JAKARTA(Globalnews.id)-JSekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Agus Muharram mengakui bahwa era bunga murah single digit merupakan tantangan tersendiri bagi kalangan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan koperasi yang memiliki unit simpan pinjam (USP).
“Namun, apabila bunga bank dibandingkan dengan bunga di KSP tentu tidak bisa secara apple to apple sehingga tidak bisa pula menempatkan bank sebagai kompetitor bagi KSP. Karakter antara bank dengan KSP berbeda. Baik dilihat dari peraturan per undang-undangan nya maupun dilihat dari sistem pengelolaan atau SOP-nya, pasti berbeda”, kata Agus saat membuka Dialog Interaktif bertema Tantangan KSP di Era Bunga Murah, yang diselenggarakan Forum Wartawan Koperasi (Forwakop), di Jakarta, Rabu (23/8).
Dialog menghadirkan beberapa pembicara, seperti Direktur LPDB-KUMKM Braman Setyo, Deputi Bidang Pembiayaan Kemenkop dan UKM Yuana Sutyowati, Direktur Pengawasan LKM OJK Suparlan, Ketua Umum Kospin Jasa Andi Arslan Djunaid, Kadiv Bisnis Penjaminan Syariah Perum Jamkrindo Ceriandri Widuri, serta Direktur Kepatuhan dan Manajemen Resiko PT PNM Arief Mulyadi.
Agus menegaskan bahwa perbedaan tersebut terutama adalah dalam proses pinjaman di bank yang terbilang bunganya lebih rendah dan persyaratan lebih ketat, sementara di KSP bunga lebih tinggi dan persyaratan relatif lebih mudah dan sederhana. Begitu juga di bank, lebih berpedoman pada sukses penyaluran dan pengembalian yang lancar. Sedangkan di koperasi, ada tambahannya yaitu adanya pendampingan dan pelatihan.
“Implikasinya, selama koperasi berkualitas dan profesional melayani anggota, maka bunga bukan hal yang utama. Saya yakin, KSP dan USP masih memiliki ruang untuk kompetitif. Bahkan kalau dilihat dari kebutuhan pembiayaan skala mikro dan kecil, kebutuhan atau demandnya masih amat besar. Ini peluang bagi KSP untuk memenuhi kebutuhan tersebut secara profesional dengan tingkat pelayanan kepada para anggotanya berjalan secara prima dan memuaskan, sehingga meskipun bunga pinjaman di KSP lebih tinggi dengan Bank, KSP tetap dapat bersinergi secara sehat dengan perbankan dalam memenuhi kebutuhan modal para pelaku usaha”, tandas Agus.
Kondisi Mengenaskan
Meski begitu, Ketua Umum Kospin Jasa Andi Arslan Djunaid mengungkapkan, saat ini KSP di Indonesia dalam kondisi mengenaskan karena keberadaan KUR, kredit UMI (Usaha Mikro Indonesia), dan sebagainya. “Pemerintah sepertinya hanya fokus pada perkuatan permodalan UKM tapi tidak ke perkuatan kelembagaan koperasi, khususnya KSP”, tegas Andi.
Oleh karena itu, lanjut Andi, dirinya dan pelaku KSP lainnya sepakat mendukung hasil Kongres Koperasi III di Makassar, yang salah satunya merekomendasikan agar menjadi Kementerian Koperasi saja, tanpa UKM. “Perkuatan UKM itu hasilnya untuk UKM itu sendiri, sementara bila perkuatan lembaga koperasi hasilnya bisa dinikmati oleh banyak orang, anggota koperasi, dan juga pelaku UKM”, jelas Andi lagi.
Andi menambahkan, dengan cost of fund rata-rata KSP yang berkisar 18%, maka mustahil bagi KSP untuk bersaing. “Kami bukan pesimis, hanya saja harus ada jalan keluar agar bisa lebih kompetitif. Selama ini KSP jalan sendiri-sendiri sesuai tata kelolanya. Harus ada rambu atau rel yang kita tidak boleh keluar dari sana. Di samping itu, harus ada insentif dari pemerintah untuk perkuatan kelembagaan KSP”, imbuh Andi.
Sementara itu, bagi Direktur Kepatuhan dan Manajemen Resiko PT PNM Arief Mulyadi, pihaknya mengaku tidak berhadapan langsung dengan koperasi dalam penyaluran kreditnya. Salah satu produk unggulan PNM adalah Mekaar (Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera), yang merupakan layanan pemberdayaan melalui pembiayaan berbasis kelompok bagi perempuan pra-sejahtera pelaku usaha super mikro. “Tanpa jaminan, metode tanggung renteng, pertemuan mingguan, pembiayaan Rp2 juta hingga maksimal Rp5 juta, kelompok 10-30 orang, untuk usaha produktif, budaya menabung, serta peningkatan kerukunan, kekeluargaan, dan gotong-royong”, jelas Arif.
Menurut Arief, sejak diluncurkan pada akhir 2015 dengan target perempuan pra sejahtera, hingga Juni 2017 jumlah nasabah Mekaar sudah mencapai 1.001.977 nasabah. Pada akhir 2017 ditargetkan akan mencapai 2 juta nasabah. Sementara produk ULAMM lebih menyasar untuk meningkatkan kapasitas usaha mikro dan kecil, serta menyediakan modal untuk pengembangan usaha mikro dan kecil. “Pengembangan kapasitas usaha atau PKU dilakukan sebagai komitmen PNM untuk memajukan usaha nasabah UMK PNM”, ucap Arief.
Sedangkan Kadiv Bisnis Penjaminan Syariah Perum Jamkrindo Ceriandri Widuri mengajak semua pihak untuk bersinergi memperkuat kelembagaan koperasi, khususnya KSP. “Karena, Perum Jamkrindo takkan pernah bisa lepas dari koperasi. Sejarahnya, di era 1970-1981, nama Perum Jamkrindo adalah Lembaga Jaminan Kredit Koperasi. Jadi, awal kita memang sebagai penjamin bagi kredit koperasi”, kata Ceriandri.
Ceriandri pun mengingatkan kalangan koperasi akan prinsip-prinsip penjaminan, yang salah satunya menyebutkan bahwa kredit yang layak dijamin apabila memiliki kelayakan usaha. “Jamkrindo yang akan menjamin kreditnya atau menjamin risiko kegagalan usaha. Makanya, kami berkepentingan agar kelembagaan KSP harus bagus. Saat ini, kami baru menjamin dua koperasi berkinerja bagus, yaitu Kospin Jasa dan Koperasi Nusantara”, pungkas Ceriandri. (jef)