Yogyakarta:(Globalnews.id) – Asisten Deputi Konsultasi Bisnis dan Pendampingan Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM), Destry Anna Sari menekankan, bahwa peningkatan kapasitas tenaga pendamping usaha lebih difokuskan kepada softskill tenaga pendamping dan pemanfaatan teknologi digital.
“Tujuannya, untuk memudahkan proses pendampingan dan transfer knowledge kepada para pelaku usaha, tidak hanya dalam memasarkan produknya,” kata sari, dalam acara FGD dengan pemerintah daerah, dunia pendidikan (incubator bisnis) serta pengelola PLUT DIY dan Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.
Untuk itu, KemenKopUKM menyelenggarakan FGD dengan pemerintah daerah, dunia pendidikan (inkubator bisnis), serta pengelola PLUT DI Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 28-29 September 2021 di Yogyakarta.
Di samping itu, digelar juga Bimbingan Teknis Peningkatan Kapasitas Tenaga Pendamping dengan peserta Pendamping PLUT-KUMKM dan Lembaga Pendampingan lainnya.
Tujuan lainnya, lanjut Sari, untuk menyatukan visi pemangku kepentingan mempersiapkan Major Project 2022 komoditas kayu dan rotan di Jawa Tengah, serta meningkatkan kapasitas tenaga pendamping usaha.
“Agar tercipta ekosistem yang mendukung pertumbuhan wirausaha yang inovatif, berkelanjutan, dan menciptakan lapangan kerja,” imbuh Sari.
Sari berharap PLUT KUMKM dapat menjadi platform penciptaan nilai bersama (ecosystem builder). Untuk itu, diperlukan optimalisasi peran PLUT KUMKM sebagai lembaga pendamping KUMKM yang didukung pemerintah pusat dan daerah, dunia pendidikan, serta dunia usaha/industri.
“Didukung dengan peningkatan kapasitas tenaga pendamping usaha untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing wirausaha,” tandas Sari.
Sari menjelaskan, pemerintah berupaya menambah jumlah pelaku usaha kecil dan menengah agar struktur ekonomi menjadi lebih kuat. Berdasarkan RPJMN 2020–2024, target rasio kewirausahaan Indonesia pada tahun 2024 sebesar 3,95% dan target pertumbuhan wirausaha baru di tahun 2024 sebesar 4%.
Apabila berdasarkan baseline 2019, rasio kewirausahaan sebesar 3,3% atau setara 8,2 juta. Yang artinya, untuk mencapai 3,95% membutuhkan 1,5 juta wirausaha baru hingga tahun 2024.
Angka ini juga menunjukkan bahwa dari total 64 juta UMKM Indonesia, baru sebesar 17,45% yang memiliki jiwa kewirausahaan, yang artinya erat dengan permasalahan produktifitas rendah, kurang inovasi, usaha yang tidak berkelanjutan, kurang kompetitif di pasar global.
Sari menambahkan, research and development menjadi kunci dan disesuaikan atau match dengan dunia usaha/industri.
“Diharapkan kegiatan ini mampu memberikan energi positif dalam rangka pengembangan kewirausahaan nasional dalam satu ekosistem yang terintegrasi,” pungkas Sari. (Jef)