Kemenkop UKM dan Kadin Dukung Pelaku Usaha Mikro Kecil Daftar Secara Online

JAKARTA(Globalnews.id)-Kementerian Koperasi dan UKM bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendukung pelaku usaha mikro dan kecil cukup didaftarkan secara online sebelum memulai usaha. Namun demikian, terkait kewajiban pajak kedua pihak belum mengetahui apakah ada pengenaan pajak bagi pelaku usaha mikro yang telah mendaftarkan diri.

Hal itu diungkapkan Sekretaris Kemenkop dan UKM Agus Muharram dalam acara Rakornas Kadin di hotel Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (3/10/2017). Rakornas kali ini mengangkat tema “Mendorong Digitalisasi UMKM, Industri Kreatif dan Start Up untuk Menciptakan Ekonomi Berkeadilan dalam Menghadapi Persaingan Global”.

Sejumlah pembicara yang turut diundang antara lain Patrick Walujo Kepala Badan Start Up Technology Kadin, Waketum Kadin bidang Industri Kreatif Ariful Y Hidayat, Ketua Pokja Industri Kreatif dari Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Irfan Wahid, Rudy Salahuddin selaku Deputi bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, Kemenko Perekonomian‎, serta Waketum Kadin bidang UMKM dan Koperasi, sekaligus moderator M Lutfi.

“Apakah para pelaku mikro dan kecil cukup didaftarkan saja usahanya ini dibebaskan dari pajak, tentu perlu pemikiran dan pertimbangan lebih lanjut, karena Kami belum tanya secara detail ke Ditjen Pajak kalau didaftar itu kena pajak atau tidak,” ungkap Agus.

 

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Kadin bidang UMKM dan Koperasi M Lutfi mengatakan anggota Kadin yang sebagian besar merupakan kelompok usaha mikro dan kecil ini harus membuka diri berkolaborasi dengan berbagai stakeholders guna evolusi usaha. Namun tetap berlandaskan pada azas kekeluargaan.

“Bahwa Kadin akan menjadi persatuan bagi pencipta nilai tambah baru. Dan Kadin juga ingin berkontribusi maka kami membayar pajak. Oleh sebab itu, Kadin ada untuk Indonesia,” tandas M Lutfi.

Rudy Salahuddin selaku Deputi bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, Kemenko Perekonomian menjelaskan tujuan pemerintah menerbitkan Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK) supaya memudahkan pembinaan. Pemerintah ingin ada database yang jelas berapa jumlah UKM yang akan dibina.

“Yang diperlukan pemerintah bagaimana mendata. Tidak perlu tahu asal data itu dari mana, karena itu kita minta bantuan dari pelaku usaha untuk bagaimana kita bangun data dan bina pelaku UKM dari data yang kita miliki,” jelas Rudy.

Pemerintah menargetkan tercapai 500 ribu UKM, namun sejak tahun 2015 hingga saat ini target tersebut belum tercapai. Rudy mengaku salah satu hambatannya adalah dengan diterbitkannya UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang membagi wewenang pembinaan usaha mikro pada Pemda Tingkat II dan Tingkat I untuk usaha kecil.

“Ini yang hambat kita melakukan pendataan. Contohnya data yang saat ini 50 juta di BPS itu data prediksi, sehinga kita tidak tahu mau membina UKM dan UKM naik kelas yang mana. Ini yang jadi perhatian pemerintah,” ungkap dia.

Pembicara lain, Waketum bidang Industri Kreatif Kadin Ariful Hidayat mengatakan, peluang pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia masih sangat besar. Beberapa faktor pendukungnya, antara lain bonus demografi Indonesia dan gaya hidup digital yang terus mengalami peningkatan.

“Pertumbuhan belanja online di Indonesia terus meningkat. Oleh karena itu, tak usah heran bila pemain asing pun sudah mulai masuk menggarap potensi e-Commerce di Indonesia,” kata Ariful yang akrab disapa Erik.

Maka, Erik menegaskan bahwa hanya ada dua pilihan bagi pelaku UKM yang masih konvensional, yaitu berubah atau punah. Sehingga lanjut dia, pemanfaatan teknologi tidak bisa lagi dihindari.

“Sudah lazim sekarang ini kita berpromosi barang melalui Media Sosial seperti Instagram, Twitter, Facebook, dan sebagainya. Untuk delivery produk ke konsumen, saat ini tersedia aplikasi ojek online,” ujar Erik.

Meski begitu, Erik juga mengakui bahwa masih ada permasalahan yang membelit industri kreatif di Indonesia. Seperti kualitas SDM, bahasa, sumber daya pendukung, kelembagaan, dan juga pembiayaan.

“Yang tak kalah mengherankan, para pelaku UKM industri kreatif di Indonesia hanya 16 persen yang berbadan hukum, sedangkan 83 persen lainnya masih berbentuk informal,” pungkas Erik.(jef)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.