Tal Patuhi SPKN, Audit BLBI Tak Bisa Diyakini Kebenarannya


JAKARTA:(GLOBALNEWS.ID)-Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam melaksanakan tugas pemeriksaan apa pun tidak boleh bertentangan dengan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), yang dimuat dalam Peraturan BPK No. 1 tahun 2017. SPKN merupakan pedoman pemeriksaan dan tolok ukur pelaksanaan pemeriksaan yang wajib digunakan oleh auditor BPK dalam melaksanakan tugas pemeriksaan jenis apapun. 

“Auditor yang melakukan pemeriksaan dengan cara yang bertentangan dengan SPKN dapat dikatakan tidak profesional. Pada akhirnya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tersebut menjadi tidak dapat diyakini kebenarannya sehingga tidak dapat digunakan,” demikian diungkapkan Ahli Pemeriksa Keuangan Senior dan Mantan Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Dr Eko Sembodo, di Jakarta, Senin (02/09/2019).

Penegasan Eko Sembodo disampaikan menanggapi pernyataan Auditor BPK I Nyoman Wara, saat tes uji publik Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK), pada Selasa (27/08/2019) lalu, yang dinilai telah memberikan pernyataan tidak benar terkait pelaksanaan audit Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang dilakukannya.

Menurut Eko, pernyataan yang disampaikan Nyoman Wara di depan Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK tersebut, menunjukkan pelaksanaan audit yang dilakukannya terkait BLBI tidak profesional karena bertentangan dengan SPKN. “Nyoman selaku Auditor BPK yang melakukan pemeriksaan investigasi terkait dengan BLBI tidak berpedoman pada SPKN yang dimuat dalam Peraturan BPK No. 1 tahun 2017,” tutur Eko.

Sebelumnya, pada saat uji di depan Pansel Capim KPK, I Nyoman Wara mengaku digugat oleh Sjamsul Nursalim terkait pelaksanaan audit BLBI yang dilakukannya. Auditor BPK ini menegaskan audit dilakukan sesuai dengan aturan yang benar.

Audit investigasi BLBI tahun 2017 menunjukkan adanya kerugian negara, berbeda dengan audit tahun 2002 dan 2006 yang tidak ada kerugian negara. Nyoman Wara beralasan, audit 2002 dan 2006 adalah audit kinerja, sedangkan audit investigatif yang ia lakukan pada 2017 untuk menghitung kerugian negara. 

Nyoman mengakui, dalam audit yang dilakukan, ia hanya menggunakan bukti-bukti dan informasi dari penyidik KPK. Ia juga mengakui tidak melakukan klarifikasi dan konfirmasi terhadap pihak terperiksa (auditee) dengan alasan audit investigatif bersifat rahasia sehingga tidak perlu meminta tanggapan dari auditee.  

Eko Sembodo juga menilai bahwa, I Nyoman Wara telah menyampaikan penjelasan yang tidak mencerminkan sebagai auditor profesional, karena pelaksanaan pemeriksaan tidak berpedoman pada SPKN. “Statement tersebut perlu dipertanyakan karena pada dasarnya audit keuangan, audit kinerja, maupun audit investigatif tidak membedakan kewajiban Auditor BPK dalam pelaksanaan pemeriksaan untuk mematuhi dan melaksanakan standar yang ditetapkan atau dijabarkan dalam SPKN, khususnya mengenai konfirmasi dan klarifikasi terhadap auditee,” tegas Eko,

Hanya saja, Menurut Eko, untuk hasil akhir pemeriksaan investigatif yang dituangkan dalam LHP, SPKN tidak mewajibkan auditor untuk meminta tanggapan auditee. Namun, proses konfirmasi atau klarifikasi atau crosscheck terhadap auditee adalah prosedur standar pelaksanaan audit yang harus dan wajib dilakukan. “Ini adalah standar yang universal dan menjadi esensi keabsahan dari suatu audit dengan jenis apapun juga” jelasnya.

Lebih disayangkan lagi, kata Eko, dalam audit BPK 2017, pihak yang memberikan tugas pemeriksaan, pihak yang memberikan informasi/bukti yang menjadi satu-satunya sumber pemeriksaan, dan pihak yang menggunakan LHP tersebut adalah pihak yang sama, yaitu KPK sendiri, dengan tujuan menjustifikasi tuduhan KPK. “Dengan sendirinya, audit BPK 2017 tersebut adalah audit yang berpihak, sehingga jelas tidak independen,” pungkas Eko.(jef)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.