KUNINGAN:(Globalnews.id)- Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM Abdul Kadir Damanik menekankan agar pelaku UKM sektor makanan dan minuman yang berbasis budaya kearifan lokal melakukan kemitraan dengan usaha besar.
“Dalam menghadapi perubahan zaman ini, UKM perlu berbenah diri dalam meningkatkan kualitas dan inovasi produk. Salah satu solusinya adalah dengan sinergi atau kemitraan dengan usaha besar”, kata Damanik pada acara Focus Group Discussion (FGD) Restrukturisasi UMKM Bidang Makanan dan Minuman, di Kuningan, Jawa Barat, Rabu (8/8).
Damanik mencontohkan di Kabupaten Kuningan ada usaha makanan dan minuman menengah yang sudah berskala besar mampu membina usaha sejenis yang kecil-kecil. Yang besar menampung produk dari yang kecil dengan standarisasi yang sudah ditentukan. “Di Kuningan, ada UKM kue-kue kering bernama 5 Bintang yang membina sekitar 50-an usaha kecil. Mereka maju dan besar secara bersama-sama seperti halnya pola inti plasma. Pola ini menarik untuk kita kembangkan di wilayah lain di Indonesia”, papar Damanik.
Damanik berharap usaha besar jangan sampai mengambil alih usaha kecil, jangan membeli usaha kecil, dan jangan memaksa. Intinya, pola kemitraan yang dibangun harus dengan dasar saling membutuhkan dan saling melengkapi, alias win win solutions. “Maka, saya berharap inisiatif kemitraan datangnya dari usaha besar. Kalau inisiatif datang dari yang kecil, akan tercipta adanya unsur pemaksaan yang bisa merugikan usaha kecil”, ungkap Damanik.
Meski begitu, Damanik masih menemukan beberapa kelemahan yang dialami usaha kecil. Yaitu, organisasi manajemen usaha masih tradisional. “Dengan mengikuti program restrukturisasi, kita akan mendorong mereka menjadi moderen, dimana usaha harus dikelola dengan benar dan ada pembagian tugas yang jelas”, tandas Damanik.
Kelemahan lain terlihat dari masih lemahnya penataan aset usaha. Padahal, dengan aset yang dimiliki, usaha mereka bisa lebih berkembang lagi untuk membuka pasar yang lebih luas. “Kelemahan lain juga ada di bidang usahanya itu sendiri. Dimana saat ini sudah ada tuntutan masyarakat akan makanan dan minuman yang higienis. Soal ini, kita akan sentuh dengan menggandeng BPOM”, kata Damanik.
Bagi Damanik, UKM makanan dan minuman perlu terus dibina agar mampu menghasilkan produk yang higienis dan sehat. Tapi, dengan cara yang sederhana, murah, dan mudah. “Yang harus juga diperhatikan adalah ketersediaan bahan baku, kemasan, dan perluasan pasar. Agar ke depan, produk mereka jangan sampai menurun dan hilang di pasaran”, tegas Damanik.
Damanik mengungkapkan, ada usaha besar terkenal dengan produknya, tapi tidak memiliki pabrik atau industri produk tersebut. Barang yang dikemasnya berasal dari banyak pelaku UKM di daerah. “Banyak yang seperti itu di Indonesia dan di luar negeri. Dimana tidak punya produk tapi bisa jualan dan menjadi terkenal. Mereka hanya memiliki standar kualitas produk juga kemasan yang bagus sesuaj selera pasar. Pola kemitraan seperti itu saling menguntungkan. Diantara mereka juga tercipta hubungan saling transparan. Pola ini menumbuhkan kreatifitas dari para UKM”, papar Damanik.
Dalam kesempatan yang sama, Damanik pun mengajak para usaha kecil di sektor makanan dan minuman untuk membentuk satu wadah bernama koperasi. “Pendirian koperasi bukan karena pemaksaan, melainkan lahir karena adanya satu kebutuhan bersama. Mereka harus diberi pemahaman manfaat koperasi bagi pengembangan usahanya. Saya pikir, dengan mendirikan koperasi itu merupakan solusi yang tepat”, tukas Damanik.
Dengan adanya koperasi, kata Damanik, bahan baku produknya sudah disiapkan tanpa harus membeli sendiri. Kalau membeli sendiri itu artinya ketengan, mahal, ongkos, hingga habis waktu. “Kalau semuanya diurus koperasi, harga bahan baku menjadi lebih murah. Karena koperasi beli dalam jumlah besar. UKM tidak lagi harus mengeluarkan ongkos transportasi, harga lebih murah, lebih hemat. Pokoknya, banyak keuntungan yang bisa diraih UKM dengan berkoperasi”, pungkas Damanik.(fan)