oleh :Suroto,Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Startegis ( AKSES)
Akhir-akhir ini ada pernyataan pejabat pemerintah yang secara keliru dan menyesatkan dengan mengatakan bahwa Gojek, Grab, Tokopedia dll adalah sebagai konsep koperasi baru.
Mereka itu adalah model korporasi bisnis swasta kapitalis. Secara fundamental tak ada yang beda dari model perusahaan biasa.
Koperasi dan korporasi itu bedanya paling mendasar adalah dalam soal kepemilikkan dan pengambilan keputusan.
Gojek dan Grab itu misalnya, mereka itu hanya libatkan para driver atau agen hanya sebagai obyek kebijakan bisnis pemiliknya bukan terlibat sebagai pemilik.
Kalau koperasi maka para driver itu juga menjadi pemilik dari saham perusahaan. Sehingga mereka juga terlibat sebagai pengambil kebijakan perusahaan.
Tujuan dari pelibatan kepemilikan dan pengambilan keputusan melalui model koperasi itu penting karena sumber eksploitasi itu muncul karena nihilnya dua hal tersebut.
Selama ini mereka yang menjadi agen atau sering disebut sebagai mitra itu khan hanya jadi obyek kebijakan dari pemilik bianis platform. Itu kenapa berulang kali Driver Gojek dan Grab itu demonstrasi. Ini jelas bukan koperasi.
Model bisnis platform koperasi itu adalah bisnis platform yang libatkan user, agen dan pekerjanya juga sebagai pemilik dari saham perusahaan selain investornya.
Contoh kongkritnya adalah Resonate, koperasi platform dalam bisnis content ini libatkan para viewwers ( penonton), artis ( agent) dan pekerjanya sebagai pemilik dari perusahaan.
Mereka itu didirikan karena ada proses pengambilan kebijakan yang tidak adil dan minus partisipasi dari bisnis platform content konvensional semacam Spotify.
Contoh paling mutakhir lainya adalah koperasi Stocksy. Ini adalah bisnis koperasi platform yang adil karena para fotografer dan filmaker menjadi pemilik dari perusahaan dan mereka turut mengambil keputusan.
Pernyataan pemerintah di atas yang sebut Grab, Gojek, Tokopedia dll itu sebagai koperasi itu sangat menyesatkan. Apalagi bisnis itu khan dikuasai oleh perusahaan venture capital asing semua.
Dari segi pengamanan data, nilai tambah ekonomi, dan lainnya jelas justru sangat merugikan kepentingan nasional.
Saat ini misalnya, bisnis market place yang beroperasi di Indonesia itu 90 persennya isinya adalah importasi. Ini bagi negara ciptakan defisit neraca perdagangan.
Sekarang ini baru 2 persen kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto ( PDB) saja isinya produk importasi. Melihat penetrasinya yang ekspansif maka akan membahayakan ekonomi kita dalam jangka panjang.
Pertama, akan mempercepat proses ketergantungan ekonomi kita pada importasi yang berarti akan dorong defisit neraca perdagangan lebih parah karena pemerintah belum menunjukkan kebijakan untuk dukung persiapan content-nya. Ini juga hanya posisikan masyarakat kita hanya akan jadi pasaran empuk produk-produk inportasi.
Kalau pemerintah mau serius sikapi perkembangan bisnis platform mustinya concern dalam soal content. Buat kebijakan pengembangan industri basis rumah tangga dan pengembangan talent baru dan kelembagaannya.
Pernyataan pemerintah di atas itu bukan hanya menyesatkan tapi juga manipulatif. Masyarakat dibodohi hanya diberikan kebangaan atas karya bisnis plaformnya anak-anak negeri. Mereka dibiarkan liar diterkam oleh investor asing yang tujuanya mempenetrasi masyarakat semata sebagai pasar.
Satu saat kelak, kalau masyarakat sudah dalam posisi ketergantungan terhadap produk-produk dan jasa tersebut maka kita akan dihadapkan pada posisi dilema. Kalau lalukan suspend maka yang akan terjadi adalah inflasi dan ini akan tempatkan kita dalam posisi yang sulit.
Ini aksiomanya koperasi, apa yang tak kamu miliki itu tak akan dapat kamu kendalikan. Saya curiga pernyataan pejabat-pejabat itu muncul karena proses lobby terselubung pemilik bisnis platform korporatif asing itu.
Kalau pemerintah mau benar dalam menaruh kebijakan harusnya paksa mereka untuk jadikan korporasi bisnis platform itu agar di public servise obligation ( PSO) kan karena akan berdampak pada masyarakat luas. Selain dorong kebijakan pengembangan bisnis platform koperasi dengan siapkan inkubasi inovasinya, venture capitalnya dan juga kebijakan dukungan ke pengembangan content dan riset.
Suroto
Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Startegis ( AKSES)