Jakarta:(Globalnews.id)- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memiliki peran yang fundamental dalam menjaga stabilitas sistem keuangan Tanah Air dan dinilai mampu melewati krisis pandemi Covid-19.
Demikian yang mengemuka dalam diskusi “FORWADA ONLINE MEDIA WORKSHOP 2021 – Menelisik Peran LPS dalam Memantik Pertumbuhan Kredit Perbankan”, Jum’at, (24/12/2021).
Direktur Group Riset Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Herman Saheruddin mengatakan, LPS merupakan bagian dari empat pilar Komite Stabilitas Sistem Keuangan Nasional (KSSK) yang berfungsi menjamin simpanan nasabah bank dan turut aktif dalam menjaga stabilitas sistem perbankan.
“Sebagai otoritas penjamin simpanan dan resolusi bank, LPS berkomitmen penuh untuk terus menjaga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan nasional dalam upaya untuk membangun NKRI melalui perekonomian yang kuat dan stabil,” ujar Herman.
Dijelaskan, selama periode tahun Jan 2020 – Des 2021, LPS telah memangkas Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) rupiah sebesar 275 bps dan 150 bps untuk valuta asing. TBP pada bank umum dan BPR saat ini masing-masing 3,50% dan 6,00% serta untuk valuta asing 0,25%.
“Kebijakan TBP diharapkan dapat mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional. Dengan TBP yang rendah saat ini maka perbankan akan lebih memiliki fleksibilitas dalam mendorong penyaluran kredit dengan suku bunga yang lebih rendah,” ungkapnya.
Herman menambahkan, LPS akan terus mencermati respon perkembangan suku bunga simpanan antar kelompok bank yang cenderung bervariasi serta dampaknya pada agregat suku bunga pasar dan intensitas kompetisi.
LPS, lanjut Herman, akan terus melakukan pemantauan dan evaluasi atas Tingkat Bunga Penjaminan sesuai perkembangan data dan informasi terkini yang tersedia dengan tetap memperhatikan progress pemulihan ekonomi, likuiditas perbankan, dan stabilitas sistem keuangan nasional.
Pada kesempatan yang sama, Direktur PT Bank BCA Syariah, Pranata Nazamudin mengungkapkan, proyeksi pertumbuhan perbankan tahun 2022 depan dari sisi kredit perbankan cukup positif. Hal ini karena perbankan saat ini memiliki modal yang cukup kuat yakni tingkat suku bunga acuan yang stabil.
“Dari sisi kredit perbankan tahun depan sangat positif, karena kita punya modal yang kuat yakni pertama tingkat suku bunga acuan yang stabil, bukan rendah atau tinggi, tatapi stabil yang akan membuat nyaman pelaku usaha,” ujarnya.
Selain modal cukup kuat likuiditas perbankan yang cukup longgar, Perbankan juga punya beban cost of fund yang semakin turun. Hal ini juga tentu akan menjadi modal perbankan agar menyalurkan kredit, pembiayan dengan margin yang cukup rendah.
“Tentu saja ini menjadi menarik bagi pelaku usaha ataupun konsumen untuk bisa lebih berhemat, misalnya yang ingin mengambil rumah atau pembiayaan mobil bisa dengan margin tentunya ini akan menjadi menarik,” jelasnya.
Terkait suku bunga penjamin simpanan LPS sebesar 3,5%, Pranata mengatakan, suku bunga penjamin simpanan LPS terkait dengan dana pihak ketiga dimana cost of fund bagi bank adalah modal bank. Semakin rendah bunga penjamin simpanan maka semakin baik buat bank karena dapat dengan semakin murah menjual produknya kepada konsumen.
Pranata menuturkan, komposisi nasabah BCA Syariah saat ini 60% diataranya adalah nasabah deposito, 40% sisanya nasabah giro dan tabungan. Karenanya jika terjadi perubahan tingkat suku bunga ke tingkat yang lebih tinggi, biasanya nasabah deposito akan meminta return yang naik pula.
“Dengan komposisi produk depositor yang tinggi, BCA Syariah akan membuat cost of fund naik, sementara dari penjualan atau penyaluran kredit, kita tidak bisa instan. Dari sisi pendapatan kita belum bisa menyesuaikan, tetapi dari sisi biaya kita sudah langsung cepat, karena harapannya para nasabah deposito yang price sensitive,” jelasnya.
Dia berharap, LPS bisa memberikan suku bunga acuan yang stabil selama satu tahun. “Kami sangat dekat dengan nasabah, mereka pelaku usaha mereka membutuhkan suku bunga yang stabil selama satu tahun,” katanya.
Sementara, ekonom Ryan Kiryanto menyoroti ketidakpastian ekonomi global yang belum mereda dengan hadirnya varian baru Covid-19, Omcron, Meski ada yang menyebut tidak seganas varian Delta, namun Omicron tetaplah virus yang harus diwaspadai karena bisa berdampak pada ekonomi global.
“Munculnya varian Omicron yang berasal dari Afrika Selatan ini membatasi pergerakan masyarakat dengan adanya lock down dan mengguncang pasar dunia,” ujarnya.
Ryan juga menyoroti sektor yang menjadi akselerator pada tahun 2022 mendatang. Menurutnya sektor tersebut antara lain telekomiunikasi, kesehatan pertanian dan pariwisata serta turunannya.
Dia menuturkan, saat ini saham-saham tehnologi komunikasi terus memimpin pertumbuhan indeks saham gabungan di seluruh bursa di dunia. Sementara pada sektor Kesehatan dan turunanya seperti obat, vitamin dan alkes, menjadi akselerator ekonomi karena semenjak pademi melanda, masyarakat dunia makin peduli akan kesehatannya.
Hal serupa juga terjadi pada sektor pertanian dalam arti luas, tahun lalu walaupun rendah, sektor pertanian tetap tumbuh positif.
“Sektor pariwisata adalah sektor yang sedang tidur dan akan menjadi akselerator kebangkitan ekonomi di tahun 2022. Karenanya, mulai hari ini sektor pariwisata harus menyiapkan infrastruktur pendukung dengan baik, maintenance harus dilakukan, serta menyiapkan SDM yang baik,” pungkasnya.(Jef)