Arsip Tag: Kriyanusa

Agregator Diharapkan Mampu Perluas Pasar Kriya dan Home Decor Hingga Go Global

Jakarta:(Globalnews.id) – Agregator diharapkan mampu berperan penting dalam mendongrak bisnis UMKM hingga naik kelas termasuk dalam mendorong akses pembiayaan, juga menghubungkan UMKM ke pasar yang lebih luas bahkan hingga go global.

Salah satunya di sektor kriya dan home decor, fungsi agregator menjadi pendukung UMKM di sektor tersebut sangat diperlukan agar produk UMKM dapat diterima di pasar mancanegara. Namun sayang, selama ini keberadaan agregator khususnya untuk kriya dan home decor masih belum optimal.

Suzana Teten Masduki mewakili Bidang Pendanaan Dekranas (Dewan Kerajinan Nasional) mengatakan, sektor kriya menjadi salah satu pilar perekonomian nasional yang bertahan dan menjadi penopang termasuk saat pandemi COVID-19. Sektor kriya juga merupakan sektor padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja dan cenderung memiliki potensi kemudahan bahan baku karena Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat besar di tanah air.

“Maka penting bagi agregator untuk mendukung bisnis model UMKM kriya. Hari ini kita berdiskusi mengenai fungsi agregator, bagaimana men-scale-up UMKM kriya agar terus tumbuh,” kata Suzana dalam talkshow bertajuk ‘Scale-up Usaha Kriya Memanfaatkan Agregator’ pada event Kriyanusa di Jakarta Convention Center (JCC), Jumat (15/9).

Ia menekankan, tugas dan fungsi lembaga pemerintah serta beberapa agregator berperan besar dalam menunjang UMKM naik kelas. Namun di sisi lain pelaksaan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang mewajibkan kementerian/lembaga/pemerintah daerah (K/L/PD) mengalokasikan sedikitnya 40 persen anggaran belanja untuk produk UMKM belum sepenuhnya dioptimalkan. Oleh karena itu, peran agregator sangat penting untuk mendukung implementasi aturan tersebut.

Bagi UMKM sendiri, penting juga dalam menjaga kualitas produksi. Bahkan, bukan hanya kualitas yang menjadi problem dasar UMKM di banyak sektor, tapi juga kuantitas dan kapasitas. “Ketika kualitas sudah terstandardisasi agar bisa diterima pasar domestik dan global, dari sisi kuantitas juga harus mampu memenuhi permintaan. Sebaliknya jika kapasitasnya ada, kualitas jangan sampai kurang,” ujar Suzana.

Dari sisi masyarakat, semua orang juga harus aware dan memiliki kepercayaan kepada produk UMKM lokal yang menjadi kekuatan untuk perekonomian bangsa ini. “Yang saya ingin tekankan kepercayaan dan brand value UMKM kriya oleh masyarakat. Bagaimana para pelaku UMKM bisa membangun kepercayaan kepada brand lokal ini,” katanya.

Suzana menegaskan semua pihak termasuk asosiasi, agregator, dan Pemerintah harus berkolaborasi untuk memberikan kontribusi menaikkan nilai dan kualitas produk UMKM kriya.

“Saya punya data di Indonesia masih kecil sekali pemakaian kriya lokalnya, hanya 15 persen secara nasional (dari ekonomi kreatif). Padahal pasar domestik dari Aceh hingga Papua potensinya luar biasa. Banyak persoalan yang ada terkait dengan UMKM salah satunya karena kita belum bangga dengan produk kita sendiri. Seharusnya, produk UMKM jangan sampai kalah dengan produk asing,” katanya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Pemasaran Smesco Indonesia Wientor Rah Mada mengatakan, permintaan kriya dari pasar luar negeri terus meningkat dalam tiga tahun rata-rata sebesar 9 persen. Di ASEAN, tercatat Indonesia menempati posisi ke-3 terbesar dan di dunia industri kriya Indonesia berada di posisi ke-15, dengan posisi pertama ditempati oleh India.

“Jika Indonesia dibandingkan dengan India, sebenarnya India secara jumlah tak terpaut jauh. Di mana posisi Indonesia ke-15 mencapai 1,1 miliar dolar Amerika Serikat (AS) sementara India di posisi satu di angka 4 miliar dolar AS. Artinya masih bisa kita kejar, dan memang pasar luar negeri sedang bertumbuh dengan pesat di sektor kriya,” kata Wientor.

Ia mengatakan, keunggulan sektor kriya terlihat pada narasi di balik produknya, sehingga hal ini menjadi pasar yang sangat potensial yang digarap oleh para pelaku industri kriya di Indonesia. “Seperti Du Anyam misalnya, produk yang dihasilkan UMKM punya karakter sendiri-sendiri,” katanya.

Wientor menegaskan, para pelaku UMKM Kriya harus fokus pada penciptaan inovasi produknya. UMKM tidak perlu melakukan hal-hal yang tidak menjadi keahliannya kemudian untuk urusan perluasan pasar dan pembiayaan misalnya, bisa ditangani dan didampingi oleh agregator.

Seperti misalnya terkait logistik yang selama ini menjadi hambatan para pelaku UMKM kriya yang ingin melakukan ekspor. Pemerintah terus mengupayakan solusi agar logistik menjadi lebih murah yakni dengan memusatkan logistik di kawasan timur Indonesia, sehingga harga produk bisa lebih bersaing.

Di Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) juga dikembangkan program agregator melalui factory sharing hingga pembiayaan KUR Klaster yang melibatkan agregator untuk mendampingi UMKM. Hal ini diharapkan mampu memudahkan UMKM dari sisi pembiayaan, proses produksi, hingga akses pasar.

Co-Founder Krealogi dan Du Anyam Hanna Keraf menuturkan, dari sisi kreativitas dan SDA, UMKM kriya Indonesia tak diragukan lagi. Hadirnya Du Anyam, juga mencerminkan potensi perempuan di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang apabila diarahkan ternyata mendatangkan nilai ekonomi yang tinggi, padahal sebagian besar dari mereka telah memiliki keahlian menganyam sejak kecil.

“Ke depan kita harus mampu membawa potensi kearifan lokal ini menjadi sumber ekonomi yang terus berkembang yang menjadi bargaining position bagi produk UMKM sehingga pasarnya menjadi semakin besar dan luas,” katanya.

Lantas Hanna pun menekankan dua permasalahan utama yang selama ini dihadapi para pelaku UMKM kriya yakni dari sisi produktivitas dan logistik. Di mana kontinyuitas produksi para pelaku UMKM harus terus tersedia secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan pasar, dengan tetap mengedepankan kualitas produk. “Kuantitas, kualitas, dan time to deliver yang tepat menjadi tiga faktor utama yang harus dimiliki oleh para pelaku UMKM kriya,” ujarnya.

Selain itu biaya logistik yang mahal, juga menjadi hal yang dipertimbangkan untuk bisa melakukan ekspansi produk dalam menangkap segmen pasar yang tepat. Untuk itu, diperlukan berbagai kebijakan serta inovasi yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut.

“Biaya logistik yang kami kirim dari Port Larantuka ke Tanjung Priok lebih mahal dari Tanjung Priok ke Hong Kong. Hal ini jelas menjadi kendala. Untuk itu kami mengatasinya dengan melakukan inovasi produk, sehingga produk yang dikirim bisa maksimal dari sisi bentuk dan ukuran, kontainer pun menjadi maksimal dengan harga yang ditawarkan,” kata Hanna.

Sampai sejauh ini Du Anyam fokus pada penyediaan produk kriya untuk berbagai keperluan termasuk coorporate gift, hotel, perusahaan, kelembagaan, dan pemerintah. Saat ini mereka juga menjadi agregator bagi 1.400 perajin di tiga provinsi yakni Kalimantan Selatan (Kalsel), Papua, dan NTT. Bersama dengan sister company Krealogi, Du Anyam membawahi 10.000 UMKM di hampir 200 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.(Jef)