JAKARTA:(Globalnews.id)- Sepanjang tahun 2017, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (IDX: BBNI) mencatat laba bersih konsolidasian sebesar Rp 13,62 triliun atau tumbuh 20,1% year on year (yoy) dibandingkan laba pada akhir tahun 2016 yang tercatat sebesar Rp 11,34 triliun.
Pertumbuhan laba bersih ini merupakan hasil dari perkembangan bisnis pada Segmen Business Banking dan Consumer Banking yang disertai dengan perbaikan kualitas aset. Dengan perkembangan bisnis tersebut, BNI mampu membukukan pertumbuhan laba bersih yang lebih besar daripada industri perbankan yang pertumbuhan laba bersihnya diperkirakan hanya mencapai 16,5% (yoy).
Demikian disampaikan Direktur Utama BNI Achmad Baiquni pada Konferensi Pers tentang Paparan Kinerja BNI Tahun 2017 di Jakarta, Rabu (17 Januari 2018).
Penyaluran kredit BNI pada tahun 2017 tumbuh 12,2% atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit industri perbankan yang diperkirakan hanya 8,2%. Dengan penyaluran kredit tersebut, BNI mampu mencatatkan Pendapatan Bunga Bersih (NII) di tahun 2017 sebesar Rp 31,94 triliun.
BNI juga berhasil membukukan pertumbuhan Pendapatan Non-Bunga sebesar 13,9% dari Rp 8,59 triliun pada tahun 2016 menjadi Rp 9,78 triliun pada akhir tahun 2017. Pertumbuhan tersebut terutama didukung oleh kenaikan pendapatan fee based income / FBI yang diperoleh antara lain dari transaksi trade finance dan remittance. Pertumbuhan FBI BNI ini jauh melampaui pertumbuhan FBI di industri perbankan yang diperkirakan tumbuh negatif sebesar -0,5%.
Bisnis BNI
Dari total kredit sebesar Rp 441,31 triliun yang berhasil dibukukan oleh BNI pada akhir 2017, sebesar Rp 345,50 triliun atau 78,3% dari total kredit disalurkan ke Segmen Bisnis Banking, sedangkan sebesar Rp 71,4 triliun atau 16,2% dari total kredit disalurkan ke segmen Konsumer Banking. Selebihnya, Rp 24,37 triliun atau 5,5% dari total kredit disalurkan melalui perusahaan-perusahaan anak.
Untuk kredit Segmen Bisnis Banking, sebesar Rp 134,40 triliun atau tumbuh 14,9% dibandingkan 2016, disalurkan kepada Debitur Korporasi Non BUMN (termasuk penyaluran kredit pada debitur-debitur yang berdomisili di luar Indonesia/ Overseas). Adapun yang sebesar Rp 84,37 triliun disalurkan pada debitur-debitur Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selebihnya, kredit pada segmen Bisnis Banking juga disalurkan kepada Debitur Menengah dan Kecil masing-masing Rp 70,26 triliun dan Rp 56,48 triliun atau tumbuh 14,6% dan 11,4% dibandingkan tahun 2016.
Sementara itu, pertumbuhan kredit pada Segmen Konsumer Banking BNI didorong terutama oleh Pinjaman payroll yang tumbuh 47,1% dengan outstanding per 31 Desember 2017 mencapai Rp 17,7 triliun. Pinjaman payroll dioptimalkan dengan memanfaatkan databasedebitur Korporasi terutama yang berasal dari BUMN dan Institusi Pemerintah. Selain itu, Segmen Konsumer Banking BNI juga disokong oleh Kredit Perumahan atau KPR yang mencapai Rp 37,07 triliun pada akhir Desember 2017 dan kartu kredit sebesar Rp 11,64 triliun.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kredit BNI secara umum tetap mampu tumbuh secara berkualitas. Hal ini ditandai oleh kualitas aset perseroan yang membaik dimana rasio pinjaman bermasalah atau non performing loan (NPL) mengalami penurunan dari 3,0% di tahun 2016 menjadi 2,3% di 2017. Cadangan Kerugian Penyusutan Nilai (CKPN) juga tetap terjaga dengan baik dengan tingkat coverage ratio naik dari 146,0% (2016) menjadi 148,0% (2017). Hal ini juga berdampak pada tingkat kecukupan permodalan atau capital adequacy ratio (CAR) yang tetap terjaga baik pada level 18,5% sebagai fundamental yang kuat.
Aset Tembus Rp 700 Triliun
Pada akhir 2017, untuk pertama kalinya BNI berhasil mencatatkan Total Aset melampaui Rp 700 triliun, tepatnya Rp 709,33 triliun atau tumbuh 17,6% dibandingkan akhir tahun 2016 yang masih mencapai Rp 603,03 triliun. Pertumbuhan Aset BNI ini terutama ditopang oleh Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencapai Rp 516,1 triliun pada akhir tahun 2017 atau naik 18,5% (yoy) dibandingkan tahun 2016. Pertumbuhan DPK tersebut melebihi pertumbuhan DPK industri perbankan yang diperkirakan 11,0% (yoy). Pada tahun 2017, BNI pun mampu mempertahankan rasio CASA pada posisi 63% yang menandakan bahwa mayoritas DPK BNI merupakan dana murah.
Penghimpunan dana murah yang berhasil dicapai oleh BNI tidak terlepas dari berbagai upaya yang dilakukan, yakni meliputi optimalisasi produktivitas outlet, meningkatkan fitur-fitur layanan pada e-channel, memperkuat hubungan baik dengan nasabah institusi, serta pengembangan branchless banking (layanan bank tanpa melalui outlet) melalui peningkatan jumlah agen-agen Laku Pandai BNI atau Agen46. BNI di akhir 2017 memiliki 69.859 Agen46, meningkat 38.999 agen dibandingkan akhir tahun 2016.
Kinerja perusahaan anak BNI disepanjang 2017 juga menunjukkan performa yang cukup baik. BNI group memiliki 5 perusahaan anak yang meliputi: BNI Syariah, BNI Life, BNI Multifinance, BNI Sekuritas dan BNI Asset Management. Kelima perusahaan ini pada 2017 mampu berkontribusi 9,8% terhadap total laba BNI konsolidasian, naik dibandingkan tahun 2016 yang kontribusinya sebesar 8,4%.
Selama tahun 2017, BNI pun turut berperan dalam mewujudkan pemerataan dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan melalui berbagai inisiatif seperti Bantuan Sosial (Bansos), Kartu Tani dan KUR Tani, Kartu Indonesia Pintar, Perhutanan Sosial, serta berbagai program-program strategis lainnya.(jef)