Jakarta:(Globalnews.id)- Jelang Pemilu 2024, netralitas 4 juta Aparatur Sipil Negara (ASN) diuji. Sebab, ASN menjadi salah satu pihak potensial yang dilirik oleh kontestan Pemilu (Pemilihan Umum) untuk dijadikan lumbung suara.
Berdasarkan Data Badan Kepegawaian Negara (BKN) per Desember 2021, saat ini jumlah ASN mencapai 4 juta orang atau tepatnya di angka 3.995.634. Dari jumlah tersebut, ASN melalui kewenangannya memiliki kekuatan mengarahkan dan memobilisasi masyarakat untuk mendukung kontestan tertentu.
“Tetapi disisi lain, ASN tidak boleh terlibat dalam politik praktis karena diposisikan sebagai pihak yang netral dalam ajang Pemilu,” tegas Kepala Bagian Rekrutmen Hakim, Biro Rekrutmen, Advokasi dan Peningkatan Kapasitas Komisi Yudisial, Septi Melinda dalam diskusi acara Diklat Kepemimpinan yang diselenggarakan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN), Jakarta, Rabu (26/7).
Tahapan Pemilu bakal di mulai pada Agustus 2022 sampai dengan Oktober 2024, yang artinya ajang kontestasi politik menuju 2024 segera digelar. Berbeda dengan Pemilu 2019, pada Pemilu kali ini, pemilihan legislatif, DPD dan pemilihan presiden akan dilaksanakan secara serentak.
Septi mengatakan, azas Netralitas ASN tercantum dalam Pasal 2 huruf f UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang dimensinya meliputi netral, tidak menunjukkan keberpihakan, bebas dari konflik kepentingan, bebas dari intervensi politik, adil, dan melayani.
“Jika ASN melanggar ketentuan, maka menurut pasal 871 ayat 4 huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 disebutkan, PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena menjadi dan/atau pengurus partai politik,” jelas Septi.
Selain itu, dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, disebutkan, ASN dilarang memberikan dukungan kepada presiden/wakil presiden, calon kepala daerah/wakil kepala daerah, calon anggota DPR, DPD dan DPRD.
“Bentuk dukungan tersebut antara lain berupa ikut kampanye, menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS, mengerahkan PNS lainnya, menggunakan fasilitas negara, mengarahkan kepada keberpihakan terhadap pasangan calon peserta PEMILU, memberikan surat dukungan disertai foto kopi KTP,” tegas Septi.
*Aspek Krusial*
Netralitas, menurut Septi, menjadi salah satu landasan utama untuk mewujudkan percepatan reformasi birokrasi, netralitas harus dilakukan secara nyata oleh seluruh ASN untuk menjaga dan mencegah politisasi birokrasi.
“Karena itu, jika terjadi politisasi birokrasi, akan menjauhkan ASN dari tujuan membangun birokrasi yang profesional sebagai key success factor bagi terciptanya tata kelola pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good government and clean governance),” tegas Septi.
Netralitas ASN sambungnya, merupakan hal yang sangat krusial, dikarenakan ASN menjadi aktor intelektual dalam mewujudkan birokrasi mandiri, bersih dan melayani serta memiliki akses terhadap kebijakan dan keuangan negara.
Septi menyampaikan, langkah-langkah penting yang perlu dilakukan agar netralitas ASN tetap terjaga adalah, dengan menciptakan mekanisme kontrol internal dalam menjaga netralitas ASN, sehingga apabila terdapat silent operation ASN yang terstruktur, sistematis, dan massif namun sulit terdeteksi dapat dikendalikan.
“Selain itu, juga diperlukan sikap tegas dari pemerintah dalam menegakkan aturan penjatuhan sanksi ASN yang melanggar asas netralitas tersebut,” katanya.
Netralitas ASN tegas Septi, menimbulkan manfaat bagi beberapa pihak seperti Kepala Daerah yang membuat tercapainya target-target pemerintahan. Kemudian bagi birokrasi meningkatkan penerapan sistem merit, bagi pegawai ASN dapat mengembangkan karir lebih terbuka. Serta bagi masyarakat dapat lebih merasa dilayani dengan adil dan memuaskan.
“Disamping itu, dengan netralitas ASN diharapkan dapat membantu menghasilkan PEMILU yang jujur dan adil. Siapun pemenang dari hasil proses demokrasi harus mampu merangkul seluruh komponen bangsa untuk maju bersama menuju indonesia yang bahagia, adil dan makmur,” katanya.
*Kondisi Riil Di Lapangan*
Berdasarkan hasil survei Netralitas ASN pada Pilkada serentak Tahun 2020 yang dirilis oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) pada Desember 2021 menyebutkan, ikatan persaudaraan (50,76 persen) dan motif ASN untuk mendapatkan karier yang lebih baik (49,72 persen) adalah menjadi faktor dominan yang mempengaruhi netralitas ASN.
Septi menambahkan, KASN juga mencatat bahwa pada Tahun 2020 terdapat 604 ASN dijatuhi hukuman disiplin akibat melanggar asas Netralitas pada Pilkada Tahun 2020 tersebut.
“Menghadapi fenomena pelanggaran asas netralitas ASN ini, pemerintah tidak tinggal diam. Dalam Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) serentak Tahun 2020 Pemerintah mengeluarkan regulasi untuk mewujudkan penyelenggaraan Pilkada serentak yang netral, obyektif dan akuntabel,” terangnya.
Kemudian melalui Keputusan Bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Kepala Badan Kepegawaian Negara, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara dan Kepala Badan Pengawas Pemilihan Umum tentang Pedoman Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2020,
Dalam kesepakatan bersama itu, Pemerintah mengatur upaya dan langkah pencegahan, penjatuhan sanksi, pembentukan Satuan Tugas Pengawasan dan tata cara penanganan atas laporan dugaan pelanggaran netralitas Pegawai ASN pada Pilkada serentak Tahun 2020.(Jef)