Arsip Kategori: ekbis

BUMDes Bebaskan Petani Jambu Getas Merah di Kab Kendal dari Jeratan Tengkulak

JAKARTA:(Globalnews.id)- Bukan rahasia lagi bila kaum petani sering menjadi pihak  yang dirugikan akibat permainan harga oleh kaum tengkulak. Hal ini pula yang menimpa para petani Jambu Getas  di Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah.

Bayangkan, buah yang di toko-toko buah harganya berkisar antara Rp5.000 hinggaRp 10.000 per kilogram itu dibeli oleh para tengkulak dengan harga yang sangat rendah. Apalagi kalau musim panen, sekitar bulanMaret-April, harganya hanyaRp300  sampai Rp 500 per kilogram.

Menurut Plt Direktur Jenderal Penyiapan Kawasan dan Pembangunan Permukiman Transmigrasi(PKP2Trans), Hari Pramudiono SH MM, situasi seperti itu terjadi karena selama  ini para petani hanya berfokus pada produksi.

“Mereka sama sekali tidak mengerti jaringan pemasaran regional atau bahkan nasional, sementara pasar local sudah jenuh dan terbatas pemasaraannya. Inilah yang dimanfaatkan oleh para pengepul atau tengkulak untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya,” ujar Hari di Kantor Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal danTransmigrasi (PDTT), Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (6/3/2018).

Sekedar diketahui, Jambu Getas Merah merupakan salah satu produk unggulan di Kabupaten Kendal. Ada empat kecamatan yang mengembangkan tanaman jambu ini, yakni Sukorejo, Patehan, Plantungan,danPageruyung, dengan total luas lahan sekitar 671,7 Hektare.Jadi, desa-desa tersebut memang sejak awal sudah memiliki Prukades (Produk Unggulan Kawasan Desa).

Para petani memanen jambu dua kali dalam seminggu, yakni hari Selasa dan Sabtu, dengan total hasil panen 1,2 Ton/Hektare per minggu. Dalam sebulan, Jambu Getas Merah yang mereka panen mencapai 4,8 Ton per hectare per bulan.Sehingga dengan luas lahan 671,7 hektare, para petani Kendal memanen jambu seberat 3.224,2 ton per bulan.

Dengan  jumlah panen yang sedemikian melimpah, kata Hari, tak jarang para petani membiarkan jambu tersebut jatuh membusuk, karena pasar local tak mampu menyerapnya.  “Hal ini mengakibatkan lingkungan kebun menjadi tidak sehat dan berdampak pada penurunan produk di kemudian hari,” lanjut Hari.

Hari menduga, nasib seperti ini tidak hanya dialami oleh petani jambu di Kendal.Masih banyak petani di daerah lainnya yang juga bernasib sama, yakni menjadi korban permainan para tengkulak. Hal inilah, kata Hari, yang mendorong pemerintahan Presiden Jokowi untuk member perhatian besar dalam pemberdayaan perekonomian desa, termasuk di dalamnya adalah petani.

Seiring dengan bergulirnya Dana Desa yang tahun ini mencapai Rp 60 Triliun, Kemendes PDTT kini menggencarkan empat program prioritas .Keempat program tersebut adalah Program Unggulan Kawasan Pedesaan (Prukades), pembangunan embung, pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan pembangunan sarana olahraga desa. Dengan program itu, jelas Hari, kasus-kasus seperti yang dialami petani jambu di Kendal bias terangkat.

Dalam kasus di Kendal, Kemendes PDTT pun akhirnya turun tangan bersama dengan Pemerintahan Kabupaten Kendal untuk mencarikan solusi. Langkah yang dilakukan adalah membentuk BUMDes Bersama, yakni gabungan BUMDes dari desa-desa penghasil jambu di Kabupaten Kendal.

“Jadi, desa-desa penghasil jambu di Kendal ini dibantu membentuk BUMDes. Karena jumlahnya banyak dan kemudian dikumpulkan menjadi satu badan usaha, maka disebut BUMDesBersama (BUMDesma),” terang Hari.

BUMDesma para petani jambu di Kendal ini diberi nama BUMDesma Plasma Petik Sari yang beranggotakan 7 Desa dari 2 Kecamatan. Dari Kecamatan Sukorejo meliputi Desa Bringinsari, DesaPesaren, DesaTrimulyo dan Desa Kalipakis. Sedangkan dari Kecamatan Patean meliputi Desa Pakisan, Desa Plososaridan Desa Mlatiharjo.

Hari menjelaskan, luas lahan jambu getas merah di 7 desa tersebut hanya setengah dari potensi jambu getas merah di 4 kecamatan penghasil jambu getas merah di Kabupaten Kendal.“Meskipun BUM Desa Bersama ini milik 7 desa, namun demikian ruang lingkup kegiatannya dapat melayani desa-desa yang lain diluar desa bahkan kecamatan yang lain,” ujarnya.

Bersamaan dengan pembentukan BUMDes, pemerintah juga membantu mencarikan mitra swasta sebagai pembeli produk jambu yang dihasilkan petani.Pihak swasta yang digandeng BUMDes Bersama di Kendal adalah PT Fruit ING Indonesia. “Kerjasama dengan swasta ini diperlukan untuk mendapat jaminan pasardan harga yang menguntungkan kedua belah pihak, yaitu pihak swasta maupun pihak petani,” ujarHari.

Dengan kondisi seperti ini, petani jambu di Kendal tidak perlu lagi takut hasil produksinya tidak laku dijual, atau dibeli dengan harga murah.Kini, Kendal bahkan akan membangun KawasanPerdesaan Agro Politan. “Setelah program ini berjalan nantinya tidak akan ada lagi petani jambu yang tidak bias menjual produksinya,” kata Hari.

Pengelolaan pemasaran jambu getas merah di Kendal ini akan melibatkan 350 orang petani, 50 pengepul, BUMDesma Plasma Petik Sari (PPS) dan PT Fruit ING. Mekanismenya, kata Hari, para petani akan menjual produksinya kepada pengepul yang ditunjuk dengan hargaRp. 2.000/Kg. Harga ini empat kali lipat darih arga semula, yakniRp 500/Kg.

Sedangkan para pengepul wajib menjual hasil kulakannya dari petani jambu tersebut keBUMDesma PPS denganhargaRp 2.400/Kg untuk grade B dan C. Sedangkan untuk produk jambu grade A, pihak pengepul diberi keleluasaan untuk memasarkannya pasar local dan regional.

“Pada tahap akhirnya, BUMDesma menjual jambu tersebut ke PT Fruit ING denganhargaRp 3.000/kg. Jadi, dengan skema ini semua diuntungkan, baik petani, pengepul maupun pengusahanya,” terangHari.

Rencanya,pengiriman jambu pada triwulan pertama sebanyak 28 ton/bulan.Bila tahap pertama lancar, maka pada triwulan kedua meningkat menjadi 56 ton/bulan, dan selanjutnya triwulan ketiga menjadi 600 ton/bulan. Kabarnya, PT Fruit ING mampu menyerap produk jambu hingga 20.000 ton/tahun.

Hari berkeyakinan, bila semua desa yang ada di Indonesia melakukan langkah pemberdayaan potensi ekonomi seperti yang terjadi di Kendal, maka problem kemiskinan di desa akan teratasi. “Mengapa? Karena sangat banyak keuntungan yang akan diperoleh masyarakat desa, dalam hal ini petani. Mereka tidak hanya bias menjual harga produksinya dengan harga mahal, tetapi juga akan diberi pembinaan dan pelatihan. Biasanya perusahaan yang bermitra akan membina petaninya agar mampu menghasilkan produk lebih banyak danlebih baik,” ujarnya.

Meski demikian, kata Hari, bukan berarti tugas pemerintah sudah selesai.  Monitoring dan pembinaan akan terus dilakukan sampai pemberdayaan potensi ekonomi desatersebut benar-benar bias dianggap berhasil. (jef)

 

 

 

Berkat BUMDes Bersama, Pendapatan Petani Jambu di Kab Kendal Terangkat

  JAKARTA:(Globalnews.id)- Luar biasa! Produksi jambu getas merah yang semula hanya dibeli tengkulak dengan harga Rp 500/Kg atau bahkan banyak yang dibiarkan jatuh membusuk dari pohon, kini bisa dibeli BUMDes dengan harga empat kali lipatnya, Rp 2.000/Kg.

Inilah yang terjadi di kalangan petani jambu getas merah di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Sejumlah desa yang bertebaran di beberapa kecamatan di Kendal memang dikenal memiliki Produk Unggulan Kawasan Pedesaan (Prukades), yakni jambu getas merah, salah satu  jenis jambu yang digemari di pasar.

Di pasaran, jambu jenis ini umumnya dijual dengan harga di kisaran Rp 5.000/Kg. Bahkan di toko-toko buah ternama bisa dijual dengan harga Rp 10.000/Kg bahkan lebih tinggi.

Menurut Plt Direktur Jenderal Penyiapan Kawasan dan Pembangunan Permukiman Transmigrasi (PKP2Trans), Hari Pramudiono SH MM, situasi tidak menguntungkan bagi petani tersebut terjadi karena selama ini para perani hanya berfokus pada produksi.

“Mereka sama sekali tidak mengerti jaringan pemasaran regional atau bahkan nasional, sementara pasar lokal sudah jenuh dan terbatas pemasaraannya. Inilah yang dimanfaatkan para pengepul atau tengkulak untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya,” ujar Hari di Kantor Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (6/3/2018).

Ada empat kecamatan di Kabupaten Kendal yang selama ini mengembangkan tanaman jambu getas merah, yakni Sukorejo, Patehan, Plantungan,danPageruyung, dengan total luas lahan sekitar 671,7 Hektare.

Para petani memanen jambu dua kali dalam seminggu, yakni hari Selasa dan Sabtu, dengan total hasil panen 1,2 Ton/Hektare per minggu. Dalam sebulan, Jambu Getas Merah yang mereka panen mencapai 4,8 Ton per hectare per bulan.Sehingga dengan luas lahan 671,7 hektare, para petani Kendal memanen jambu eberat 3.224,2 ton per bulan.

Dengan jumlah panen yang sedemikian melimpah, kata Hari, tak jarang para petani membiarkan jambu tersebut jatuh membusuk, karena pasar lokal tak mampu menyerapnya atau harga jualnya terlalu rendah.  “Hal ini mengakibatkan lingkungan kebun menjadi tidak sehat dan berdampak pada penurunan produk di kemudian hari,” lanjut Hari.

Hari menduga, nasib seperti ini tidak hanya dialami oleh petani jambu di Kendal. Masih banyak petani di daerah lainnya yang juga bernasib sama, yakni menjadi korban permainan para tengkulak. Hal inilah, kata Hari, yang mendorong pemerintahan Presiden Jokowi untuk memberi perhatian besar dalam pemberdayaan perekonomian desa, termasuk di dalamnya adalah petani.

Seiring dengan bergulirnya Dana Desa yang tahun ini mencapai Rp 60 Triliun, Kemendes PDTT kini menggencarkan empat program prioritas .Keempat program tersebut adalah Program Unggulan Kawasan Pedesaan (Prukades), pembangunan embung, pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan pembangunan sarana olahraga desa. Dengan program itu, jelas Hari, kasus-kasus seperti yang dialami petani jambu di Kendal bisa terangkat.

 

BUMDes Bersama

Dalam kasus di Kendal, Kemendes PDTT pun akhirnya turun tangan bersama dengan Pemerintahan Kabupaten Kendal untuk mencarikan solusi. Langkah yang dilakukan adalah membentuk BUMDes Bersama, yakni gabungan BUMDes dari desa-desa penghasil jambu di Kabupaten Kendal.

“Jadi, desa-desa penghasil jambu di Kendal ini dibantuk membentuk BUMDes. Karena jumlahnya banyak dan kemudian dikumpulkan menjadi satu badan usaha, maka disebut BUMDes Bersama (BUMDesma),” terang Hari.

BUMDesma para petani jambu di Kendal ini diberi nama BUMDesma Plasma Petik Sari yang beranggotakan 7 Desa dari 2 Kecamatan. Dari Kecamatan Sukorejo meliputi Desa Bringinsari, Desa Pesaren, Desa Trimulyo dan Desa Kalipakis.Sedangkan dari Kecamatan Patean meliputi Desa Pakisan, Desa Plososari dan Desa Mlatiharjo.

Hari menjelaskan, luas lahan jambu getas merah di 7 desa tersebut hanya setengah dari potensi jambu getas merah di 4 kecamatan penghasil jambu getas merah di Kabupaten Kendal.“Meskipun BUM Desa Bersama ini milik 7 desa, namun demikian ruang lingkup kegiatannya dapat melayani desa-desa yang lain diluar desa bahkan kecmatan yang lain,” ujarnya.

Bersamaan dengan pembentukan BUMDes, pemerintah juga membantu mencarikan mitra swasta sebagai pembeli produk jambu yang dihasilkan petani.Pihak swasta yang digandeng BUMDes Bersama di Kendal adalah PT Fruit ING Indonesia. “Kerjasama dengan swasta ini diperlukan untuk mendapat jaminan pasar dan harga yang menguntungkan kedua belah pihak, yaitu pihak swasta maupun pihak petani,” ujar Hari.

Dengan kondisi seperti ini, petani jambu di Kendal tidak perlu lagi takut hasil produksinya tidak laku dijual, atau dibeli dengan harga murah. Kini, Kendal bahkan akan membangun Kawasan Perdesaan Agro Politan. “Setelah program ini berjalan nantinya tidak akan ada lagi petani jambu yang tidak bisa menjual produksinya,” kata Hari.

Pengelolaan pemasaran jambu getas merah di Kendal ini akan melibatkan 350 orang petani, 50 pengepul, BUMDesma Plasma Petik Sari (PPS) dan PT Fruit ING. Mekanismenya, kata Hari, para petani akan menjual produksinya kepada pengepul yang ditunjuk dengan harga Rp. 2.000/Kg. Harga ini empat kali lipat dari harga semula, yakni Rp 500/Kg.

Sedangkan para pengepul wajib menjual hasil kulakannya dari petani jambu tersebut ke BUMDesma PPS dengan harga Rp 2.400/Kg untuk grade B dan C. Sedangkan untuk produk jambu grade A, pihak pengepul diberi keleluasaan untuk memasarkannya pasar lokal dan regional.

“Pada tahap akhirnya, BUMDesma menjual jambu tersebut ke PT Fruit ING dengan harga Rp 3.000/kg. Jadi, dengan skema ini semua diuntungkan, baik petani, pengepul maupun pengusahanya,” terang Hari.

Rencanya, pengiriman jambu pada triwulan pertama sebanyak 28 ton/bulan.Bila tahap pertama lancer, maka pada triwulan kedua meningkat menjadi 56 ton/bulan, dan selanjutnya triwulan ketiga menjadi 600 ton/bulan. Kabarnya, PT Fruit ING mampu menyerap produk jambu hingga  20.000 ton/tahun.

Hari berkeyakinan, bila semua desa yang ada di Indonesia melakukan langkah pemberdayaan potensi ekonomi seperti yang terjadi di Kendal, maka problem kemiskinan di desa akan teratasi. “Mengapa? Karena sangat banyak keuntungan yang akan diperoleh masyarakat desa, dalam hal ini petani. Mereka tidak hanya bisa menjual harga produksinya dengan harga mahal, tetapi juga akan diberi pembinaan dan pelatihan. Biasanya perusahaan yang bermitra akan membina petaninya agar mampu menghasilkan produk lebih banyak dan lebih baik,” ujarnya.

Meski demikian, kata Hari, bukan berarti tugas pemerintah sudah selesai.  Monitoring dan pembinaan akan terus dilakukan sampai pemberdayaan potensi ekonomi desa tersebut benar-benar bisa dianggap berhasil. (jef)

 

Mendes Optimis Penyimpangan Penggunaan Dana Desa Akan Menurun

JAKARTA: (Globalnews.id)- Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertingal dan Transmigrasi (PDTT) optimis penyimpangan penggunaan Dana Desa akan jauh menurun pada tahun ini. Selain pengawasannya yang semakin ketat, sistem pengelolaan keuangan desa kini juga sudah semakin transparan dan akuntabel.

“Kini sudah sekitar 93 persen Desa menerapkan  aplikasiSiskeudes. Ini tentu sangat menggembirakan, karena sistem ini mendorong desa untuk mengelola Dana Desa secara lebih transparan dan akuntabel,” ujar Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), Eko Putro Sandjojo, ketika dihubungi melalui telepon seluler, Senin ( 5/3/2018).

Sejak mengucurnya Dana Desa tahun 2015, pemerintah memang mengharuskan Desa untuk menerapkan aplikasi Siskeudes.Pelatihan dan workshop untuk pengoperasian aplikasi ini pun digelar di seluruh kapubaten di seantero Indonesia.Bahkan sampai saat ini masih banyak kabupaten yang masih menggelar pelatihan ini untuk para aparatur Desa.

Namun dalam penerapannya, baru pada akhir tahun 2017 lalu sebagian besar desa mampu mengaplikasikan Siskeudes.  Bahkan kini sudah hamper 100 persen desa menerapkannya. Hal ini terjadi karena pemerintah mensyaratkan penerapan aplikasi Siskeudes bagi desa untuk bisa mencairkan Dana Desa tahap satu tahun 2018 ini.

Aplikasi tata kelola keuangan desa ini pada awalnya dikembangkan Perwakilan BPKP Sulawesi Barat sebagai proyek percontohan di lingkungan BPKP pada  bulan Mei  2015. Aplikasi  ini  telah diimplementasikan secara  perdana  di Pemerintah Kabupaten Mamasa pada bulan Juni 2015.

Keberhasilan atas pengembangan aplikasi ini selanjutkan diserahkan kepada Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Penyelenggaran Keuangan Daerah setelah melewati tahapan Quality Assurance (QA) oleh Tim yang telah ditunjuk . Terhitung mulai tanggal 13 Juli 2015 aplikasi keuangan desa ini telah diambil alih penanganannya ol eh Deputi Pengawasan Bidang Penyelenggaraan Keuangan Daerah BPKP di Jakarta.

Aplikasi keuangan desa ini menggunakan database Microsoft Acces sehingga lebih portable dan mudah diterapkan oleh pengguna aplikasi yang awam sekalipun. Secara teknis transaksi keuangan desa termasuk dalam kelompok skala kecil, sehingga   lebih   tepat   ditangani   secara   mudah   dengan   database   acces   ini.

Dengan aplikasi yang praktis dan mudah seperti itu, menurut Eko, tidak ada alasan lagi untuk tidak mengaplikasikannya. “Alhamdulillah, sekarang sudah berjalan dengan baik,” ujarnya. Aplikasi sistem keuangan desa mengakomodir seluruh regulasi keuangan desa dan dirancang secara terintegrasi, mulai dari perencanaan hingga pelaporan.

Secara umum, output aplikasi sistem keuangan desa adalah dokumen perencanaan, dokumen penganggaran, dokumen penatausahaan dan laporan-laporan tingkat desa dan tingkat kabupaten.Jadi, Siskeudes benar-benar menerapkan system keuangan yang transparan, akuntabel dan partisipatif.

Sistem keuangan ini memang bersifat online, sehingga bisa diakses oleh siapa saja.Dengan begitu, masyarakat Desa bisa mengontrol sendiri bila ada penyimpangan atau penyalahgunaan Dana Desa.

Menteri kelahiran tahun 1965 ini mengingatkan, pemerintah telah menggelontorkan Rp187 triliun selama tiga tahun dalam pengalokasian dana desa. Pada tahun 2018 ini, pemerintah mengalokasikan Rp60 triliun untuk 74.910 desa.

Pengelolaan dana ratusan juta hingga miliaran rupiah tersebut, kata Eko, harus menggunakan prinsip-prinsip transparansi salah satunya dengan menggunakan Siskeudes. “Selain Siskeudes, saya minta baliho Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dipampang di kantor kepala desa. Jika ada penyelewengan, masyarakat dapat melaporkan ke Satgas Dana Desa di call center 1500040,” jelas Eko.

Meski demikian, dia meminta agar masyarakat terlibat aktif dalam pengawasan tersebut. Hal itu dimaksudkan sebagai upaya pencegahan penyelewengan dana desa.

Eko mengatakan, Kepolisian telah memberikan jaminan akan melindungi setiap masyarakat yang melaporkan dugaan penyelewengan dan memproses hukum bagi pihak yang dianggap melakukan intimidasi.

“Saya sudah ada jaminan, jadi minggu lalu Satgas Dana Desa sudah ketemu langsung dengan Bapak Kapolri. Jadi setiap ada intimidasi, polisi menjamin akan melindungi yang terintimidasi dan akan memproses secara hukum untuk yang mengintimidasi,” ujar Eko.

Selan itu, lanjut Eko,  Satgas Dana Desa akan merespon cepat setiap aduan atau laporan yang diterima dari masyarakat.”Jadi Satgas dalam waktu dua kali dua puluh empat jam akan menindaklanjuti laporan itu,” kata Eko.

Kemendes memang terus memperbaiki layanan pengaduan dari masyarakat.Sekretaris Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Anwar Sanusi berharap ke depan Layanan Pengaduan akan menjadi jantung dari kementerian.

“Nanti ruang kendali akan bisa memantau semua kegiatan yang dilaksanakan oleh seluruh komponen kementerian. Layanan pengaduan akan membangun sistem Quick Wins, suatu system yang tidak rumit yang akan memberikan kejelasan alur bagi penanya atau pengadu, sampai dimana permsalahan yang mereka sampaikan itu ditangani dengan cepat dan akurat oleh kementerian,” katanya beberapa waktu lalu.

Dengan demikian Kemendes PDTT akan menjadi kementerian yang responsif  dan akurat dalam melayani pengaduan masyarakat. Layanan pengaduan di Kemendes telah berjalan selama tiga tahun.Menurut data di Kemendes, sejak Januari – Desember 2017, Layanan Pengaduan Kemendes PDTT menerima total 9.462 aspirasi/pertanyaan/aduan yang disampaikan melalui enam kanal resmi yaitu PPID sebanyak 9 aduan.

Masyarakat menyampaikan aspirasi, pertanyaan, keluhan, atau pun laporan dengan mendatangi loket PPID yang berada di depan Ruang Humas Kantor Kemendes PDTT di lantai 1 Gedung Utama, dengan mengisi formulir yang disediakan dan serta membawa dokumen yang diperlukan; kanal berikutnya adalah melalui aplikasi LAPOR! sebanyak 618 aduan.

Kanal LAPOR! ini diinisiasi oleh Kantor Staf Presiden (KSP) dankini dikelola oleh Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara (KemenPAN).Layanan pengaduan yang terpopuler adalah melalui aplikasi Short Messenger Services (SMS) yaitu sebanyak 5.582 SMS; Call Center 1500040 sebanyak 1.725 telepon; Facebook Kemendesa1 sebanyak 1.038 status dan Twitter Kemendes PDTT @KemenDesa sebanyak 490 cuitan.(jef)

 

Menteri Desa Pesan Kepdes Jangan Takut kelola Dana Desa

JAKARTA:(Globalnews.id)- Menteri Desa, Pemberdayaan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), Eko Putro Sandjojo, terus mewanti-wanti agar Kepala Desa tidak takut dalam mengelola Dana Desa,  menyusul  serapan Dana Desa tahun 2017 lalu yang meningkat hingga 98,7 persen.

“Jangan sampai terjadinya proses hukum terhadap kasus-kasus penyimpangan Dana Desa yang terjadi di sejumlah desa akan menurunkan keberanian para Kepala Desa,” ujar Eko ketika dihubungi melalui telepon seluler, Senin ( 5/3/2018).

Eko merasa perlu menyampaikan wanti-wanti ini lantaran sampai saat ini masih sering mendengar keluh-kesah para kepala desa yang khawatir menghadapi kasus hukum akibat Dana Desa.

Selama satu tahun terakhir, jelas Eko, ada sekitar 900 kasus yang ditangani Satgas Dana Desa dari 74.954 desa. Kasus itu, tak kurang dari 234 kasus dana desa diserahkan ke KPK dan 167 diserahkan ke Kepolisian. Sudah 67 kasus dana desa yang divonis pengadilan. Terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi juga ikut menyelidiki penyelewengan dana desa dengan menangkap kepala desa hingga bupati di Pamekasan.

“Jangan sampai dengan adanya 67 kasus kasus dari 74.000-an (desa) ini membuat kepala desa yang benar dan yang bersih jadi takut,” tegasnya.

Pria kelahiran 21 Mei 1965 ini mengaku mendapat informasi banyak kepala desa yang diintimidasi, dijebak, dan akhirnya melakukan suap.Untuk itu, menteri yang merakyat ini meminta para kepala desa untuk langsung melapor bila ada upaya kriminalisasi. “Kepala desa berhak melapor jika ada tindakan yang tidak sesuai aturan. Pemerintah nantinya akan mengirimkan pendampingan dalam waktu 2 x 24 jam atas laporan yang diberikan.”

Menteri Eko menyampaikan dirinya sudah melakukan pertemuan dengan para aparat penegak hukum, mulai dari Kapolri, Kejagung, dan juga KPK, yang menyepakati bahwa kebijakan dari kepala desa dan juga pelaporan administrasi desa itu jangan sampai masuk dalam ranah pidana.

Meski demikiam Eko menegaskan, pihaknya tidak akansegan-seganbertindak bila ada aparat Desa yang masih berani bermain-maindengan dana desa.  “Saya dengan Pak Mendagri kita sudah sepakat tidak main-main lagi dengan penyelewengan lagi. Bulan madu sudah selesai, kalau kemarin sudah diinget-ingetin aja.Saat ini kalau masih macam-macam kita tangkap.Kasus Pamekasan bukan terakhir kalau masih ada pemangku kepentingan yang main-main di Dana Desa,” ancamnya.

Serapan Dana Desa

Ketegasan sikap Menteri Eko memang sangat dibutuhkan agar Dana Desa yang tahun ini sebesar Rp 60 triliun itu benar-benar memberi manfaat optimal bagi kesejahteraan masyarakat desa. Apalagi tingkat serapan dana desa dari tahun ke tahun terus meningkat. Bila besarnya serapan tersebut tidak dibarengi dengan peninglatan kesejahteraan masyarakat desa tentunya ada yang tidak beres.

Untuk menghindari hal tersebut, Kemendes dibawah kepemimpinan Eko menetapkan empat program prioritas agar penggunaan Dana Desa lebih terarah. Keempat program prioritas tersebut adalah Program Unggulan Kawasan Pedesaan (Prukades), pembangunan embung, pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan pembangunan sarana olahraga desa.

Eko berharap tingginya serapan Dana Desa dibarengi dengan semakin membaiknya pelaksanaan keempat program tersebut. Tahun lalu,  dana desa sebesar Rp.60 Triliun berhasil terserap 98,47 persen. Ini meningkat dari tahun sebelumnya yang terserap 97 persen dari Rp.46,98 Triliun. Sebelumnya, yakni tahun 2015, tingkat serapan Dana Desa yang kala itu sebesar Rp.20,67 Triliun hanya sebesar 82 persen.

Anggaran dana desa tahun 2018 masih sama seperti tahun sebelumnya yakni Rp 60 Triliun. Namun bedanya, jika formula jumlah dana desa tahun lalu menggunakan rumus 90:10, yakni 90 persen dibagi rata ke seluruh desa dan 10 persen selebihnya dibagi berdasarkan kondisi desa, maka tahun 2018 formula yang digunakan adalah 80:20 yakni 80 persen dibagi rata ke seluruh desa dan 20 persen selebihnya dibagikan sesuai kondisi desa.

Selain itu jumlah desa tahun ini juga bertambah dari tahun lalu sebanyak 74.910 desa menjadi.74.954 desa.”Jadi nanti di desa yang sangat tertinggal yang tahun lalu bisa dapat (dana desa hingga Rp.1,5 Miliar, sekarang bisa dapat hingga Rp.2,5 Miliar,” ujarnya.

Ditambahkannya, dana desa tahun ini juga memiliki program cash for work dengan memanfaatkan 30 persen dana desa untuk membayar upah kerja proyek dana desa. Yang mana pekerja dari proyek dana desa tersebut adalah warga desa setempat. “Dengan program ini kita bisa menciptakan 5 juta job (pekerjaan),” ujarnya.

Dikatakannya, dana desa yang telah berjalan dalam tiga tahun terakhir mampu menyumbangkan penurunan angka stunting di Indonesia hingga 10 persen, yakni dari 37 persen menjadi 27 persen.

Menurutnya penurunan angka stunting sangat penting mengingat kebutuhan peningkatan kualitas angkatan kerja sangat dibutuhkan.

“Berdasarkan hasil penelitian Gajah Mada (Universitas Gajah Mada). Tahun 2016 kita berhasil mengangkat sebanyak 10.000 desa tertinggal.Berdasarkan RPJMN (Rencana Program Jangka Menengah Nasional) kita dituntut untuk mengangkat 5.000 desa tertinggal menjadi berkembang.Artinya target sudah terlewati. Kita harapkan akan lebih banyak lagi desa tertinggal yang terangkat,” ujarnya. (jef)

 

Desa Ideal Versi Kemendes, dari Ketersediaan Infrastruktur Sampai Kesejahteraan Warga

JAKARTA: (Globalnews.id) Jangan pernah bayangkan desa di masa mendatang sebagai kawasan yang serba tertinggal, kumuh, serta dipenuhi oleh penduduk dengan penghasilan rendah atau bahkan miskin.

Empat program prioritas yang kini sedang digenjot oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) bakal menghilangkan kesan negatif desa tersebut.

“Kebutuhan sarana prasarana atau infrastruktur tercukupi, lapangan pekerjaan tersedia, iklim usaha berkembang, dan masyarakatnya hidup sejahtera. Itulah potret desa yang ingin dicapai pemerintahan Presiden Jokowi, “ ujar Menteri Desa PDTT Eko Putro Sandjojo di Jakarta  Sabtu (3/3/2018).

Menurut Eko  potret desa seperti itu sama sekali bukan sekedar impian. Program Kemendes, khususnya empat program prioritas yang sekarang sedang digalakkan, memang akan mengarah pada desa mandiri. “Kalau empat program prioritas dijalankan dengan baik dan benar di desa-desa, maka dengan sendirinya masyarakat Desa akan hidup sejahtera. Biayanya juga sudah ada, karena Dana Desa sudah cair sejak Januari 2018 lalu.Tahun ini alokasi Dana Desa mencapai Rp 60 Triliun.Tinggal bagaimana komitmen pelaksanaan dan pengawasannya saja,” terangnya.

Empat program prioritas Kemendes yang dimaksudkan Arief adalah Program Unggulan Kawasan Pedesaan (Prukades), pembangunan embung, pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan pembangunan sarana olahraga desa.

Arief menjelaskan, melalui Prukades, desa akantumbuh dan berkembang sesuai potensi yang dimilikinya. Dengan demikian akan terjadiklasterisasi ekonomi atau pengelompokan desa sesuai potensi yang dimilikinya. Misalnya ada desa wisata, desa pertanian, dan lain-lain. “Jadi, akan terjadi putaran ekonomi dalam skala besar di desa,” ujarnya.

Ia mencontohkan wilayah Telang di Kabupaten Musi Banyuasin yang telah fokus pada pengembangan padi, sehingga BULOG pun berinvestasi untuk penyediaan sarana pengeringan padi di sana.

“Dengan cara ini dunia usaha masuk ke desa, masyarakat pun tak perlu pusing lagi memikirkan proses pascapanen. Karena sarana pascapanen merupakan hal penting dalam sektor pertanian. Pasar akan melirik hal tersebut lantaran sarana pascapanen akan meningkatkan nilai tambah produk pertanian baik dari segi jumlah maupun kualitas,” jelasnya.

Peogram prioritas kedua adalah penguatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Mendes PDTT Eko Putro Sandjojo menegaskan komitmenya untuk memperkuat BUMDes.Eko meminta perusahaan-perusahaan mitra BUMDes di kabupaten untuk turut membentuk mitra BUMDes di desa-desa, sehingga ada pendampingan di tiap desa.

Ke depan, standar yang diterapkan di BUMDes pun diharapkan dapat mengikuti perusahaan besar.”Dengan begitu, bisa terjadi link and match antara perusahaan besar, UKM, dan pengusaha kecil di desa-desa. Karena yang selama ini menjadi problem UKM dan pengusaha kecil ini adalah mereka tak memiliki manajemen sumber daya manusia yang baik, distribusi, dan pemasaran,” kata Eko.

Tumbuh kembangnya BUMDes, menurut Eko, akanmeningkatkan pendapatan masyarakat desa. Pasalnya, semua produk subsidi dari pemerintah akan disalurkan melalui BUMDes seperti pupuk bersubsidi, sembako, gas, minyak tanah dan barang bersubsidi lainnya bahkan termasuk hibah dari pemerintah pusat.

Saat ini jumlah BUM Desa 18.446 unit.Jumlah BUMDes itu tersebar di sejumlah daerah di Indonesia. “Kementerian bekerja sama dengan Bulog telah membentuk Holding BUM Desa yang akan kian meluaskan jaringan BUM Desa sehingga upaya pengembangan BUMDesa akan lebih cepat,” katanya.

Untuk menjamin eksistensi dan tumbuh kembangnya BUMDes, kini Kemendes tengah menyiapkan payung hukumnya.Payung hukum tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2017 Tentang Perubahan atas peraturan menteri desa, pembangunan daerah Tertinggal, dan transmigrasi nomor 22 tahun 2016 tentang Penetapan prioritas penggunaan dana desa tahun 2017.

“Permen ini guna mewujudkan akselerasi pembangunan desa yang sudah cukup bagus dalam infrastruktur. Sekarang mulai pemberdayaan dan fokus mendorong desa sebagai sasaran utama pembangunan dan menjadikannya pengungkit untuk pembangunan nasional dan pertumbuhan ekonomi secara nasional,” tegas Eko.

Sedangkan program prioritas ketiga adalah pembangunan embung desa.Hal ini mengingat 80 persen desa di Indonesia adalah desa pertanian.Dengan adanya embung diharapkan kejadian-kejadian kekurangan air yang selama ini kerap terjadi di berbagai desa akan bias teratasi.

Dalam program pembangunan Embung ini, pihaknya akan bersinergi dengan Kementerian Pertanian. “Pemerintah telah mencanangkan pembangunan 30 ribu embung pada 2017 di daerah tanah tadah hujan dengan areal sekitar 4 juta hektar (ha),” jelasnya.

Program prioritas keempat adalah pembangunan sarana olahraga desa. Dengan adanya sarana ini diharapkan akan mendorong berkembangnya event-event olahraga desa, seperti Liga Desa dan sebagainya.

Menurut Eko, event tersebut tidak hanya mampu meningkatkan prestasi atlet di desa, tapi juga meningkatkan perekonomian desa. “Harapannya, empat program prioritas ini bisa menggerakkan ekonomi dan meningkatkan perekonomian desa. Dana desa dipersembahkan untuk itu, tinggal bagaimana kami mengawal agar bisa diimplementasikan,” katanya

Yang membuat Menteri Eko  optimis bahwa Dana Desa dan keempat program prioritas Kemendes bakal menyulap desa menjadi maju dan mandiri adalah peraturan pemerintah yang mengharuskan penggunaan Dana Desa secara swakelola, sehingga hanya berputar di desa.Dari tenaga kerja, bahan material, hingga konsumsi yang digunakan selama pelaksanaan proyek berasal dari warga desa sendiri.

“Jadi 30% dari dana desa tahun 2018 atau sekitar Rp 18 triliun yang digunakan untuk program padat karya. Dana sebesar itu diharapkan akan menyerap sekitar 5-6,6 juta tenaga kerja. Dengan demikian, akan ada peningkatan daya beli hingga hampir Rp100 triliun di kawasan perdesaan,” katanya. (jef)

 

Daya Beli Di Desa Tahun Ini diperkirakan Naik Hingga Rp 100 Triliun

JAKARTA: (Globalnews.id)- Dana Desa yang tahun ini sudah cair sejak Januari 2014 akan memberi efek ekonomi yang luar biasa bagi masyarakat desa.  Jumlah Dana Desa yang tahun ini mencapai Rp 60 triliun diperkirakan bakal meningkatkan daya beli masyarakat desa hingga Rp 100 triliun.

“Dampak  peningkatan ekonomi yang luar biasa tersebut terjadi karena adanya keharusan bagi desa untuk menggunakan Dana Desa secara swakelola,  dimana mulai tahun ini kami mengintensifkan penggunaan Dana Desa untuk program padat karya.” ujar Menteri Desa dan Pembangngunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), Eko Putro Sandjojo di Jakarta Sabtu (3/3/2018)

“Jadi, Nantinya ada 30% dana desa yang dialokasikan untuk program padat karya. Jika ada Rp 60 triliun alokasi dana desa, maka Rp18 triliun di antaranya digunakan untuk membiayai program padat karya,” jelasnya.

Dana sebesar itu diproyeksikan akan menciptakan 5-6,6 juta tenaga kerja. “Para tenaga kerja ini akan diproyeksikan terlibat dalam berbagai proyek yang dibiaya dana desa, seperti pembuatan infrastruktur dasar hingga pengembangan empat program prioritas,” ujarnya.

Untuk program padat karya telah diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) dari 4 kementerian: Kementerian Keuangan, Kemendes PDTT, Kementerian Dalam Negeri, dan Bappenas.  Dalam SKB 4 menteri tersebut, salah satu titik tekannya adalah larangan pengunaan kontraktor dalam berbagai program pembangunan di kawasan perdesaan.

Semua proyek pembangunan harus dilaksanakan secara swakelola sehingga dari tenaga kerja, pengadaan bahan material, hingga konsumsi yang digunakan selama pelaksanaan proyek berasal dari warga desa sendiri.

“Jadi nanti ada 30% dari dana desa tahun 2018 atau sekitar Rp 18 triliun yang digunakan untuk program padat karya. Kami harapkan dana sebesar itu akan menyerap sekitar 5-6,6 juta tenaga kerja. Dengan demikian, akan ada peningkatan daya beli hingga hampir Rp100 triliun di kawasan perdesaan,” katanya.

Prinsip swakelola memang menjadi poin yang ditekankan oleh Presiden Joko Widodo dalam penggunaan dana desa. Dengan demikian, Dana Desa yang digelontorkan dari pusat benar-benar hanya berputar di desa dan tidak mengalir ke kota. Itulah sebabnya, kata Arief, pengadaan barang dan jasa di desa yang merupakan kebutuhan rutin desa harus semaksimal mungkin bisa dipenuhi sendiri di desa.

Tetapi apakah mungkin desa melakukan itu? “Sangat bisa karena pada dasarnya, pengadaan barang dan jasa di desa harus dilakukan dengan memaksimalkan pemanfaatan material yang ada di desa semaksimal mungkin. Bukan hanya dari material saja, secara  teknis pengerjaan program pembangunan di desa termasuk pengadaan ini juga bakal diprioritaskan kepada desa setempat. Artinya, pekerjaan harus dilakukan dengan SDM dari desa, pengambilan SDM atau material dari luar desa hanya bisa dilakukan jika desa benar-benar tidak memiliki sources yang dibutuhkan,” papar Eko

Mengenai Sistem Pengadaan Barang dan Jasa sudah diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perka LKPP) No, 13 Tahun 2013 dan Perka No. 22 Tahun 2015. Di sana sudah dijelaskan mengenai pengadaan barang/jasa di tingkat desa. Tata cara atau pedoman pengadaan barang/jasa di desa yang pembiayaannya berasal dari APBDes diatur oleh Walikota atau Bupati dalam bentuk Peraturan Walikota/Bupati. Secara teknis seperti apa tahapannya?

Langkah awal adalah pembentukan Tim Pengelola Kegiatan (TPK). TPK-lah yang kemudian akan bertanggungjawab dengan Proyek Pengadaan Barang/Jasa. TPK ditetapkan oleh Kepala Desa yang pembentukannya melalui persetujuan pemerintah desa dan berbagai unsur masyarakat.Penetapannya dengan Surat Keputusan yang ditandatangani Kepala Desa.

Setelah itu TPK bakal bertangungjawab mulai dari persiapan, pelaksanaan, pengawasan, penyerahan, pelaporan dan pertanggungjawaban hasil pekerjaan.

Pada pelaksanannya, lanjut  Eko, segala yang dibutuhkan dalam proyek itu harus mengutamakan kemampuan desa. “Misalnya, jika desa memiliki toko bangunan misalnya, maka kebutuhan material bangunan harus membeli dari toko itu, apalagi jika toko itu toko milik BUMDes misalnya. Demikian juga tenaga kerja, semaksimal mungkin harus memanfaatkan tenaga kerja dari desa setempat karena hal itu berarti bakal membuka peluang pekerjaan bagi warga desa,” jelasnya.

Menteri Desa PDTT  menegaskan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa tidak boleh ada keterlibatan perangkat desa. Selain membangun profesionalitas dan upaya pencapaian kualitas kerja, hal ini dilakukan untuk mengantisipasi peluang penyalahgunaan dana. Pasalnya,, salah satu modus penyalahgunaan dana terjadi pada proses ini seperti markup alias penggelembungan anggaran dan sebagainya. Dengan cara ini pula transparansi bisa jauh lebih mudah dilakukan.

Dengan demikian, target untuk mewujudkan Desa Mandiri dan masyarakat desa yang sejahtera bisa tercapai.Pada gilirannya, situasi ini mampu menekan arus urbanisasi yang saat ini masih sangat tinggi.  “Saya kira masyarakat desa tidak akan tertarik lagi untuk pergi ke kota bila di desanya sendiri sudah banyak tersedia lapangan kerja. Salah satu tujuan Dana Desa memang untuk mengurangi kesenjangan desa-kota,” ujar Eko.

Data mencatat laju urbanisasi Indonesia per tahun mencapai 4%.Diperkirakan pada tahun 2025, 68% penduduk Indonesia berada di perkotaan.Bahkan pada tahun 2050, 85% penduduk diprediksi tinggal di perkotaan. (jef)

 

Dukung Pengembangan Industri Pariwisata Sumut, PT Hotel Indonesia Natour (Persero) Gelar “Medan KulineRUN”

JAKARTA:(Globalnews.id)- Sesuai komitmen PT Hotel Indonesia Natour (Persero)/HIN untuk mendukung pengembangan industri pariwisata nasional dengan mengangkat dan memperkenalkan  kearifan lokal – khususnya kekayaan dan keragaman kuliner dari berbagai daerah di Indonesia – maka sebagai seri lanjutan event Padang KulineRUN yang dilaksanakan bulan September 2017 dan Malioboro KulineRUN di Jogjakarta bulan November 2017, PT Hotel Indonesia Natour (Persero) pada tanggal 4 Maret 2018 melaksanakan event “Medan KulineRUN”.

Kegiatan Medan KulineRUN tersebut mendapat dukungan penuh dari Kementrian BUMN, Gubernur Sumatera Utara, Walikota Medan, Pangdam Bukit Barisan, Kapolda Sumatera Utara serta berbagai institusi dan kalangan industri lainnya. PT Inalum, holding BUMN tambang yang berkedudukan di Medan, bertindak sebagai pendukung utama event Medan KulineRUN kali ini.

“KulineRUN” yang merupakan kegiatan yang memadukan olahraga lari dan wisata kuliner ini selanjutnya akan menjadi “branding” PT Hotel Indonesia Natour (Persero) dalam mendukung pengembangan potensi dan industri kepariwisataan di berbagai kawasan di Indonesia dengan memadukan kegiatan olah raga dan olah rasa.

Seperti pada Padang KulineRUN dan Malioboro KulineRUN, Medan KulineRUn juga mempertandingkan lomba dengan jarak 2,5 ; 5 ; dan 10KM. Para peserta melakukan start di depan hotel Grand Inna Medan, dan berlari menyusuri rute jalan utama dalam kota (city run) sambil menikmati objek bersejarah atau daya tarik wisata seperti Istana Maimun, Rumah Tjong Afie, kawasan heritage titik Nol dan lain-lain, dan  finish di hotel Grand Inna Medan kembali. Para peserta selanjutnya dapat menikmati berbagai hidangan dan kuliner khas Medan, termasuk yang disiapkan oleh Grand Inna Medan seperti  roti jala, lontong medan, pecel,serabi, serta berbagai hidangan khas Medan lainnya.

Walikota Medan, Dzulmi Eldin mengharapkan agar kegiatan Medan KulineRUN ini dapat dikembangkan menjadi event tahunan, sehingga akan lebih memperkenalkan dan meningkatkan industri kepariwisataan kota Medan yang menyimpan dan kaya akan “Heritage Tourism”.

Direktur Utama PT Hotel Indonesia Natour (Persero)/HIN, Iswandi Said menyampaikan bahwa Medan KulineRUN merupakan salah satu realisasi dari komitmen HIN dalam mendukung pengembangan industri kepariwisataan nasional dengan mengangkat dan mengedepankan kearifan lokal, khususnya kekayaan dan keragaman kuliner dari berbagai daerah di Indonesia”.

Lebih lanjut Iswandi Said menyampaikan bahwa pelaksanaan event “seri KulineRUN” di berbagai kota dan kawasan ini tidak terlepas dari semangat “BUMN Hadir Untuk Negeri”, dimana melalui penyelenggaraan event ini diharapkan akan memberikan kontribusi meningkatkan  kedatangan wisatawan dari dalam maupun luar negeri khusus Sumatera Utara dimana terdapat Danau Toba sebagai destinasi unggulan yang dicanangkan pemerintah.

Sementara itu, Direktur Utama PT Inalum, Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa sebagai tanggung jawab sosial perusahaan, PT Inalum merasa terpanggil untuk berperan serta dalam mendukung kegiatan pembangunan dan pengembangan di Sumatera Utara , dalam hal ini pengembangan industri kepariwisataan di Kota Medan. Dukungan yang diberikan PT Inalum tidak terlepas dari semangat sinergi diantara badan usaha milik negara, dan kemitraan dengan berbagai pihak dimana PT Inalum berada dan melaksanakan kegiatan usahanya.

Event Medan KulineRUN yang diikuti sekitar 1500 pelari juga turut membangun semangat sinergi diantara BUMN, dimana  sejumlah BUMN turut mendukung dan menyukseskan pelaksanaan event Medan KulineRUN ini. Sebagai event series, setelah Medan KulineRUN, event KulineRUN selanjutnya akan dilaksanakan di Sanur, Bali dan Surabaya. (jef)

 

Perbankan dan Dunia Usaha Tertarik Program Prukades

JAKARTA: Program Prukades (Produk Unggulan Kawasan Perdesaan) yang kini sedang digencarkan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo tak cuma menuai pujian. Puluhan badan usaha swasa dan perbankan bahkan sudah kepincut dengan program yang berbasis potensi ekonomi pedesaan tersebut.

     Hal ini disampaikan Eko pada rapat persiapan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Kemendes PDTT, Pemerintah Daerah, dan Mitra Usaha di Balai Makarti Muktitama Kemendes PDTT, Jakarta, Rabu (28/2/2018). “Saya senang karena dari daerah yang mengikuti program Prukades ini lebih dari yang kita harapkan. Yang mendaftar hari ini sudah 102 daerah,” ujarnya.

Prukades merupakan salah satu cara agar sumberdaya yang dimiliki Indonesia terfokus pada satu lokus. Dengan begitu, satu lokus yang dikeroyok oleh berbagai stakeholder dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada, akan memberikan hasil yang lebih besar.

Eko mencontohkan, lahan tandus di Kabupaten Sumba Timur berhasil disulap menjadi perkebunan tebu dan sisal melalui program Prukades. “Sumba Timur ini tanahnya tandus, tidak pernah ditanami. Kita bekerjasama dengan satu perusahaan swasta untuk membuat perkebunan tebu, investasinya Rp4 Triliun. Bayangkan kalau tidak digerebek, bagaimana Rp 4 Triliun hanya untuk satu lokasi. Dengan business model ini, masyarakat setempat akan memperoleh pendapatan Rp85 Juta per tahun,” ujarnya.

Kisah sukses Sumba Timur ini membuat Eko yakin bahwa daerah-daerah yang kondisinya tidak seekstrem Sumba Timur akan bisa menerapkannya juga. Karena itu, Mendes mengimbau pemerintah daerah agar memanfaatkan program Prukades tersebut dengan baik, untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah.
Menteri Eko melanjutkan, desa miskin disebabkan oleh tidak fokusnya desa dalam memproduksi satu produk tertentu. Sehingga produk yang dihasilkan hanya dalam skala kecil. Akibatnya, pasar tidak bisa masuk ke desa sehingga masyarakat mengalami kerugian.

“Karena desa tidak fokus, sehingga tidak ada economy of skill, dunia usaha tidak bisa masuk. Dengan model Prukades ini kita ajak pemerintah daerah untuk menentukan fokus produknya tidak lebih dari 3 fokus, supaya benar-benar bisa fokus,” ujar dia.

Untuk diketahui, rapat persiapan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) yang digelar tersebut adalah langkah awal yang mempertemukan antara pemerintah daerah dan swasta, sebelum dilakukan penandatanganan nota kesepahaman yang akan dilakukan pada Tanggal 8 Maret mendatang.

Pada pertemuan tersebut, pemerintah dan dunia usaha yang akan bekerjasama diminta untuk menentukan fokus produk unggulan yang akan dikerjasamakan dalam program Prukades.(jef)

Prof Haryono Suyono: Sudah Saatnya BUMDes Berpayung Hukum

JAKARTA:(Globalnews.id)-Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) terus memacu program penyatu paduan potensi ekonomi kreatif pedesaan. Berbagai langkah kini telah dilakukan, terutama dalam pembentukan Badan Usaha MilikDesa (BUMDes) dengan payung hukum yang pasti.

Ketua Tim Penasehat Menteri Desa PDTT, Prof. Dr. Haryono Suyono, menilai langkah percepatan pemberdayaan berbagai potensi ekonomi desa yang sedang dilakukan Menteri Desa PDTT, Eko Putro Sandjojo, sudah sangat tepat. Menurutnya, saat ini memang sudah waktunya kelompok-kelompok ekonomi kreatif di des aitu disatupadukan agar bisa menjadi embrio suatu bentuk BUMDes yang berpayung hukum.

“Karena pengalaman yang panjang dari berbagai usaha mikro milik PKK atau usaha yang sama yang telah dikembangkan oleh kelompok Posdaya di daerah-daerah yang bisa menjadi awal dari usaha yang teratur, maka bentuk BUMDes di desa-desa juga bisa dibantu menjadi bentuk yang bervariasi,” jelas mantan menteri di era Orde Baru ini di Jakarta, kemarin.

Haryono mencontohkan, di daerah pertanian akan terbentuk BUMDes  bidang pertanian yang secara luas bergerak dalam bidang pertanian modern atau kegiatan yang ada sangkut paut dengan manusia modern di daerah perkotaan. Bisa juga memperbaiki usaha yang sudah ada sehingga bisa menjadi model baru yang harusberkembang secara professional, luas cakupannya dan memiliki usaha yang berkelanjutan.

Apabila rencana pemerintah member iperhatian besar pada BUMDes berhasil, lanju tHaryono, maka beberapa kegiatan kementerian dan lembaga pemerintah di masa lalu yang sudah berkembang maju tersebut bisa bersatu dengan kelompok BUMDes di desa. “Atau bahkan bersama BUMDes lintas desa yang memilik i cakupan luas dan berbentuk badan usaha dengan skala besar akan jau h lebih menguntungkan daripada dalam bentuk kelompok kecil-kecilan semata,” tandasnya.

Karena itu, mantan menteri era Orde Baru tersebut menyarakan agar Kepala Desa memberi perhatian terhadap kelompok di tingkatdesanya. Tak hanya itu, Kades juga sebisa mungkin merangkul kelompok-kelompok kecil untuk menjadi kelompok lebih besar, sehingga dalam perkembangannya bias menjadi BUMDes bersama. “Kelompok BUMDes bersama antar Desa akan menjadi Prukades skala besar dengan suntikan modal dan kapasitas yang dipadukan keikutsertaan pihak swasta secara besar-besaran. Karena usaha yang dikembangkan oleh ibu-ibu PKK atau oleh anggota,” paparnya.

Sebelumnya, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, danTransmigrasi, Eko Putro Sandjojo memastikan bahwa Badan Usaha MilikDesa (BUMDes) akan memiliki payung hukum untuk membentuk unit-unit usaha.

Hal tersebut disampaikan usai melakukan pertemuan dengan Ketua Mahkamah Agung di Kantor Mahkamah Agung, Jakarta, Jumat (23/2). Takhanya membentuk unit usaha, menurutnya, BUMDes juga bisa bekerjasama dengan koperasi, perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), bahkan perusahaan swasta dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT).

Dalam waktu dekat, menurut Eko, informasi tersebut akan segera disosialisasikan kepada BUMDes di seluruh desa untuk menjawab kegelisahan pengurus BUMDes. Ia mengakui, beberapa BUMDes selama ini memiliki kesulitan membentuk unit usaha karena dianggap tidak berbadan hukum.”Sekarang sudah ada kejelasan. Dan yang paling penting, dalam anggaran dasarnya, BUMDes tidak hanya semata-mata usaha untuk mencari keuntungan, tapi juga untuk memberdayakan dan kemakmuran masyarakat desa setempat,” ujarnya.

Posdaya di masa lalu umumnya berupa usaha mikro. Dengan demikian, kecenderungan BUMDes yang dibangun di desa melalui penggabungan usaha mikro tersebut adalah usaha mikro yang melayani warung atau usaha yang sifatnya kecil tetapi banyak macamnya di desa. “Dengan demikian keanggotaan dari BUMDes itu dalam hitungan warga akan banyak tetapi dalam hitungan skala modal usaha kemungkinan besar akan tidak terlalu besar,” ujarnya.

Haryonoberkeyakinan, dampak usaha bersama tersebut akan sangat besar terhadap keluarga desa. Dengan begitu kemampuan rakyat desa secara luas akan berkembang menjadi sejahtera. “Dukungan dana desa melalui BUMDes dalam pengembangan sumber daya manusia yang langsung bekerja dalam bidang bisnis mikro akan pasti mengangkat keluarga pra sejahtera menjadi keluarga yang bebas dari jerat kemiskinan yaitu menjadi keluarga yang sejahtera,” pungkasnya. (jef)

 

BPJS Ketenagakerjaan Gandeng BNI Untuk Tingkatkan Kepesertaan

JAKARTA:(Globalnews.id)- Sesuai dengan Amanah Undang-undang, BPJS Ketenagakerjaan bertugas untuk memberikan perlindungan paripurna kepada pekerja di Indonesia. Dalam pelaksanaan tugasnya, BPJS Ketenagakerjaan terus berupaya untuk meningkatkan kepesertaan, salahsatunya melalui kerjasama dengan BNI yang dituangkan dalam Perjanjian Kerjasama (PKS) tentang Sinergi Perlindungan Pekerja Dalam Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Dengan Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Program dilaksanakan sejak ditandatanganinya PKS oleh Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan E Ilyas Lubis serta Direktur Bisnis Kecil dan Jaringan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) Catur Budi Harto, dalam acara Gathering Mitra Investasi BPJS Ketenagakerjaan 2018 yang berlangsung di Borobudur Ballroom, Menara Jamsostek, Jakarta, Rabu (28/02).
Ilyas mengatakan, “Program BPJS Ketenagakerjaan adalah program negara yang penting untuk diketahui oleh seluruh pekerja Indonesia dan kami sangat mengaperisasi pihak BNI yang menyambut baik ajakan kerjasama ini sebagai dukungan atas perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan dan dalam kerjasama ini kami juga pastinya akan mendukung program yang dimiliki oleh BNI.
Maksud dari PKS ini adalah sebagai pedoman untuk memanfaatkan sumberdaya yang ada dari masing-masing pihak untuk saling mendukung dan bersinergi dalam rangka mendorong peningkatan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan dan peningkatan penyaluran fasilitas KUR kepada calon peserta, peserta, eks peserta dan keluarga peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Calon debitur KUR nantinya akan diarahkan untuk mendaftarkan perusahaan atau diri mereka ke BPJS Ketenagakerjaan untuk mendapatkan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan. “Seluruh pekerja, termasuk pemberi kerja harus mendapatkan perlindungan sesuai dengan amanat Undang-undang No. 40 tahun 2004 dan Undang-undang No. 24 tahun 2011 tentang BPJS”, papar Ilyas.
Kerjasama ini adalah tindak lanjut dari kerjasama yang sebelumnya juga telah dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan dan BNI, dimana BNI dapat melakukan proses pendaftaran peserta, pelayanan klaim dan pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan .
“Langkah yang kami tempuh ini bukan hanya sekedar untuk meningkatkan kepesertaan, juga untuk memudahkan masyarakat dalam memperoleh infromasi tentang program dan manfaat BPJS Ketenagakerjaan yang seharusnya dimiliki oleh seluruh pekerja di Indonesia”. Kami juga akan terus menjalin kerjasama dengan berbagai pihak untuk memberikan yang terbaik kepada masyarakat pekerja, pungkas Ilyas.

Lindungi Debitur
Catur menuturkan, kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan ini diperlukan karena Debitur KUR BNI sebagai ujung tombak usahanya memiliki mobilitas yang tinggi sehingga berisiko tinggi mengalami kecelakaan kerja yang dapat menyebabkan cacat sebagian hingga kematian. Hal ini dapat memengaruhi usaha debitur ini, khususnya dalam pembayaran kreditnya menjadi bermasalah. Dengan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan untuk Penyaluran KUR ini akan menjadi salah satu mitigasi risiko apabila debitur mengalami kecelakaan yang akan mengakibatkan usaha debitur terganggu dan fasilitas kredit debitur menjadi bermasalah.
Menurut Catur, sangat banyak manfaat yang dapat diperoleh para debitur KUR BNI. Dengan iuran yang sangat murah, yaitu Rp 16.800 per bulan, debitur dapat memperoleh manfaat yang sangat besar meliputi perlindungan dari kecelakaan kerja, pengobatan tanpa batas biaya sampai dengan sembuh, santunan upah saat tidak bekerja, bahkan pendampingan kepada debitur peserta ini sampai siap kembali bekerja. Dan jika debitur ini meninggal, bisa memperoleh santunan dan juga bantuan lain seperti biaya pemakaman dan beasiswa.
“BNI ingin menjalin sinergi yang utuh dan solid melalui kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan ini. BNI dapat berperan aktif menjadi agen pembangunan Indonesia. Peran kami mengedukasi debitur KUR untuk memperoleh perlindungan risiko kerja. BPJS Ketenagakerjaan juga ikut mengedukasi para pelaku UMKM peserta Jaminan Sosial Ketenagakerjaan untuk mendapatkan pembiayaan KUR melalui BNI. Dengan demikian, kedua pihak menjadi partner untuk memajukan perekonomian Indonesia sekaligus melindungi para pelaku usahanya,” ujar Catur. (jef)