan hilirisasi, selain mineral. Dengan melakukan hilirisasi berbasis perkebunan, pertaninan, dan kelautan, yang juga melibatkan koperasi dan UMKM, maka akan melahirkan lapangan kerja yang lebih berkualitas,” kata MenKopUKM.

Menteri Teten mengungkapkan, Indonesia kaya akan keunggulan domestiknya, sebagai contoh di Kalimantan, ada 10.000 ton rotan per bulan yang hingga saat ini baru terserap ke dalam industri furnitur sebesar 1.000 ton.

Selain itu juga terdapat tanaman obat-obatan lainnya yang bisa dimanfaatkan sebagai ekstrak untuk kebutuhan industri farmasi.

“Jika komoditas unggulan daerah bisa dihilirisasi dengan baik, ini akan membuka lapangan kerja. Jadi nanti kita akan bekerja sama dengan kepala daerah untuk menghadirkan investor, termasuk mengembangkan inovasi produknya,” kata Menteri Teten.

Menteri Teten menyatakan optimisme, Indonesia bisa menjadi negara maju, dengan kesejahteraaan yang meluas dan merata.

*Gernas BBI dan BBWI Kalteng*

Menteri Teten menambahkan, suksesnya program Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) dan Gerakan Bangga Berwisata di Indonesia (Gernas BBWI) menjadi pemantik dalam menumbuhkan semangat bukan hanya bagi kementerian/lembaga dan BUMN dalam mengalokasikan belanja APBN 40 persen namun juga meningkatkan penggunaan produk lokal di kalangan masyarakat.

“Peran pemerintah daerah sangat strategis dalam mendukung suksesknya Gernas BBI dan Gernas BBWI. Dengan begitu kita bisa semakin optimistis ekonomi Indonesia semakin kuat, karena konsumsi masyarakat dalam penggunaan produk lokal meningkat, juga belanja pemerintah,” ujar Menteri Teten.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan, Gernas BBI dan BBWI menjadi upaya untuk membangun Indonesia yang kuat dan berdaya saing di kancah internasional.

“Dengan membangkitkan semangat kebanggaan produk Indonesia dan pariwisata di tanah air, kita perkuat fondasi pembangunan ekonomi, menjaga keberlanjutan lingkungan, dan memperkuat indentitas sebagai bangsa yang kreatif dan berbudaya,” kata Sandiaga Uno.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menambahkan, dalam upaya memajukan ekonomi bangsa, peran serta UMKM tak bisa dilepaskan, sehingga ke depan diperlukan peningkatakan kapasitas, inovasi, dan kreasi pelaku UMKM.

“Inovasi dan kreativitas perlu untuk memajukan ekonomi bangsa dan UMKM. Hal ini bertujuan agar produk unggulan kita bisa bersaing dan kita pasarkan secara nasional bahkan internasional,” kata Perry Warjiyo.

Senada disampaikan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah Edy Pratowo yang mengatakan, saat pandemi COVID-19, aktivitas perekonomian sempat terkendala. Hadirnya kegiatan Gernas BBI dan BBWI diharapkan dapat membangkitkan perekonomian di Provinsi Kalimantan Tengah.

“Potensi yang dihadirkan Gernas BBI dan BWI luar biasa. Kami berharap ajang ini dapat terus berlanjut lewat dukungan berbagai pihak, terutama dari Pemerintah Pusat untuk bisa terus memotivasi dan mendukung UMKM di wilayah kami,” kata Edy Pratowo.(Jef)

Sambut Harkopnas, MenKopUKM Tekankan Koperasi Harus Jadi Bagian Hilirisasi Nasional

Jakarta:(Globslnews.id) – Dalam menyambut Hari Koperasi Nasional (Harkopnas) 2023, Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) menekankan, koperasi harus menjadi bagian dari agenda besar Pemerintah untuk meningkatkan perekonomian rakyat melalui hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) terutama hilirisasi sumber daya mineral, pertanian, dan perkebunan.

“Koperasi harus menjadi bagian dari program hilirisasi nasional. Untuk nikel misalnya, di sektor hilir, koperasi bisa ikut dalam produksi di hilir seperti bahan piring, sendok, pisau, maupun produk kesehatan yang bahan bakunya dari nikel,” kata MenKopUKM Teten Masduki dalam acara perayaan Hari Koperasi Nasional (Harkopnas) di Jakarta, Rabu (12/7).

Selain itu, saat ini KemenKopUKM juga sedang mengembangkan pabrik Minyak Makan Merah di beberapa provinsi berbasis sawit. Pabrik tersebut sepenuhnya dimiliki para petani sawit anggota koperasi. Dengan pabrik itu, hilirisasi produk dapat dilakukan. Petani sawit tidak lagi hanya menjual Tandan Buah Segar (TBS), namun menikmati nilai tambah dari produk akhir yakni minyak makan merah tersebut.

Pemerintah kata Menteri Teten, juga terus mengupayakan peningkatan ekosistem koperasi. Selain pengembangan minyak makan merah melalui koperasi petani sawit, KemenKopUKM juga mendorong terciptanya korporatisasi petani dan nelayan melalui koperasi.

“Kami juga memiliki program SOLUSI nelayan, hingga pembangunan rumah produksi bersama dengan koperasi sebagai pengelolanya,” ujarnya.

SDA lainnya yang berpotensi dihilirisasi adalah bambu. Saat ini, di dunia tengah didorong penggunaan bambu untuk menggantikan kayu karena dinilai lebih ramah lingkungan.

“Di Nusa Tenggara Timur (NTT) ada sekitar 40 ribu hektare bambu, potensi ini juga akan kita coba hilirisasi. Komoditas unggulan di wilayah lain harus dikembangkan dengan cara demikian. Koperasi bekerja di hulu dan hilir, sehingga nilai tambah tinggi dan manfaat ke anggota juga meningkat,” kata Teten.

Pemerintah, saat ini fokus pada pengembangan koperasi sektor riil guna membangun ekonomi anggota dan masyarakat yang lebih luas. Dari sisi peluang, koperasi sektor riil ini juga memiliki banyak potensi mulai dari pertanian, peternakan, perikanan, perdagangan, jasa, pariwisata, dan banyak macam usaha lainnya.

Setiap wilayah, kota/kabupaten di Indonesia pasti memiliki potensi unggulan seperti komoditas, kerajinan, destinasi wisata, atau lainnya. “Koperasi sektor riil harus menjadi pemain utama dalam potensi unggulan tersebut. Tujuannya agar manfaat dan nilai tambah yang dihasilkan dapat sebesar-besarnya terdistribusi kembali ke anggota dan masyarakat di wilayah tersebut,” ucap MenKopUKM.

Dalam menangkap peluang tersebut, tahun ini KemenKopUKM pun telah membangun tujuh rumah produksi bersama untuk menjadi tempat maklon, sehingga kperasi dan UMKM didorong menjadi supply chain industri baik di dalam maupun luar negeri.

Di Garut, Jawa Barat, telah dibangun rumah produksi bersama untuk industri kulit senilai Rp12 miliar. Diharapkan produksi kulit dalam negeri tidak kalah dengan merek terkenal dunia.

“Koperasi dalam pengelolaan hilirisasi merupakan hal fundamental. Sehingga jika berbicara industrialisasi, maka bukan hanya milik usaha besar tetapi koperasi dan UMKM bisa menjadi bagian dari industri yang ada,” kata MenKopUKM.

Terkait agenda besar Indonesia di tahun 2045 menuju negara maju, dalam RPJMN yang sudah disusun, pendapatan per kapita minimum harus mencapai 14.000 ribu dolar Amerika Serikat (AS). Saat ini, masih berada di angka 4.500 dolar AS per kapita.

“Bagaimana mengubah 4.500 dolar AS menjadi 12.000 dolar AS per kapita? Salah satunya harus meningkatkan kualitas pekerja atau SDM, misalnya dengan melibatkan usaha mikro di sektor hilirisasi,” ucapnya.

Untuk itu kata Menteri Teten, dibutuhkan dukungan kebijakan selain fiskal, juga dibutuhkan dukungan moneter, dengan anggaran yang besar. “UMKM butuh untuk memodernisasi usahanya, perlu membangun pabrik-pabrik bersama. Saat ini ada regulasi untuk menyalurkan pembiayaan hingga 30 persen untuk UMKM, namun saat ini baru mencapai 21 persen jadi harus dioptimalkan,” katanya.(Jef)

Agripreneur Dorong Berkembangnya Hilirisasi Pertanian Sekaligus Ciptakan Wirausaha Unggul

Bogor:(Globalnews.id) – Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menegaskan Indonesia memiliki keunggulan dari sektor pertanian dan keunggulan ini perlu dikembangkan lebih lanjut, salah satunya melalui penciptaan wirausaha berbasis agrikultur yang diberi nama agripreneur yang berpotensi mendorong berkembangnya hilirisasi pertanian sekaligus menciptakan wirausaha unggulan.

“Kita bisa menciptakan lapangan kerja berkualitas dengan menghadirkan entrepreneur baru dengan produk berbasis riset. Selain membangun infrastruktur, modernisasi birokrasi, SDM, pembangunan demokrasi, dan paling penting Indonesia perlu menyiapkan entrepreneur,” ucap MenKopUKM Teten Masduki dalam acara Entrepreneur Hub Dialog Interaktif MenKopUKM bersama Agripreneur di Bogor, Jawa Barat, Senin (10/7).

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap PDB pada triwulan I 2023 sebesar 11,8 persen, dengan tren pertumbuhan yang positif sebesar 4,73 persen per kuartal.

Selain itu, Global Food Security Index (GFSI) mencatat bahwa indeks ketahanan pangan Indonesia tahun 2022 berada di peringkat 69 dari 113 negara dengan mengalami peningkatan di level 60,2 atau naik 1,69 persen dibandingkan tahun 2021.

Lebih lanjut, Menteri Teten menambahkan bahwa saat ini pihaknya membidik persentase entrepreneur sebanyak 3,47 persen. Menurutnya untuk menjadi negara maju, persentase wirausaha sebuah negara minimal harus mencapai 4 persen.

Dalam hal ini, menurutnya Indonesia harus berhasil mencetak 1 juta wirausaha agar dapat mencapai persentase yang ditargetkan.

“Kita harus memikirkan bagaimana caranya mencetak 4 persen entrepreneur baru ini karena kita membutuhkan sekitar 1 juta lagi entrepreneur baru. Maka kita ingin menggandeng kampus sebagai pabrik entrepreneur salah satunya IPB. Supaya pebisnis baru memulai dengan inovasi produk yang berbasis riset dan teknologi,” kata Menteri Teten.

Salah satunya langkah nyata yang dapat dikembangkan terkait agripreneur yaitu bersama dengan IPB University. Kolaborasi ini difokuskan pada pentingnya inovasi dan pertumbuhan berkelanjutan dalam memajukan industri agribisnis serta mendukung perkembangan agripreneur.

Melalui kolaborasi bersama dengan IPB melalui STP-IPB diharapkan dapat tercipta langkah-langkah untuk menjawab berbagai tantangan terkait ketahanan pangan, penciptaan nilai tambah melalui pengembangan produk olahan baru. Pengemasan yang menarik, dan pemasaran yang cerdas berbasis teknologi. Misalnya menjadi produk perawatan kulit, produk kesehatan, dan minyak atsiri.

Para peserta yang tergabung dalam Entrepreneur Hub Agripreneur diharapkan dapat terus mengembangkan diri dan mendapatkan pendampingan pengembangan usaha dari IPB melalui STP-IPB. Sehingga dalam beberapa waktu ke depan, para agripreneur tersebut usahanya dapat naik kelas.

Di tempat yang sama, Wakil Walikota Bogor Dedie A. Rachim menambahkan, Bogor tercatat memiliki 76 ribu UMKM. Namun, yang terdaftar secara resmi untuk mengurus perizinan baru mencapai sekitar 1.000 UMKM.

Menurutnya, saat ini dibutuhkan wirausaha yang terdaftar secara resmi guna ikut meningkatkan pertumbuhan ekonomi Bogor. Dia berharap acara ini bisa menjadi jawaban untuk mengatasi persoalan tersebut.

“Semoga acara ini akan semakin meningkatkan pertumbuhan wirausaha di Bogor,” ujar Dedie.

Sementara itu, Rektor IPB University Arif Satria mengatakan bahwa sebanyak 43 persen mahasiswa baru di IPB berminat untuk menjadi wirausaha. Untuk mewujudkan mimpi para mahasiswa ini, pihaknya menyiapkan berbagai program agar IPB dapat menjadi inkubator yang mampu melahirkan wirausaha baru di Indonesia.

“Kita akan bina para mahasiswa ini melalui berbagai program yang kami kembangkan. Salah satunya Science Techno Park ini yang kami gunakan untuk mengembangkan teknologi, tempat untuk riset, start up center, dan lainnya,” ucap Arif.(Jef)