Oleh: M. Fariz Fadillah Mardianto, Dosen Prodi Statistika Unair
Pandemi Covid-19 yang terjadi di dunia membuat masayarakat selalu melakukan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Salah satu implementasi PHBS adalah menjaga lingkungan dengan memperhatikan sampah yang berserakan. Sampah perkotaan merupakan salah satu masalah yang perlu mendapatkan perhatian di Indonesia..
Indonesia termasuk sepuluh negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. Banyaknya penduduk yang tinggal di sebuah negara berpengaruh dalam tingkat belanja dan konsumsi penduduk. Luaran dari tingkat belanja dan konsumsi adalah limbah yang dihasilkan, dimana merujuk Undang – Undang Nomor 18 tahun 2018 tentang tata Kelola sampah, sampah merupakan limbah dalam wujud padat.
Pada tahun 2019, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyampaikan bahwa produksi sampah nasional mencapai 175.000 ton per hari. Rata-rata satu orang penduduk Indonesia menyumbang sampah sebanyak 0,7 kg per hari. Jika dikalkulasi dalam skala tahunan, Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 64 juta ton.
Kota metropolitan dan kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya adalah kontributor penyumbang sampah terbesar. Berdasarkan hasil studi dari KLHK, tata kelola sempah di Indonesia sebagian besar diangkut dan ditimbun di Tempat Pembuangan Akhir atau TPA (69%).
Di Indonesia, jenis sampah yang paling banyak dihasilkan adalah sampah organik yang berasal dari sisa makanan dan tumbuhan, kemudian plastik dan kertas. Komposisi sampah khusus plastik di Indonesia saat ini sekitar 15% dari total timbunan sampah, terutama di daerah perkotaan.
Salah satu program pengurangan sampah adalah melalui adanya program bank sampah. Program Bank Sampah merupakan penerapan dari 3R (Reuse, Reduce, Recycle) yang dilakukan untuk mengurangi polusi akibat sampah. Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 13 Tahun 2012, bank sampah adalah tempat pemilahan dan pengumpulan ssampah yang dapat didaur ulang dan diguna ulang yang memiliki nilai ekonomi. Di Indonesia terjadi tren pertumbuhan bank sampah yang positif.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada tahun 2018 terjadi pertumbuhan bank sampah 5 kali lipat lebih banyak dibandingkan tahun 2014. Pada tahun 2018, jumlah bank sampah di Indonesia 7.488 unit, sedangkan tahun 2014 terdapat 1.172-unit bank sampah. KLHK menyatakan bahwa bank sampah berkontribusi terhadap pengurangan sampah nasional sebesar 1,7 %, atau setara dengan 1,4 juta ton sampah per tahun.
Di kota besar seperti Malang dan Surabaya, bank sampah merupakan tempat yang digunakan untuk mengumpulkan sampah yang telah dikelompokkan dan tempat yang menghasilkan profit bagi yang dapat menemukan peluang dalam usaha sampah. (***)
Sumber Gambar: http://banksampahmalang.com/halaman/profil.html
ekonomi kerakyatan.
Konsep “Trashmart”
“Trashmart” merupakan suatu inovasi sistem bank sampah yang memadukan sistem bank sampah yang telah dikembangkan, khususnya di Kota Surabaya dan Kota Malang. Sistem ini digagas oleh M. Fariz Fadillah Mardianto, bersama dengan tim mahasiswa yaitu Idrus Syahzaqi, Siti Amelia Dewi Safitri, dan Ellestya Exa, dari Prodi Statistika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Surabaya. Konsep “Trashmart” telah didiskusikan dari kajian teknik lingkungan dengan Nurina Fitriani, dosen Prodi Teknik Lingkunga, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Surabaya, serta kajian ekonomi dengan Lina Nugraha Rani, dosen Prodi Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga. “Trashmart” telah diseminarkan dalam International Conference on Sustainable Environmental Development and Economic Growth (ISEDEG).
“Trashmart” adalah suatu sistem reduksi sampah berbasis transaksi dan daur ulang untuk mengatasi permasalahan lingkungan dan memperkuat ekonomi masyaraka.
Penilaian masyarakat terhadap poin inovatif “Trashmart” mendapatkan nilai 85%. Hal ini dapat menggambarkan bahwa persepsi masyarakat terhadap ide “Trashmart” adalah inovasi baru yang masih belum dikembangkan. Penilaian masyarakat terhadap keyakinan untuk kemampuan “Trashmart” dalam mengatasi permasalahan sampah di kota besar, mendapatkan nilai 90,6%. Menurut pandangan responden, “Trashmart” mampu dalam memberikan solusi dalam permasalahan sampah di kota besar. Dari semua kriteria yang diujikan, terdapat kesimpulan bahwa persepsi masyarakat terhadap “Trashmart” menunjukkan respon positif.
Dengan demikian, ide “Trashmart” yang berisikan pengenalan kondisi lingkungan serta pemanfaatan sampah diharapkan mampu mengurangi jumlah tumpukan sampah yang berada di TPA. Lingkungan bersih dari sampah menimbulkan banyak dampak positif sehingga mengurangi bencana dan masalah kesehatan. Pada akhirnya konsep ini juga berimbas pada ekonomi mikro khususnya di lingkungan kecil untuk lebih berinovasi menciptakan karya baru di tengah pandemi, apalagi jika ada pemerintah daerah yang memberikan dukungan edukasi, sarana, dan sosialisasi di masyarakatnya. (***)