Industri Asuransi Optimis Tetap Tumbuh di 2020


JAKARTA:(GLOBALNEWS.UD)- Industri Asuransi Jiwa optimis tetap tumbuh pada tahun 2020, karena memiliki potensi yang tinggi terutama dari jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 268 juta orang menjadi pasar utamanya.

Selain itu berkembangnya teknologi digital dan jumlah generasi milenial di Indonesia yang sangat besar dimana sebagian merupakan pengguna internet dan sangat aktif dalam menggunakan layanan digital keuangan menjadi pendorong pertumbuhan asuransi jiwa.

“ Industri Asuransi Jiwa optimis akan terus tumbuh di tahun 2020, karena jumlah penduduk Indonesia yang besar menjadi potensi utama, dan juga adanya perkembangan teknologi digital dan meleknya generasi milenial akan perlunya asuransi,” kata Kepala Departemen Aktuaria Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Yanes Matulatuwa pada acara Insurance Market Leader Award 2019 & Insurance Outlook 2020, di Jakarta, Kamis (21/11).

Dipaparkan, jumlah kanal distribusi yang semakin bertambah akan mempermudah perusahaan dalam menawarkan produk asuransi sekaligus memberikan pemahaman akan manfaat asuransi kepada masyarakat.
Jadi, tambahnya, industri asuransi jiwa juga perlu memerhatikan tantangan yang akan dihadapi, seperti, SDM dengan kemampuan yang memadai, inovasi produk asuransi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat dan perlunya dukungan dari regulator untuk regulasi-regulasi terkait.

Lebih lanjut dipaparkan Yanes, AAJI memperkirakan premi asuransi di tahun 2020 tumbuh 10 – 14 persen dari Rp 205,40 triliun menjadi Rp 233,20 triliun yang terdiri atas premi tradisional Rp 81,57 triliun menjadi Rp 89,08 triliun di tahun 2020.Premi unit link Rp 123,83 triliun menjadi Rp 144,12 triliun.

“ Total premi di tahun 2010 diperkirakan tumbuh 10-14 persen, dan ini masih didominasi oleh unit link,” tegasnya.

Adapun premi baru pada tahun 2019 mencapai Rp 129,57 triliun, akan meningkat menjadi Rp 145,91 triliun pada tahun 2020. Serta premi lanjutan pada tahun 2019 sebesar Rp 75,82 triliun menjadi Rp 87,29 triliun pada tauin 2020.

Sedangkan total klaim, menurut Yanes, diperkirakan tumbuh 5 – 10 persen dari Rp 118,44 triliun menjadi Rp 125,09 triliun. Klaim yang dibayarkan di tahun 2019 sebesar Rp 103,71 triliun.

Untuk aset asuransi jiwa pada tahun 2020 diperkirakan tumbuh 8 persen dari Rp 609,02 triliun menjadi Rp 662,61 triliun.
Adapun Investasi pada tahun 2020 diperkirakan tumbuh 7 persen dari Rp 523,64 triliun menjadi Rp 561,65 triliun.

Sedangkan total pendapatan, pada tahun 2019 mencapai Rp 221,07 triliun menjadi Rp 248,80 triliun pada tahun 2020.

Asuransi Umum

Sementara itu, Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia, Dadang Sukresna mengatakan, pada tahun 2019 asuransi umum diperkirakan tumbuh sebesar 14 persen, sedangkan pada tahun 2020 diperkirakan akan tumbuh sebesar 17 persen.

Adapun lini bisnis asuransi umum antara lain properti, kendaraan bermotor, pengangkutan, kredit dan rekayasa.

Untuk industri asuransi teknologi ( Insurtech) saat ini sudah 60 persen dari 82 anggota AAUI sudah memanfaatkan teknologi digital.
Wujud pemanfaatan ini dapat berupa situs web, aplikasi, maupun kerja sama dengan perusahaan teknologi finansial (tekfin).

Saluran digital tidak hanya berguna untuk membeli polis baru, tetapi juga dapat untuk mengajukan klaim.

Asuransi Syariah

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) , Achmad Syahroni mengatakan, di tengah perlambatan ekonomi global, kontribusi industri asuransi Indonesia khususnya syariah masih menjanjikan, dengan pertumbuhan dua digit.

Pertumbuhan yang diestimasi mencapai 8-10 persen ini, didorong oleh tumbuhnya asuransi syariah baru yang signifikan, diantaranya halal chance.

“Sekalipun pemain asuransi syariah cukup besar, dibanding market share yang masih 5-6 persen,”katanya.

Ditambahkan, berbanding terbalik antara jumlah pemain asuransi syariah dengan besarnya pangsa pasar, memperlihatkan bahwa persaingan di asuransi syariah, jauh lebih kompetitif. Kondisi inilah yang mendorong kinerja masing-masing pemain asuransi syariah, lebih aktif memasuki pasar. Ini terlihat dari kontribusi asuransi syariah terhadap bisnis asuransi, yang pada 2014-2018 mencapai 10 -12 persen. Sedangkan 2019, hingga September posisinya sudah mencapai 7,3 persen.
Dengan angka yang sudah diatas 5 persen ini, diharapkan pada akhir 2019 nanti, bisa mencapai dua digit. Begitu juga dengan asuransi syariah, yang pada September berada diangka 6,19 persen dari total asuransi yang 44,41 persen.

Lebih jauh tentang prospek asuransi syariah, menurut Achmad Syahroni, potensinya ada pada dukungan pemerintah dan regulator Industri Keuangan Non Bank (IKNB).

“Kami optimis, prospek asuransi syariah ke depan lebih menjanjikan, dengan dukungan regulasi diantaranya Sukuk syariah,”katanya.
Namun dari keseluruhan perkembangan asuransi syariah, dikatakan, para pemain asuransi syariah masih punya banyak Pekerjaan Rumah (PR) yang harus dipenuhi untuk mengejar target pangsa pasar. Seperti patung hukum oleh regulator dan sumber daya manusia (SDM). Juga masalah pajak , yang masih double tax. Ini harus jadi perhatian bersama industri asuransi syariah, yang nantinya akan ada polis standar asuransi syariah.

Begitu juga dengan indeks literasi asuransi syariah, diakui masih rendah . Hal ini dikarenakan beberapa hal, diantaranya sistem. Karenanya pada 2020 nanti, akan diubah sasarannya dengan masuk ke komunitas. Dengan merubah image masyarakat yang masih menganggap asuransi syariah, belum halal bahwa asuransi syariah itu sudah halal.

“Semoga dengan perubahan literasi , pangsa pasar asuransi syariah bisa tumbuh menjadi dua digit,”harap Achmad Syahroni dan industri asuransi syariah akan tumbuh positif.

Sementara menyinggung tentang spin off unit-unit asuransi syariah dikatakan, pada 2020 sudah harus dipersiapkan. Mengingat batas waktu untuk spin off, 2024. Dengan begitu, tahun depan unit usaha syariah (UUS) asuransi syariah, sudah harus supmit rencana spin off dari sekitar 50 perusahaan asuransi yang memiliki UUS. (jef)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.