JAKARTA:(Globalnews.id)-Pada Kuartal III 2017, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (IDX: BBNI) mencatat laba sebesar Rp 10,16 triliun atau tumbuh 31,6% dibandingkan laba yang diraih pada periode yang sama tahun 2016 sebesar Rp 7,72 triliun.
Kenaikan laba bersih ini terutama ditopang oleh penyaluran kredit BNI yang tumbuh 13,3% atau lebih cepat dibandingkan pertumbuhan kredit industri yang berada pada level 8,2% (per Juli 2017). Penyaluran kredit tidak hanya bertumbuh, melainkan juga disertai peningkatan kualitas, dengan ditandai oleh menurunnya Credit Cost BNI dari 2,4% pada kuartal III 2016 menjadi 1,7% pada Kuartal III 2017.
Wakil Direktur Utama BNI Herry Sidharta mengungkapkan hal tersebut saat memaparkan Kinerja Keuangan BNI Kuartal III Tahun 2017 kepada media di Jakarta, Kamis (12 Oktober 2017). Hadir pada kesempatan tersebut segenap Direksi BNI.
Laba bersih BNI tersebut terbentuk berkat Pendapatan Bunga Bersih (NII) yang tumbuh 7,5% dari Rp 21,87 triliun pada Kuartal III 2016 menjadi Rp 23,51 triliun pada Kuartal III 2017, seiring dengan peningkatan kualitas kredit BNI dengan tetap menjaga net interest margin (NIM) di level 5,5%.
Laba juga ditopang oleh Pendapatan Non-Bunga Kuartal III 2017 yang juga merupakan bisnis utama bank. Pendapatan Non-Bunga Kuartal III 2017 naik 15,1%, dari Rp 6,24 triliun pada Kuartal III 2016 menjadi Rp 7,18 triliun pada Kuartal III 2017. Peningkatan Pendapatan Non-Bunga tersebut dikontribusi dari trade finance, bancassurance, bank guarantee, loan sindication, dan bisnis kartu.
Kredit Tumbuh
BNI mencatat kredit yang tersalurkan hingga akhir Kuartal III 2017 sebesar Rp 421,41 triliun atau tumbuh 13,3% diatas realisasi kredit pada periode yang sama tahun 2016 sebesar Rp 372,02 triliun. Realisasi kredit tersebut jauh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan kredit di industri yang mencapai 8,2 % per Juli 2017.
Strategi yang dilakukan Manajemen BNI untuk mendorong pertumbuhan kredit diatas industri adalah, Pertama, menggali potensi pasar pembiayaan BUMN dengan fokus pada proyek infrastruktur dan sektor industri yang memiliki risiko rendah dan terkontrol. Kedua, mengoptimalkan jaringan dan outlet untuk mampu menggarap potensi pasar yang ada. Ketiga, menggali potensi supply chain debitur korporasi untuk menangkap potensi debitur baru.
Penyaluran kredit BNI ke Sektor Business Banking menjadi yang utama dengan komposisi 78,3 % dari total kredit atau sebesar Rp 329,75 triliun, tumbuh 13,9 % dibandingkan periode yang sama tahun 2016 senilai Rp 289,47 triliun. Pada sektor Business Banking ini, kredit BNI disalurkan ke segmen Korporasi (sebesar 23,6% dari total kredit), kredit BUMN (19,4%), lalu ke segmen Menengah (16,1%), dan segmen Kecil (12,8%).
Untuk meningkatkan penyaluran kredit ke Segmen Korporasi, Manajemen BNI telah melaksanakan paduan strategi. Pertama, fokus pada pembiayaan proyek infrastruktur dan BUMN. Kedua, fokus pada pembiayaan sektor berisiko rendah seperti pertanian dan perkebunan. Ketiga, tidak melakukan ekspansi ke sektor yang berisiko cukup tinggi karena faktor eksternal, seperti pertambangan.
Adapun strategi yang disiapkan oleh Manajemen dalam mengoptimalkan penyaluran kredit ke segmen Menengah adalah, pertama, mengoptimalkan debitur-debitur segmen Menengah yang merupakan supply chain financing debitur korporasi. Kedua, meningkatkan kualitas monitoring pembiayaan kredit segmen Menengah melalui pemberian kewenangan pimpinan wilayah.
Sementara itu, penguatan kredit pada segmen Kecil dilakukan dengan, pertama, mengoptimalkan jaringan melalui penetapan outlet sebagai full branch. Kedua, fokus pada pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Disamping kredit ke Sektor Business Banking, BNI juga mengucurkan pembiayaan ke Sektor Bisnis Konsumer yang teralokasikan sebesar 16,3% dari total kredit atau sebesar Rp 68,53 triliun, tumbuh 9,2% diatas realisasi periode yang sama tahun 2016 sebesar Rp 62,73 triliun. Kredit ke Sektor Consumer Banking terutama mengalir untuk Kredit Kepemilikan Rumah (BNI Griya), Kartu Kredit, dan Fleksi. Pertumbuhan ini diraih dengan dua strategi utama, yaitu Pertama, optimalisasi potensi pembiayaan melalui produk payroll nasabah dari debitur institusi. Kedua, melalukan optimalisasi cross selling.
Kualitas Aset
BNI mencatat total Aset pada Kuartal III tahun 2017 sebesar Rp 668,21 triliun atau tumbuh 16,9% dibandingkan periode yang sama tahun 2016 sebesar Rp 571,51 triliun, dimana kualitas asetnya tetap terjaga pada kondisi yang masih dapat terkelola dengan sehat. BNI dapat menghimpun aset di level rendah risiko berkat manajemen risiko kredit yang efektif dan ekspansi kredit yang dilaksanakan secara selektif hanya kepada debitur-debitur berkualitas. Indikasi kualitas aset yang meningkat itu ditandai dengan membaiknya NPL, dari 3,1% pada Kuartal III tahun 2016 menjadi 2,8% pada Kuartal III tahun 2017. Begitu juga dengan Loan at Risk ratio yang menunjukkan tren membaik dari 11,8% pada Kuartal III 2016 menjadi ke level 11,1% pada Kuartal III 2017.
Ekspansi kiredit yang terus dilakukan menunjukkan fungsi intermediasi BNI berjalan dengan baik, ditunjukkan oleh Loan to deposit ratio (LDR) yang stabil pada posisi 87,9%. Pertumbuhan kredit tersebut tetap didukung oleh fundamental yang kuat dimana tingkat kecukupan permodalan atau capital adequacy ratio (CAR) tetap terjaga baik, yaitu naik dari 18,4% menjadi 19,0%. Secara fundamental, penyisihan pencadangan juga tetap terjaga dengan baik dengan tingkat coverage ratio naik dari 143,2% menjadi 147,4% yang mengindikasikan kehati-hatian BNI.
Semakin Efisien
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang terhimpun per Kuartal III tahun 2017 mencapai Rp 480,53 triliun atau naik 19,6% dari posisi Kuartal III 2016 sebesar Rp 401,88 triliun. Komponen dana murah (current account saving account/ CASA) pun menunjukkan peningkatan, yaitu dari sebesar 59,7% dari total DPK pada Kuartal III 2016 menjadi 60,4% pada Kuartal III 2017. Hal tersebut mengantarkan Cost of Fund BNI membaik dari level 3,1% pada Kuartal III 2016 menjadi 3,0% pada Kuartal III 2017.
Pada saat yang sama, BNI terus mendorong terjadinya efisiensi, yang terlihat dari Cost to Income Ratio (CIR) pada Kuartal III tahun 2017 sebesar 41,9% turun dari 42,3% pada Kuartal III tahun 2016. Peningkatan transaksi melalui channel-channel elektronik (e-banking) dan pengembangan digital banking merupakan langkah BNI dalam menciptakan efisiensi dan mendorong pertumbuhan CASA.
Pertumbuhan DPK ini juga tidak terlepas dari upaya BNI untuk terus meningkatkan kualitas layanan. Dalam rangka meningkatkan layanan tersebut BNI menyediakan 2.102 outlet di seluruh Indonesia, belum termasuk kantor-kantor perwakilan di luar negeri. Selain itu, BNI juga menyiapkan 17.966 ATM yang mendukung layanan electronic banking (e-banking) BNI, termasuk di Hong Kong dan Singapura, selain SMS Banking dan Internet Banking.
BNI juga giat mendukung program-program pemerintah yang dapat memberikan dampak pada perluasan basis nasabah BNI seperti pembukaan Tabungan Simpanan Pelajar (SimPel) bagi pelajar penerima dana Program Indonesia Pintar (PIP), pembukaan tabungan untuk para petani penerima Kartu Tani, serta pembukaan rekening-rekening baru bagi ibu rumah tangga penerima Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan (PKH). Semua program tersebut didukung penuh oleh program Agen46 BNI yang merupakan kepanjangan tangan BNI dalam memberikan layanan perbankan kepada masyarakat yang memiliki akses terbatas ke outlet BNI. Jumlah Agen46 BNI saat ini sudah mencapai lebih dari 62.000. di seluruh Indonesia. (jef)