Arsip Tag: Kearifan lokal

MenkopUKM Berharap KKN-PPM UGM Fokus Optimalkan Ekonomi Berbasis Kearifan Lokal

Yogyakarta:(Globalnews.id) – Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki berharap program pengabdian masyarakat Universitas Gajah Mada (UGM) lebih difokuskan untuk mengoptimalkan sektor ekonomi yang berbasis keunggulan lokal dalam sektor pertanian, perikanan, peternakan, dan perkebunan, hingga memperkuat hilirisasi.

“Nanti, di desa-desa, para mahasiswa akan bertemu dengan para pelaku UMKM seperti perajin, pedagang warung, petani kecil, dan sebagainya. Saya berharap para mahasiswa bisa membantu dalam pengembangan usaha mereka,” kata MenkopUKM, Teten Masduki, pada acara Penerjunan KKN-PPM UGM Periode 2 Tahun 2023, di Yogyakarta, Jumat Sore (23/6).

Di depan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, Rektor UGM Prof Ova Emilia, dan sekitar 7.700 mahasiswa UGM peserta KKN-PPM, Menteri Teten mengajak para mahasiswa untuk mulai belajar menjadi wirausaha.

“Untuk mewujudkan Roadmap Besar 2045 Indonesia menjadi negara maju dan lima kekuatan ekonomi dunia, rasio kewirausahaan harus minimal 4 persen dari total jumlah penduduk,” ucap MenkopUKM.

Saat ini, rasio kewirausahaan Indonesia baru mencapai 3,47 persen. Bandingkan dengan Singapura yang sudah menembus level 8,6 persen, Malaysia dan Thailand sudah di atas 4 persen. Bahkan, negara-negara maju lainnya sudah berada di angka 12 persen.

“Melalui KKN-PPM ini, mahasiswa bisa terinspirasi pengembangan ide bisnis baru atau mengagregasi usaha-usaha kecil dengan membangun plattform aplikasi usaha,” kata Menteri Teten.

Terlebih lagi, saat ini, banyak negara sedang berlomba mencari keunggulan domestiknya untuk dikembangkan. “Para mahasiswa memantau hal itu di lapangan, apa keunggulan domestik di wilayah KKN-PPM masing-masing,” kata MenkopUKM.

Sementara Prof Ova Emilia menyatakan bahwa pihaknya berkomitmen agar mahasiswa UGM memiliki perhatian tinggi kepada masyarakat. “Program kebanggaan kami ini bukan hanya pengabdian, tapi juga pengembangan karakter agar memiliki jiwa empati yang tinggi,” kata Prof Ova.

Lebih dari itu, program KKN-PPM ini juga merupakan kiprah UGM untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Diantaranya, menurunkan tingkat kemiskinan di kalangan masyarakat, hingga membangun karakter kebangsaan.

“Lewat program ini juga kami berharap para mahasiswa peserta KKN-PPM mampu membuat kajian-kajian sekaligus memberikan solusi terbaik,” ucap Prof Ova.

Dalam kesempatan yang sama, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X berharap mahasiswa melalui KKN-PPM bisa menambah ilmu pengetahuan, membantu, dan berdialog dengan masyarakat yang ada di desa-desa.

“Ini harus bisa memunculkan aspirasi dari masyarakat dan mendorong mahasiswa mengerti persoalan yang sedang dihadapi masyarakat,” kata Sri Sultan. (Jef)

Spice and Rice Festival, Side Event G20 Mengusung Kearifan Lokal untuk Keberlanjutan Global

Jakarta:(Globalnews.id)- Dalam rangka pengajuan “Jalur Rempah” sebagai warisan dunia _(world heritage)_ ke UNESCO, Yayasan Negeri Rempah bersama Yayasan Taut Seni menyelenggarakan *Spice & Rice Festival pada 11-16 November 2022 di Bali Collection, ITDC, Nusa Dua, Bali*. Festival ini merupakan bagian dari _side event_ forum pertemuan antar Kepala Negara G20 di Nusa Dua, Bali, yang dikoordinasikan oleh Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM).

Selaras dengan tema side event G20 yaitu “Local Wisdom for Global Sustainability”, _Spice and Rice Festival_ akan mempromosikan kekayaan rempah dan beras Nusantara di dalam rangka mendorong bergeraknya komunitas masyarakat dan pelaku usaha kecil Indonesia untuk meningkatkan peluang kemajuan ekonomi rakyat.

Indonesia adalah negeri kepulauan yang terletak di khatulistiwa beriklim tropis memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (baik di darat dan laut) yang menjadikan Nusantara surga pangan yang tiada habisnya. Salah satunya adalah beras, sumber pangan yang telah dibudidayakan manusia Nusantara sejak zaman Neolitikum. Setidaknya 8.000 jenis padi tumbuh di Nusantara (Rigg, 2002).

Begitu pula dengan rempah. Dari 400-500 jenis tumbuhan yang digunakan sebagai rempah dalam skala dunia, setidaknya 275 jenis rempah merupakan endemik Nusantara (Prosea, 1999). Rempah bukan sekadar bumbu penambah cita rasa makanan; juga merupakan bahan utama obat-obatan. Tak pelak, beras dan rempah menjadi komoditas penting yang menjadi mata perdagangan Nusantara dari masa ke masa.

Berkah pangan inilah yang senantiasa disyukuri dan dirayakan oleh seluruh masyarakat Nusantara, dalam berbagai tradisi dan wujudnya. Rempah dan beras hampir selalu ada dalam berbagai ritus kehidupan: kelahiran, perkawinan, kematian, sebagai penolak bala bahkan penyucian diri.

Tradisi masyarakat Nusantara tak bisa dilepaskan dari pangan karena bagaimana mereka menjaga dan mengolah pangan merupakan seni kehidupan _(art of life)_ itu sendiri. Seiring dengan jaman yang berubah, pandemi global Covid-19 menjadi momentum yang menyadarkan kita bahwa ada rantai pengetahuan yang harus dijaga keberlanjutannya, salah satunya adalah kekayaan kosa rasa pangan yang kita miliki.

Untuk menghormati dua warisan alam dan budaya Indonesia yaitu rempah dan beras yang telah diakui dunia, Spice and Rice Festival ini hadir di tengah perhelatan G20.

“Kami ingin menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia memiliki nilai-nilai budaya yang layak dikontribusikan bagi dunia untuk mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan nutrisi yang lebih baik, serta mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan yang inklusif, berkesetaraan dan berkeadilan bagi semua,” ujar Kumoratih Kushardjanto, ketua Yayasan Negeri Rempah.

Andar Manik dari Yayasan Taut Seni menambahkan nilai-nilai yang direpresentasikan melalui produk-produk pilihan yang dipamerkan dalam kegiatan ini tidak terbatas pada pangan saja, tetapi juga beragam ekspresi budaya seperti kesenian yang lahir dari tradisi daerah-daerah penghasil beras dan rempah, baik dari pesisir maupun pedalaman.

Selama enam hari ke depan, _Spice and Rice Festival_ akan menyelenggarakan *‘Jamuan Negeri Rempah’* (tradisi makan bersama khas Indonesia) dan *‘Hidangan Rempah’* (tradisi kuliner daerah-daerah penghasil rempah dan beras). Jamuan makan yang menghadirkan sensasi tradisi makan bersama dari beberapa daerah di Indonesia diisi dengan _megibung_ (Bali), _bajamba_ (Minangkabau), _bedulang_ (Belitung), _botram_ (Jawa Barat), _tumpengan_ (Jawa), _rimo-rimo_ (Maluku Utara), serta tradisi makan bersama dari Bone (Sulawesi Selatan).

Selain jamuan makan bersama khas Indonesia, akan hadir pula hidangan rempah asal India dan Timur Tengah yang menunjukkan jejak keterhubungan budaya yang terbentuk dari jalur rempah dari masa ke masa.

Festival ini juga akan menghadirkan *‘Warung Jamu’*, *‘Pasar Makanan’* (food fair), serta kedai *‘Lisoi’* yang mengangkat aneka minuman fermentasi lokal seperti tuak dan arak, serta produk fermentasi lainnya termasuk kretek. Jaringan komunitas pelaku UKM turut pula menghangatkan suasana secara gotong-royong melalui *‘Pasarempah Tumpah’* (pasar produk pangan/non-pangan dan makanan/minuman siap saji yang berkaitan dengan tradisi/budaya dari daerah penghasil beras dan rempah), *‘Toko Kelontong’* (toko aneka produk titipan para pelaku usaha kecil yang berasal dari luar Bali), hingga workshop singkat yang memperkenalkan beragam produk budaya dari rempah dan beras.

Pameran Mini akan menampilkan peta Jalur Rempah dan peta sebaran rempah yang dapat memberikan gambaran singkat tentang jejak perdagangan rempah Nusantara. Tak ketinggalan, pelaku seni tradisi dari beberapa daerah di Indonesia turut tampil meramaikan festival. “Kami ingin menghadirkan kembali spirit kebersamaan yang melekat pada tradisi Nusantara melalui pangannya,” ucap Kumoratih.(Jef)