SUKABUMI:(Globalnews.id) Kementerian Koperasi dan UKM meminta pemerintah lebih bijaksana dalam membuat peraturan perpajakan bagi pelaku Koperasi dan UMKM. Sebab peraturan yang ada, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 dinilai belum sepenuhnya mencerminkan rasa keadilan bagi KUMKM di Tanah Air.
Hal itu dikemukakan Asisten Deputi Pembiayaan Non Bank dan Perpajakan, Kemenkop dan UKM, Suprapto di sela acara Advokasi Perpajakan Bagi KUMKM di Sukabumi, Kamis (15/2/2018). Kegiatan ini dibuka oleh Ayeb Supriatna, Kepala Dinas KUKM, Perdagangan dan Perindustrian Kota Sukabumi, serta dihadiri pengurus Koperasi, pembina KUMKM dan Dekopinda Sukabumi.
“Belum sepenuhnya mencerminkan keadilan bagi Koperasi, karena menurut gerakan koperasi harus dibedakan. Kita analogikan misalnya transaksi anak dengan orang tua masa harus dikenakan pajak, beda dengan orang luar karena ada nilai ekonomisnya,” ungkap Suprapto.
Menurut Suprapto, pengenaan pajak bagi koperasi tidak bisa disamakan antara transaksi anggota dan non anggota. Meski begitu lanjut dia Menteri Koperasi dan UKM Puspayoga telah mengirimkam usulan revisi PP Nomor 46 Tahun 2013 kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani sejak November 2017 namun hingga saat ini belum ada realisasi.
“Peraturan tersebut harus membedakan transaksi dengan anggota dan non anggota. Jadi semuanya tidak harus kena pajak,” tandas Suprapto.
Di tempat yang sama, praktisi Koperasi dari IKOPIN, Sukmahadi mengungkapkan bahwa permasalahan pajak yang selama ini dialami oleh gerakan Koperasi disebabkan karena adanya perbedaan perlakuan pendapatan dan biaya antara akuntansi koperasi dengan pajak. Jika ada perbedaan antara akuntansi Koperasi dengan pajak maka akan dilakukan rekonsiliasi fiskal.
“Gerakan Koperasi perlu mengetahui pendapatan dan biaya apa saja yang diakui pajak,” ujar Sukmahadi.
Hal lain yang masih menjadi soal yakni ambang batas pajak pertambahan nilai (PPN) dan penyesuaian tarif pajak penghasilan atau PPh final untuk KUMKM. Namun dalam Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018, pemerintah telah memasukkan rencana penurunan dua tarif itu.
Tarif PPh KUMKM diatur dalam PP Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Beleid itu mengatur wajib pajak yang memiliki penghasilan dari suatu usaha tetapi tidak lebih dari Rp4,8 miliar sesuai batasan PKP, maka dikenai tarif PPh yang bersifat final senilai 1%.
Jika saat ini KUMKM dikenakan pajak final 1 persen dari omzet per tahun, maka direncanakan mulai tahun ini akan diturunkan menjadi 0,25 persen dari omzetnya. Rencana ini akan tertuang dalam revisi PP Nomor 46 Tahun 2013. Dengan tarif murah dan perhitungan sederhana, diharapkan bisa mendongkrak kesadaran KUMKM bayar pajak.(jef)