Jakarta:(Globalnews.id)–Di tengah ketidakpastian dan tantangan perekonomian global, industri keuangan Indonesia masih mencatat kinerja positif. Hal ini ditandai dengan kinerja dari salah satu bank pelat merah, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), dengan laba yang mencetak rekor dan ‘terbang’ 68% mencapai Rp 18,31 triliun.
Capaian ini menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah BNI beroperasi dan didukung oleh peningkatan kredit transformasi, dan inovasi. Sepanjang 2022, BNI mencatat penyaluran kredit Rp 646,2 triliun atau tumbuh 10,9% dibandingkan 2021.
Ekonom INDEF Nailul Huda menyebut kinerja positif perbankan tidak lepas dari pulihnya perekonomian nasional sehingga meningkatkan pertumbuhan kredit. Namun, dia tak memungkiri adanya potensi perlambatan penyaluran kredit akibat kenaikan suku bunga acuan.
Menurut dia, pertumbuhan kredit bisa turun ke angka 8% hingga 9%. Sehingga pihak perbankan perlu menyiapkan antisipasi demi tetap menjaga kinerja positif.
“Seperti BNI yang memang mencatatkan kinerja positif baik di kredit dan pertumbuhan DPK. Salah satu kuncinya adalah menjaga nilai NPL turun, sehingga risiko perbankan semakin berkurang. Semakin turun NPL, maka cost of credit-nya akan menurun. Hal ini semakin membuat biaya penyaluran kredit semakin efisien,” jelas Nailul, Selasa (31/1/2023).
Secara terpisah, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengungkapkan peningkatan kinerja yang terlihat pada perbankan di tanah air terutama didorong oleh pemulihan ekonomi. Kemudian dipengaruhi peningkatan permintaan kredit sebesar Rp 272,27 triliun atau 10,35%, terutama pada sektor manufaktur, perdagangan dan pertambangan.
Peningkatan kredit program pun juga memberikan dampak, antara lain Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan KPR Subsidi.
“Selain itu, seiring dengan perbaikan kondisi pasca Covid-19, hal tersebut mendorong menurunnya kredit restrukturisasi, termasuk yang menggunakan stimulus Covid-19. Kondisi perbaikan tersebut berdampak pada penurunan rasio NPL Bank Himbara dari 3,19% (Desember 2021) menjadi 2,54% (Desember 2022),” ungkap dia kepada CNBC Indonesia belum lama ini.
Dian melanjutkan, sejalan dengan pertumbuhan kredit dan penurunan risiko kredit, bank juga mengalami peningkatan fee based income dan peningkatan cost efisiensi. Hal ini didapatkan melalui proses transformasi digital yang sedang berjalan.
“Hal tersebut dengan sendirinya memberikan pengaruh terhadap peningkatan laba bank. Namun demikian, OJK akan terus mencermati perkembangan perekonomian global dan dampaknya terhadap perekonomian nasional, termasuk fungsi intermediasi dan stabilitas sistem keuangan,” ujar dia.
Sementara itu, untuk mendukung kinerja perbankan, pihaknya akan mencermati perkembangan perekonomian global dan dampaknya terhadap perekonomian nasional. OJK pun akan meminta Lembaga Jasa Keuangan (LJK) menyiapkan buffer memadai untuk memitigasi risiko yang mungkin timbul.
“OJK juga akan merespon secara proporsional perkembangan lebih lanjut dengan tetap mengedepankan stabilitas sistem keuangan serta menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional,” tegas Dian.
Sebelumnya, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan realisasi laba bersih ini lebih tinggi dari estimasi. Sepanjang 2022, penyaluran kredit yang dilakukan secara selektif ini, dan membuat perbaikan kualitas aset.
BNI mencatat ratio loan at risk (LaR) BNI turun dari 23% menjadi 16% dan tingkat biaya kredit (cost of credit) turun dari 3,3% menjadi 1,9% pada 2022
“Itu merupakan hasil kombinasi antara strategi pertumbuhan bisnis yang prudent, selektif. Kredit kami tumbuh 10,9% secara tahunan dengan sumber pertumbuhan dari nasabah yang tentunya berkualitas baik,” ujar Royke dalam acara BBNI Earnings Call FY2022, Selasa (24/1/2023).(Jef)