Bogor:(Globalnews.id)- Kementerian Koperasi dan UKM. merilis capaian program Pendampingan Usaha Mikro Mandiri pada 2023, menunjukkan , 36 persen peserta program naik omzetnya, 28 persen mengalami kenaikan aset, dan 23 persen bertambah tenaga kerjanya.
Hal itu dikemukakan Deputi Bidang Usaha Mikro Yulius dalam acara meet up Pendampingan Usaha Mikro Mandiri di Bogor, Rabu (22/5) yang juga dihadiri MenKopUKM Teten Masduki.
Jika dibaca sebaliknya, berarti sebagian besar peserta program ini atau 64 persen gagal menaikkan omzetnya, 72 persen peserta tidak bisa menaikkan asetnya dan 77 persen peserta tidak mampu menambah tenaga kerjanya. Apakah ini berarti program ini sukses atau gagal dalam mengangkat usaha mikro untuk naik kelas? tampaknya perlu penjelasan lebih rinci soal monev (monitoring dan evaluasi) program pendampingan usaha mikro mandiri ini.
Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menekankan pentingnya mengubah pola pikir pelaku usaha mikro dari sekadar survival (bertahan hidup) menjadi bermental kuat enterpreneur yang ingin terus maju dan berkembang.
“Problemnya itu ada di pola pikir usaha mikro yang merasa sudah cukup. Karena, awal berbisnisnya hanya untuk menghidupi keluarga,” kata MenKopUKM, Teten Masduki, pada acara Meet Up Forum Pendampingan Usaha Mikro Mandiri di Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (22/5).
Menteri Teten mengakui, ada masalah yang menjadi kendala pelaku usaha mikro untuk tumbuh. Yaitu, sulit mengakses pasar, bahan baku, hingga akses ke teknologi. “Oleh karena itu, program pendampingan usaha mikro seperti ini dari hulu hingga hilir harus terus dilanjutkan dan diperkuat,” ucap MenKopUKM.
Sebab, Menteri Teten melihat banyak peluang dan kesempatan bagi pelaku usaha mikro untuk berkembang. Dicontohkannya usaha mikro di Jepang yang sukses membangun produk oleh-oleh khas Negeri Sakura dengan kemasan super cantik. “Peluang produk usaha mikro itu adanya di toko oleh-oleh. Maka, kemasan produk harus berkonsep gift atau kado, seperti yang dilakukan di Jepang,” ucap MenKopUKM.
Oleh karena itu, menurut Menteri Teten, program seperti ini harus dilanjutkan dengan memadukan dan memperkaya pola atau strategi yang terintegrasi ke depan. “Kedepankan kolaborasi dan sinergi dengan stakeholder dan komunitas kreatif UMKM untuk mendukung kesuksesan program. Seperti agenda kerja sama yang akan dirilis bersama ITB dan UGM. Program inkubasi seperti ini sudah tepat,” kata Menteri Teten.
MenKopUKM berharap ke depan dengan UMKM berbasis kewirausahaan, akan tumbuh ekonomi baru di subsektor UMKM, tidak hanya kuliner, fesyen, ataupun kriya. Namun juga UMKM di bidang jasa dan digital (games, aplikasi, film, musik, dan fotografi).
Sebelumnya Deputi Bidang Usaha Mikro KemenKopUKM Yulius menjelaskan, program Pendampingan Usaha Mikro Mandiri ini bertujuan untuk memberikan akses dan ruang bagi pelaku usaha mikro dalam meningkatkan skill serta kemampuan entrepreneurial dan manajerialnya. Termasuk akses untuk sertifikasi produk (Sertifikasi Halal, SPP-PIRT, dan HKI) hingga akses perbankan maupun lembaga keuangan lainnya.
Kedua, menyediakan media showcase produk unggulan dan jejaring pasar bagi peserta. “Dan ketiga, meningkatkan komitmen dan sinergi berbagai pihak dalam program pendampingan berkelanjutan bagi pelaku usaha mikro,” kata Yulius.
Tahun ini, kata Yulius, pihaknya akan menggandeng dua perguruan tinggi untuk melanjutkan program tersebut, yaitu dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Gajah Mada (UGM). “Kami berharap ekosistem pendampingan usaha mikro semakin kuat dan berkembang untuk menumbuhkan ekonomi baru dan juga eksisting usaha mikro yang naik kelas, mandiri, juga berkelanjutan,” kata Yulius.
Terkait capaian program ini pada 2023, menunjukkan bahwa 36 persen peserta program naik omzetnya, 28 persen mengalami kenaikan aset, dan 23 persen bertambah tenaga kerjanya. “Selain itu, program ini juga menghubungkan peserta dengan akses pemasaran ke agregator, seperti Evermos, Transmart, Yomart, Krisna, dan Hamzah Batik,” ucap Yulius. (jef)