Jakarta:(Globalnews.id)–Indeks literasi keuangan menunjukkan peningkatan yang signifikan, data OJK di tahun 2019 menunjukkan indeks literasi keuangan nasional mencapai 38.0% dari sebelumnya 29.7 % di tahun 2016.
Sementara indeks inklusi keuangan nasional juga menunjukkan kenaikan yang signifikan, dari 67,8% di tahun 2016, naik mencapai 76,2% di tahun 2019..Namun demikian, kenaikan indeks literasi keuangan di sektor syariah masih di bawah nasional. Indeks literasi keuangan syariah yang sebelumnya 8,1 % di tahun 2016 menjadi 8,93% di tahun 2019.
Kristrianti Puji Rahayu, Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, OJK telah melakukan berbagai terobosan dalam upaya meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah antara lain melaui sosialisasi dan edukasi keuangan syariah ke berbagai kelompok masyarakat.
Adapun, pada tahun ini, terdapat total 4.727 rencana kegiatan edukasi dari sedikitnya 2.602 pelaku usaha jasa keuangan. Dari OJK sendiri, akan mengadakan sedikitnya 465 kegiatan.
“Di masa pandemi ini kita tetap melakukan kegiatan edukasi dengan menyelenggarakan webinar, seperti edukasi keuangan syariah di kampus-kampus dan pesantren, karyawan dan profesional, serta pelaku UMKM,” ujar Puji dalam acara Webinar Diskusi Mikro Forum Syariah – Cobisnis 2020 dengan tema “Peran Perbankan Syariah Mengerek Inklusi Keuangan Di Tengah Pandemi”, Jum’at (9/10/2020).
Peran perbankan syariah sangat penting dalam upaya peningkatan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia mengingat kendala yang dihadapi sangat beragam baik secara demografis maupun geografis.
Menurut Puji, secara global, Indonesia berada di urutan 5 pada Global Islamic Economic Indicator Score, dan posisi ke 4 Islamic Finance Development Report 2019, sementara Global Islamic Report 2019 menyatakan bahwa Indonesia menempati posisi pertama pada Islamic Finance Country Index.
“Di dalam negeri sendiri, per Juli 2020 total aset keuangan syariah Indonesia mencapai Rp1.639,08 triliun. Sementara market share keuangan syariah saat ini mencapai 9.68%,” jelasnya.
Senada dengan Puji, John Kosasih Presiden Direktur BCA Syariah mengungkapkan besarnya potensi perbankan syariah di Indonesia. Berdasarkan Global Islamic Report, Indonesia adalah pasar produk halal terbesar di dunia, sekitar 10 persen dari total pasar produk halal dunia.
“Total halal market dunia tahun 2018 sekitar USD 2,2 triliun atau senilai dengan Rp33 ribu triliun. Bahkan hingga tahun 2024 pasar produk halal dunia diperkirakan akan tumbuh dari USD 2,2 triliun menjadi USD 3,2 triliun dan pasar produk halal Indonesia diproyeksikan akan tumbuh signifikan menjadi USD 320 juta atau setara Rp4.800 triliun.
“Tidak itu saja, Indonesia memiliki operator syariah terbesar di dunia mencapai sekitar 5700 institusi yang terdiri dari 34 bank syariah, 58 asuransi syariah, 7 modal ventura syariah, 163 BPRS, serta 4500-5500 koperasi syariah,” ungkap John.
Dari data tersebut, sambung John Kosasih membuktikan betapa besarnya potensi perbankan syariah di Indonesia. Namun tantangan yang dihadapi oleh industri keuangan syariah di Indonesia juga tak kalah besar yakni masih minimnya literasi dan inklusi keuangan syariah.
“Menjadi tugas bersama untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan Syariah, karena berdasarkan survey OJK 2016, tingkat literasi dan inklusi keuangan Syariah hanya 8% dan hanya 11% yang menggunakan produk Syariah. Bahkan di data 2019, literasi keuangan syariah hanya naik menjadi 8,9 % sementara tingkat inklusi malah turun dari 11% menjadi 9%,” katanya.
UMKM & Peluang di Masa Pandemi
UMKM sebagai pilar ekonomi Indonesia mendapat perhatian serius dari OJK. Selain edukasi OJK juga menggelar program skema Kredit/Pembiayaan Melawan Rentenir (K/PMR) yaitu kredit/pembiayaan yang diberikan oleh lembaga jasa keuangan formal kepada pelaku UMKM yang bertujuan mengurangi kecenderungan UMKM meminjam dari entitas kredit informal/ilegal.
“Program K/PMR ini bertujuan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman UMKM terkait produk dan layanan keuangan, khususnya produk kredit/pembiayaan,” ujar Puji.
Sementara bagi perbankan syariah, menurut John Kosasih, BCA Syariah selaku perbankan syariah selalu siap memberi solusi para nasabahnya termasuk para pelaku UMKM. Menurutnya UMKM adalah pilar penting dalam perekonomian nasonal.
“Hingga saat ini BCA Syariah telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp1,3 triliun ke sektor UMKM,” jelasnya.
Cucu Haris, Direktur KBB (Business Coach dan Owner Mie Janda) mengatakan, pengusaha kecil dan menengah merupakan bagian industri yang menjadi besar apabila dikelola dengan baik.
Menurutnya saat pandemi ini merupakan peluang bagi UMKM salah satunya karena saat pandemi ini konsumen cenderung mengabaikan brand. Mereka tidak perlu produk terkenal, yang penting produk yang mereka butuhkan tersedia.
“Ini kesempatan bagi UMKM agar market mencoba produk mereka. Pizza tidak perlu brand terkenal, sabun cuci piring juga tidak perlu terkenal, yang penting ada dan memenuhi kebutuhan,” katanya.
Sigit Sugondo mengatakan, keberadaan UMKM sangat vital utamanya karena UMKM menyerap tenaga kerja karenanya menjamin keberlangsungan usaha UMKM mutlak dilakukan. “Semoga kita semua bisa kolaborasi mewujudkan ekosistem UMKM yang lebih baik,” katanya.
Kepala Divisi Bisnis Jamkrindo Syariah Ari Perdana Ghandi mengatakan, pihaknya selaku lembaga penjamin syariah dalam dua bulan terakhir telah menjamin sebanyak 22 ribu pengusaha UMKM.
Menurutnya peluang penjaminan syariah di Indonesia sangat besar, karena belum banyaknya penjamin syariah. Saat ini Jamkrindo Syariah mendukung program pemerintah Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam menjalankan penjaminan modal kerja bekerjasama dengan perbankan syariah.
“Potensi pasar keuangan syariah juga semakin baik saat ini dengan semakin banyaknya mitra bank syariah yang membiayai KUR Syariah,”ujarnya.(Jef)