CILACAP:(Globalnews.id)-Koperasi berbasis komunitas perfilman mulai berkembang di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir seiring dengan mulai meningkatnya kesadaran insan perfilman untuk memiliki wadah berbadan hukum legal bagi industri yang dikembangkannya.
Ketua Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (Akses) Suroto dalam acara Diskusi Perfilman di Hotel Hom Primeir Cilacap, Jumat, 22 Februari 2019, menilai industri film berbasis komunitas di tanah air mulai memperlihatkan gairah barunya. “Di beberapa tempat mulai bermunculan wacana untuk membangun koperasi sebagai basis pengembangannya,” katanya.
Menurut Suroto, insan perfilman mulai menyadari untuk memilih koperasi sebagai organisasi dan badan hukumnya karena dianggap paling sesuai untuk menaungi komunitas dan memungkinkan untuk melakukan kegiatan bisnis sekaligus.
“Ini adalah sebuah era baru berkoperasi, melalui film saya berharap wajah perkoperasian akan berubah di samping juga mengembalikan kepercayaan masyarakat dan terutama anak-anak muda untuk melirik koperasi,” kata Suroto.
Koperasi kata dia, adalah sistem perusahaan yang demokratis yang memungkinkan semua orang ikut mengambil keputusan. “Ini sangat cocok untuk dikembangkan bukan hanya pada sektor perfilman tapi semua sektor dan semua komunitas,” tambah Suroto.
Ia menegaskan bahwa koperasi sangat bermanfaat untuk menjalin kontrak kerja sama bisnis. Suroto mencontohkan Infoscreening yang bergabung dengan Koperasi Film Indonesia atau Indonesian Film Co-operative/IFC juga akan bisa langsung menjalankan usaha distribusi film ke CGV sebagai penyelenggara film khusus untuk film-film Indonesia yang terkurasi dalam festival film nasional dan international, termasuk juga film komunitas yang memiliki pesan-pesan sosial.
“Program kerja sama antara Infoscreening yang berbasis koperasi dan CGV ini diberi nama Kreasi Movie Corner. Sebagai pemutaran perdana, Infoscreening dan CGV memutar Film Film karya Garin Nugroho,” kata Direktur Infoscreening Panji Mukadis saat sesi diskusi Koperasi dan Film di Cilacap, Jawa Tengah.
Sementara menurut Amrul Hakim, Direktur Indonesian Film Co-operative, ekosistem film perlu dibangun dari hulu hingga hilir, dari produksi, distribusi, sampai rksebisi. “Hari ini industri film Indonesia belum dikuasai oleh pelaku film di Indonesia. Oleh karena itu, lewat koperasi film yang didirikan oleh komunitas komunitas film, kita bisa berjejaring dan bekerja sama membangun industri film Tanah Air, seperti yang dilakukan oleh para pelaku film di Kanada, Inggris, dan negara negara lain yang menjalankan industri filmnya dengan basis koperasi film yang lahir dari komunitas komunitas film,” tuturnya.
Kegiatan diskusi perfilman yang dihadiri oleh 30 peserta dari komunitas film di wilayah Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen ini juga mendapat dukungan dari Kementerian Koperasi dan UKM yang bekerja sama dengan Koperasi Trisakti Bhakti Pertiwi (KOSAKTI). Dalam sesi terakhir juga telah berhasil dibentuk koperasi film dengan nama Koperasi Multi Kreasi Nusantara yang segera dibadanhukumkan.
“Kami tentu ingin koperasi bisa menjadi bagian dari segala sisi kehidupan masyarakat termasuk di sektor perfilman. Saya berharap koperasi ini bisa ikut mendukung semakin tertanamnya nilai-nilai koperasi di berbagai kalangan masyarakat terutama generasi muda kita,” kata Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Kementerian Koperasi dan UKM Rulli Nuryanto.
Ia mengapresiasi semakin bertumbuhnya koperasi di bidang perfilman. Pihaknya menyatakan akan terus mendukung insan perfilman di Tanah Air agar semakin memahami prinsip-prinsip perkoperasian melalui berbagai pelatihan, pembinaan, dan pendampingan yang akan terus dilakukan.”Yang penting anggota koperasi perfilman ini benar-benar berkomitmen terhadap koperasinya yang dibentuk atas inisiatif dari mereka sendiri,” kata Rulli.(jef)