JAKARTA – (Globalnews.id) : Pertumbuhan ekonomi 2017 yang diperkirakan di kisaran 5,2-5,3 persen atau diatas pertumbuhan 2016, menjadi peluang bagi lembaga asuransi untuk menyasar sektor-sektor yang kembali bertumbuh, terutama pertambangan.
“Pertumbuhan ekonomi 2017 bisa 5,2-5,3 persen dan harus dimanfaatkan industri asuransi,” kata Kepala Eksekutif Bidang Pengawasan Industri Keuangan Non bank (IKNB) OJK, Firdaus Djaelani dalam seminar “Media Asuransi: Outlook Insurance 2017″ di Jakarta, Kamis (17/11).
Ia menjelaskan, bila pertumbuhan ekonomi 2017 sebesar 5,3 persen bisa terealisasi, tentu akan membuat perbaikan indikator makroekonomi domestik dan pemulihan sektor-sektor bisnis.
Untuk itu pelaku industri perasuransian diminta fokus menangkap peluang pada program infrastruktur BUMN maupun industri yang tengah mengalami recovery menuju perbaikan, terutama industri pertambangan.”Asuransi di sektor tambang rendah, saatnya masuk di saat sektor ini kembali bertumbuh lagi,” paparnya.
Namun demikian, tambahnya, trend perbaikan ekonomi nasional juga tetap memiliki risiko global terkait dengan terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS. “Yang ditakuti sekarang ini adalah masa transisi Trump, karena tim transisi di sana masih keluarga dan kerabat. Tetapi, kami yakin prospek ekonomi kita baik,” ujar Firdaus.
Firdaus menilai, reaksi berlebihan di pasar keuangan dalam negeri pasca terpilihnya Trump telah memicu pelemahan rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan. “Pelemahan rupiah dan IHSG itu temporer. Setelah Trump terpilih, memang dollar AS naik di emerging melemah. Mata uang lain yang menguat hanya pounsterling,” paparnya.
Lebih lanjut Firdaus mengatakan, saat ini sikap Trump yang akan mendorong peningkatan kesempatan kerja dan keterbukaan informasi bisnis telah memicu pasar global bereaksi positif,
“Jadi, jika program pemerintah kita terus direalisasikan, maka pada 2017 prospek ekonomi Indonesia akan terus membaik,” tegas Firdaus.
Menurut Firdaus, keyakinan sebagian besar kalangan terhadap perbaikan ekonomi nasional di 2017 juga harus dimanfaatkan industri perasuransian. “Yang perlu diingat, pemanfaatan itu harus melalui persaingan yang sehat dan jangan banting harga premi dan melanggar kesepakatan batas minimum-maksimum,” katanya.
Dikatakan, pada dasarnya premi asuransi yang lebih rendah dari kompetitor diyakini tidak akan mampu memberikan layanan optimal terkait pengurusan klaim.”Jangan bermimpi kita bisa mendapatkan layanan bagus, kalau preminya murah,” tegas Firdaus. (dan)