JAKARTA- (Globalnews.id) : Bank Indonesia (BI) optimis pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017 mendatang akan bisa mencapai 5,1 persen. Sementara pertumbuhan global hanya sekitar 3,2 persen.Hal ini dikarenakan harga komoditas pada tahun depan diperkirakan akan tumbuh sekitar 7 persen dari tahun 2016 hanya 3,2 persen.
“Kami optimis pertumbuhan ekonomi tahun 2017 sekitar 5,1 persen, karena harga komoditas meningkat hingga 7 persen,” kata Direktur Eksekutif Dept Ekonomi & Kebijakan Moneter Bank Indonesia (BI) Juda Agung , dalam Economic Outlook 2017, yang digelar KJR (Komunitas Jurnalis Radio) di Jakarta, Selasa (15/11).
Selain Yuda,acara ini juga menghadirkan praktisi perbankan Ryan Kiryanto,Direktur Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Parjiono, dan Ketum HIPMI Bahlil Lahadalia.
Sementara pada tahun 2016 ini pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sekitar 5 persen. Pertumbuhan ekonomi ini didorong oleh konsumsi dalam negeri seperti konsumsi rumah tangga serta adanya fiskal atau belanja pemerintah dibidang investasi atau di sektor infrastruktur.
Lebih lanjut dikatakan Juda, untuk pencapaian target pada tahun 2017 sangat dipengaruhi oleh kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah serta BI tahun 2016 seperti adanya pengeluaran paket kebijakan, serta adanya penurunan BI rate atau Repo rate hingga 150 basis poin, bahkan tingkat suku bunga juga sudah mulai turun 108 basis poin, serta tingkat suku bunga kredit yang juga sudah turun hingga 60 basis poin.
Namun, tambah Juda, meskipun tingkat suku bunga kredit sudah turun, namun perbankan sangat hati hati menyalurkan kreditnya, karena kredit bermasalah (NPL) sangat tinggi, serta permintaan kredit yang cenderung berkurang. Bahkan di sektor investasi permintaannya juga mengalami negatif.
“Penurunan suku bunga kredit ini memang tidak bisa dipisahkan dari konsolidasi perbankan, walaupun saat ini NPL sudah berada di puncak dan diperkirakan akan menurun, tetapi hal ini membuat perbankan cenderung sangat hati hati dalam menyalurkan kreditnya,”tegasnya.
Dikatakan, untuk investasi ini, sangat diharapkan pembiayaan dari sektor swasta non bank. Hingga September 2016 pembiayaan dari non bank sudah mencapai Rp 154 triliun. Jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2015 lalu yang mencapai Rp 80 triliun.
Juda juga mengatakan, dengan adanya dana repatriasi yang masuk ke perbankan hingga akhir tahun mencapai Rp 143 triliun, maka likuiditas di pasar akan lebih banyak, sehinga dana pembiayaan untuk tahun 2017 mendatang juga lebih besar.
“Sumber dana pembiayaan kita berasal dari repatriasi, yang hingga Desember 2016 ini diperkirakan mencapai Rp 143 triliun, yang sudah masuk September Rp 10 triliun, dan bulan Oktober akan masuk Rp 40 triliun, jadi hingga Desember kita perkirakan akan masuk Rp 100 triliun. Masih ada sisa waktu 1,5 bula. Bila dana ini semua masuk, maka likuiditas kita sangat cukup untuk pembiayaan tahun 2017 mendatang,” tegasnya.
Juga juga mengakui, tantangan pada tahun 2017 tidak ringan, terutama dari faktor eksternal. Misalnya pengaruh dari terpilihnya presiden. Amerika Serikat Donal Trump yang diluar perkiraan banyak pihak yang membuat pasar cenderung bergerak cepar.
“Dipasar keuangan terus bergeraK lebih cepat dengan terpilihnya presiden AS yang di luar perkiraan semua pihak, ini membuat emerging market mengalami shok, “paparnya. (jef)