Kemenkop dan UKM bersama Yayasan bambu Lestari Akan Bangun Seribu Desa Bambu

JAKARTA:(GLOBALNEWS.ID)-Pemerintah akan menjadikan pengembangan bambu rakyat menjadi prioritas nasional. Bambu memiliki potensi ekonomi dan lingkungan yang sangat besar namun belum dikelola baik. 

Pengembangan bambu rakyat ini dibahas oleh Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dengan Yayasan Bambu Lestari dan sejumlah petani bambu Jawa Barat, di gedung Kemenkop dan UKM, Jumat (17/1). 

Dalam pertemuan itu dibahas rencana pengembangan 1000 desa bambu di Indonesia untuk mendorong peningkatan daya saing bambu rakyat.  

“Permintaan bambu sangat tinggi untuk industri timber, furniture, alat-alat rumah tangga, barang seni dan lainnya namun belum dilirik karena menggarapnya, pemanfaatannya kurang diketahui petani,” kata Teten. 

Ia mengatakan lahan untuk pengembangan 1000 desa bambu dapat dilakukan di kawasan perhutanan sosial dan lahan masyarakat. Teten menilai pengembangan di lahan masyarakat akan mudah karena di banyak desa ada tradisi menanam bambu seperti di NTT, Sulawesi, Kalimantan. 

“Sekarang bagaimana mengembangkan model bisnisnya antara petani dengan perusahaan sebagai offtaker sehingga terjalin kemitraan. Kita akan coba scaling up, bambu yang diminati pasar akan diolah di desa-desa bambu dan produksinya diambil oleh industri,” jelas Teten. 

Teten menegaskan dari analisa usaha, bambu dapat mengatasi kemiskinan dan isu lingkungan. Bambu merupakan tanaman yang mampu menyerap karbon dan menyerap air.

Direktur Utama Yayasan Bambu Lestari Arif Rabik mengatakan yang dimaksud dengan desa bambu adalah pengembangan satu desa bambu satu sistem dengan luas lahan 2000 hektar. Untuk satu desa bambu bisa terdiri dari 10 – 20 desa administratif, yang penting 2000 hektar.  

“Kalau misalnya konsensi perhutanan sosialnya itu 100 hektar, perlu 10 desa saja. Ini satu sistem yang sudah berjalan di Cina yang akan kita adopsi. Kita dorong proses industri bambu untuk dapatkan bahan baku pengganti kayu yang berkelanjutan dan lestari,” kata Arif.

Pihaknya akan mendorong pembentukan koperasi beranggotakan petani bambu di desa-desa bambu tersebut. Dengan adanya koperasi, pengembangan ekonomi bambu rakyat akan dapat dikelola dengan baik. 

Ia juga mengungkapkan perlunya proses industrialisasi bambu rakyat. Petani akan mengolah bambu hingga setengah jadi sebelum diserap oleh industri. 

“Ke depan pengembangan bambu rakyat dengan paradigma baru untuk memastikan nilai tambahnya ada di petani,” kata Arif. 

Ia mengharapkan kerja sama dengan lintas kementerian akan mempercepat pengembangan 1000 desa bambu. Penanaman bambu dapat dilakukan dinlahan terdegradasi, kawasan hutan rakyat atau sempadan sungai. 

Penasehat Yayasan Bambu Lestari Monica Tanuhandaru mengatakan secara kualitas bambu Indonesia jauh lebih baik dari bambu China. Bambu Indonesia juga memiliki produktivitas yang lebih tinggi dari bambu Cina, dan kekuatannya setara dengan kayu ulin. Namun sayangnya, pasar bambu Indonesia masih kecil. 

“Pasar bambu dunia mencapai US$ 900 miliar, sebanyak 75 persen dikuasai oleh China dan sisanya dibagi oleh 9 negara termasuk Indonesia. Ini potensi yang sangat besar,” kata Monica. 

Dengan potensi yang begitu besar, diharapkan pemanfaatan bambu bagi masyarakat semakin besar. 

Berdasarkan data Yayasan Bambu Lestari, rumpun bambu merupakan penampung air dari lapisan atas tanah yang menjaga kelestarian ekosistem kehidupan. Satu rumpun bambu dapat menyimpan rata-rata 5000 liter air.

Selain itu, hutan bambu mampu menyerap 50 ton karbon dioksida per hektar per tahun.  

Jumlah lahan bambu Indonesia memang masih rendah, hanya 25.000 hektar hutan/kebun bambu. Lebih dari 1 juta hektar bambu ditanam secara sporadis dan bambu alam tumbuh tersebar di seluruh Indonesia. 

Ada beberapa daerah yang sudah mulai serius mengembangkan tanaman bambu seperti di Kabupaten Ngada, NTT, selain itu juga di Jawa Barat. 

Potensi pengembangan bambu rakyat antara lain di Sumatera, Jawa, Bali, NTT, NTB, Kalimantan Sulawesi, Papua.(jef)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.