JAKARTA:(Globalnews.id)- PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menggelar acara diskusi bertajuk Khasanah Batik Pesona Budaya guna meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap batik.
Acara yang di gelar melalui Forum Kafe BCA ini dihadiri oleh Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja, Direktur Edukasi & Ekonomi Kreatif Badan Ekonomi Kreatif Poppy Savitri, Rektor Universitas Pekalongan Suryani dan founder Galeri batik Jawa Indigo, Nita Kenzo.
Jahja mengatakan Forum Kafe BCA VI ini digelar untuk memberikan rekam jejak falsafah batik kepada generasi muda supaya dapat mengenal lebih dekat batik dari masa ke masa. Melalui hal tersebut diharapkan batik dapat menjadi salah satu warisan budaya yang perlu dilestarikan.
“Kafe BCA VI membahas kedalaman rasa, makna, jiwa, cinta dan harmoni yang “tertulis” dalam kain batik sebagai karya seni yang orisinal. Sebagai kain peradaban, kain batik memiliki makna filosofis yang terkandung dalam setiapmotif, desain dan teknik pewarnaan yang melambangkan kearifan lokal bangsa Indonesia,” kata Jahja di Jakarta, Selasa (23/5/2017).
lebih lanjut Jahja mengatakan aspek sosial budaya yag terangkum di balik sehelai kain Batik menawarkan nilai tambah yang tinggi di pasar domestik maupun internasional.
Sepanjang 2015 lalu, nilai ekspor batik mencapai angka US$178juta atau menigkat 25,7% dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Saat ini batik asal Indonesia banyak menyasar Jepang, Amerika Serikat dan Eropa sebagai destinasi ekspornya. Beragam inisiatif yang dilakukan BCA lanjut Jahja berkontribusi menyediakan wadah bagi peningkatan kualitas para perajin Batik serta kemajuan budaya dan ekonomi masyarakat berbasis kearifan lokal. (jef)
Dalam Forum KAfe BCA VI tersebut juga sekaligus diluncurkan buku “Batik Pekalongan : Dari Masa ke Masa:. Buku yang ditulis oleh Budi Mulyawan itu didukung penuh oleh BCA sebagai salah satu inspirasi bagi kemajuan teknik membatik di Indonesia.
Batik Indigo
Dalam acara itu juga ditampilkan fashion show, dari roduk ramah lingkungan yang kini mulai diminati oleh banyak masyarakat di seluruh dunia, yaitu batik Indigo dari Yogyakarta.
Menurut Nita Kenzo, batik Indigo adalah batik yang proses pewarnaannya menggunakan daun nila atau Indigofera tinctoria.
Sehingga batik-batik yang dihasilkan memiliki warna biru alami. Saat ini, kain batik indigo juga banyak digunakan untuk berbagai model pakaian yang lebih modern dan kekinian.
“Ini yang membuat Galeri Batik Jawa menggunakan tanaman indigofera dalam pembuatan batiknya. Kami mencoba mengembalikan batik ke pewarna alam, dan terbukti di Eropa, batik Indigo mulai banyak digandrungi karena mereka senang produk go green,” ungkap Nita
Sebenarnya, lanjut dia, penggunaan warna alam, khususnya indigofera sudah digunakan sejak dulu, saat Indonesia masih dijajah Belanda. Sayangnya, pemanfaatan pasta indigofera ini di ekspor ke luar negeri, dan tidak digunakan di negara kita sendiri.
Untuk terus memproduksi kain batik indigo, kata Nita, Galeri Batik Jawa pun bekerja sama dengan para petani tanaman indigofera, sehingga membuka pekerjaan baru bagi petani yang mau menanam indigofera.
“Saat ini di dunia international, sudah ada anjuran untuk tidak lagi menggunakan pewarna yang bersifat sintetis, karena bisa merusak lingkungan, sehingga produk ramah lingkungan pun makin diminati. Inilah kesempatan Indonesia untuk mengenalkan batik Indigo,” tambahnya.
Tak hanya proses pewarnaannya yang unik, dengan adanya proses batik yang rumit, penuh makna dan filosofi, kental akan nilai-nilai budaya, batik Indigo bisa menjadi nilai lebih dari produk batik Indo ke depannya.(jef)