JAKARTA;(Globalnews.id)-Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Agus Muharram menegaskan bahwa bila tidak menerapkan digitalisasi ekonomi maka koperasi dan UKM di Indonesia akan ketinggalan dan tergilas dalam peta persaingan usaha. “Kemajuan teknologi informasi sulit dibendung. Bila koperasi dan UKM tidak mengikutinya akan ketinggalan”, tandas Agus saat membuka acara seminar bertema Wanita, Pemuda, dan Teknologi: Revolusi Digital, di Jakarta, Rabu (25/10).
Di acara yang dihadiri para pembicara seperti Wakil Ketua Umum Bidang Telematika, Penyiaran, dan Ristek Kadin Indonesia Ilham Habibie dan Direktur Saleema Foundation (yayasan dari Amerika) Emad Hamdan, Agus menambahkan, saat ini sudah memasuki era Triple T Revolution. Dimana telekomunikasi sudah memakai sistem wireless, transportasi yang menunjang distribusi barang dan jasa sudah “just in time”, serta travel and tourism yang sudah didominasi pelaku bisnis online atau e-Commerce. “Memesan hotel, tiket pesawat, hingga destinasi wisata sudah memakai sistem online. Lebih cepat dan lebih murah. Antar bangsa sudah tidak ada lagi sekat, semuanya sudah menyatu dalam bingkai globalisasi dan digital ekonomi”, tukas Agus.
Oleh karena itu, Agus mengungkapkan, Kemenkop dan UKM terus mendorong agar pelaku KUKM di Indonesia untuk menerapkan sistem digital ekonomi atau online. “Dalam menciptakan koperasi yang berkualitas, kita menggulirkan motto tidak ada koperasi tanpa IT, tidak ada koperasi tanpa pelatihan, dan tidak ada koperasi tanpa transaksi”, kata Agus.
Sedangkan untuk mengembangkan UKM, lanjut Agus, pihaknya terus mendorong agar pelaku UKM menerapkan bisnis e-Commerce. “Dunia sekarang sudah tanpa batas, tak lagi dibatasi ruang dan waktu. Bila tidak menerapkan pemasaran e- Commerce, maka UKM kita akan tergilas”, imbuh Agus lagi.
Meski begitu, Agus mengakui, dari total jumlah 151 ribu koperasi, baru sekitar 10% koperasi yang mengarah dan berbasis IT dalam mekanisme pelaporan ke publik. Sementara pelaku UMKM yang berjumlah sekitar 59.2 juta mayoritas hampir 98% pelaku usaha mikro, baru 3.5%-5% yang usahanya mengarah pada penerapan sistem berbasis IT. “Ini menjadi tugas kita semua untuk lebih mendorong agar pelaku KUMKM di Indonesia menerapkan bisnis secara online”, kata Agus.
Dalam kesempatan ini pula, Agus mengapresiasi peran wanita dan pemuda dalam mengembangkan wirausaha di Indonesia. “Banyak koperasi wanita di Indonesia berkinerja bagus. Begitu juga dengan UKM wanita, banyak yang bagus. Untuk pemuda, memang saat ini sudah diarahkan untuk mengubah paradigma berpikir dari pencari lapangan kerja menjadi pencipta lapangan kerja sebagai wirausaha”, tegas Agus.
Agus juga menjelaskan bahwa kontribusi koperasi terhadap PDB nasional pada 2016 sudah mencapai 3,99%, dari sebelumnya yang hanya kisaran 1,71%. Begitu juga dengan rasio kewirausahaan sudah bertengger di posisi 3,1%, dari tahun-tahun sebelumnya yang hanya 1,65%. “Jika ingin stabil secara makro ekonomi, maka rasio kewirausahaan harus berada di minimal 2%. Nah, hingga tahun 2019 mendatang, kita mentargetkan rasio kewirausahaan nasional berada di level 5%”, kata Agus.
Sementara itu, Ilham Habibie mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk dapat memanfaatkan kemajuan teknologi informasi di segala bidang kehidupan. “Maka dari itu, saya saat ini sedang mengembangkan pesawat R80 bersama Pak Habibie untuk mentrigger keberanian masyarakat Indonesia untuk terus berinovasi, terutama di bidang teknologi”, kata Ilham.
Pembicara lainnya, Direktur Saleema Foundation (yayasan dari Amerika) Emad Hamdan mengatakan bahwa Islam pun membahas tuntas mengenai kemajuan teknologi. “Salah satu passion saya adalah mengkaji Al-Quran. Kita sebagai umat Muslim diharapkan bisa menggunakan teknologi, namun tetap dalam koridor Al Quran dan Sunnah Rasul”, pungkas Emad pria kelahiran Palestina-Libanon yang pernah bekerja di American Airlines, Verizon, dan Bank of America sebagai Vice President.
Sedangkan pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan, amat penting bila pemerintah melakukan perbaikan infrastruktur pendukung digitalisasi industri. Jadi, selain membangun infrastruktur fisik, juga mengembangkan digitalisasi industri. Hal ini agar Indonesia tidak tertinggal dalam era revolusi industri fase keempat atau lazim disebut industry 4.0.
Pasalnya, lanjut Faisal, fasilitas infrastruktur digital Indonesia tertinggal dari negara-negara tetangga. Sebagai contoh, di bidang internet, kecepatan internet di Indonesia pada triwulan I 2017 baru mencapai 7,2 megabyte (MB) per detik. “Memang kita lebih baik dari Filipina dan India. Tapi kita tertinggal jauh dari Srilangka, Vietnam dan Malaysia,” kata Faisal.
Meski demikian, Faisal memuji urusan bisnis (business egality) industri digital Indonesia yang sangat baik. “Business egality kita sangat baik karena kelincahan para pengusaha yang luar biasa. Kita ada di peringkat 35,” pungkas Faisal.(jef)