JAKARTA (Globalnews.id)- Pada tahun 2017 jumlah pengaduan yang diterima OJK tentang klaim asuransi sebanyak 268 pengaduan. Jumlah ini relatif kecil bila dibandingkan dengan jumlah pemegang polis asuransi yang mencapai jutaan orang.
“Pengaduan klaim asuransi ke OJK tahun 2017 lalu hanya 268 pengaduan. Itu hanya nol koma sekian persen dari jumlah pemegang polis yang mencapai jutaan orang,” kata Direktur Pengawasan Asuransi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ahmad Nasrullah, pada seminar asuransi tentang penyelesaian terbaik klaim asuransi di Jakarta, Selasa ( 20/3).
Nasrullah berharap, saat ini ada beberapa yang sedang diproses dan diharapkan klaim asuransi bisa diselesaikan secara internal dan jangan sampai meluas ke masyarakat apalagi media sosial dan media.
Hal ini perli diantisipasi oleh perusahaan asuransi agar masalah klaim tidak mencuat ke publik.
“ jadi kita usahakan penyelesaian klaim dilakukan secara internal dan jangan meluas. Kita juga hindari jangan sampai ada CEO dan menejemennya yang terserat salam kasus hukum,” tegasnya.
Dipaparkan, penyelesaian klaim terbaik adalah dengan musyawarah antara perusahaan dengan nasabah. Ini dioptimalkan dulu supaya, bila tidak bisa baru masuk ke mediasi. Dan memang hak konsumen untuk melakukan penyelesaian menempuh jalur lain.
Namun harus diingat kalau masuk ke ranah hukum akan memakan waktu dan biaya yang cukup besar. Dan mungkin kedua belah pihak juga belum tentu puas dengan keputusan yang akan dijatuhkan dipengadilan.
Sebenarnya, tambahnya, keputusan terbaik dalam suatu klaim adalah sama sama ikhlas, dimana perusahaan iklas membayar klaim dan nasabah ikhlas menerima klaim yang dibayarkan.
Sementara itu Ketua Umum AAJI Hendrisman Rahim,mengatakan, pada tahun 2017 total klaim yang telah dibayarkan perusahaan asuransi jiwa kepada tertanggung mencapai Rp. 121,08 triliun.Adapun rata rata pertumbuhan klaim asuransi ini sejak tahun 2013 hingga 2017 meningkat sebesar 14 persen per tahun.
Adapun kontribusi terhadap klaim pada tahun 2017 yakni 12,1 persen pada akhir kontrak, 6,9 persen untuk klaim meninggal, 55,6 persen nilai tebus, untuk (Partial Withdrawal sebesar 14,4 persen, kesehatan perorangan 3,5 persen, kesehatan kumpulan sebesar 4,2 persen.
Berdasarkan data AAJI, total klaim yang telah dibayarkan perusahaan asuransi jiwa kepada tertanggung mencapai Rp. 121,08 triliun meningkat 26,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2016 sebesar Rp. 96,05 triliun.
Adapun klaim nilai tebus (Surrender), dikuartal keempat 2017 meningkat sebesar 28,6 persen dibandingkan tahun 2016 menjadi Rp. 67,28 triliun, klaim ini memiliki proporsi terbesar di dalam pembayaran klaim dan manfaat, yakni sebesar 55,6 persen.
Sedangkan Klaim Penarikan Sebagian (Partial Withdrawal), juga mengalami pertumbuhan, meningkat sebesar 28,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2016, menjadi Rp. 17,49 triliun dan berkontribusi sebesar 14,4 persen.
Sementara klaim kesehatan (medical), tercatat meningkat 0,7 persen menjadi Rp. 9,35 triliun, peningkatan ini terjadi akibat meningkatnya klaim kesehatan perorangan sebesar 5,3 persen di kuartal keempat 2017.
Sebanyak 54,4 persen klaim medical berasal dari produk asuransi kesehatan kumpulan dan sisanya sebesar 45,6 persen berasal dari produk asuransi kesehatan perorangan.
Sementara itu Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyatakan pengaduan untuk produk asuransi yang diterima YLKI terbilang rendah. Yakni hanya sebesar 2 persen dari jumlah pengaduan yang diterima pada 2017
sebesar 642.
“Tetapi 2 persen bukan berarti sedikit dan tidak ada masalah karena konsumen Indonesia berdasarkan Indeks Pemberdayaan Konsumen skornya baru 30,8. Artinya, konsumen Indonesia sudah paham ada UU yang melindungi hak mereka, tapi konsumen ngga cukup baik untuk take action, terhadap pelanggaran hak-haknya, bisa saja diam,” jelasnya.
Tulus menambahkan, asuransi juga tidak termasuk 10 besar pengaduan terbanyak yang diterima YLKI pada tahun 2017. Namun, menurutnya, dalam konteks pelayanan finansial dimana asuransi termasuk di dalamnya, aduannya termasuk tertinggi.
Ditambahkan dari persentase 2 persen aduan asuransi, 52 persen diantaranya berupa penolakan klaim oleh perusahaan asuransi. Sisanya berupa standar perjanjian yang kurang dimengerti konsumen, dan pelayanan yang berbelit-belit.
Tulus mengakui rasio berasuransi di Indonesia masih rendah. Diantaranya karena konsumen mengalami asimetri informasi, daya beli rendah, ketidakinginan membayar, proses klaim yang sulit dan berbelit-belit serta marketing asuransi yang sepihak. (jef)