Koperasi Disarankan Masuki Sektor Riil yang Memiliki Nilai Bisnis

JAKARTA:(GLOBALNEWS.ID)-Agar manfaatnya bisa langsung dinikmati anggota, koperasi disarankan untuk tak ragu memasuki sektor ril yang memiliki nilai bisnis. Spin-off (pemisahan usaha) menjadi cara yang mudah bagi Koperasi Simpan Pinjam (KSP), untuk secepatnya mengakselerasi unit produksinya.

“Saya kira koperasi baik itu koperasi usaha atau KSP bisa mengakselerasi usaha produktifnya agar bisa langsung memiliki dampak nyata terhadap rakyat, ” ujar mantan Direktur Regional Asia Pasifik International Co-operative Alliance (ICA) Robi Tulus, usai bertemu dengan Menkop dan UKM di Jakarta Selasa (3/3/2020).

Hadir dalam pertemuan itu Deputi Bidang Kelembagaan Kemenkop dan UKM Rulli Nuryanto, Deputi Bidang SDM Arif Rahman Hakim, Staf khusus Menkoo dan UKM Agus Santoso dan pegiat koperasi Suroto.

Roby Tulus mendorong pemerintah untuk lebih memperbanyak jumlah koperasi yang bergerak di sektor riil, seperti koperasi produksi, jasa, pemasaran dan sektor riil lainnya. Dikatakan, peluang di sektor riil itulah yang mesti ditangkap koperasi. “Dengan demikian koperasi bisa berperan lebih luas pada sektor ekonomi,” jelasnya.

Khusus untuk koperasi simpan pinjam, diupayakan nanti menjadi bagian atau unit usaha dari koperasi sektor riil. Alasannya, jumlah koperasi simpan pinjam sudah cukup banyak. Di pihak lain, Pemerintah tidak boleh melarang warga atau masyarakat mendirikan koperasi. Karena itu, koperasi simpan pinjam atau SP akan diupayakan menjadi salah satu unit usaha koperasi sektor riil.

Dengan memperbesar sektor riil, maka citra koperasi akan terus membaik, sehingga meminimalkan koperasi bermasalah, yang mengganggu citra koperasi. Gangguan pada citra koperasi tersebut biasanya jamak terjadi pada koperasi simpan pinjam, yang akhirnya bermasalah, sehingga berimbas pada koperasi yang sehat. 

Terlalu Kaku

Menurut Roby koperasi di Indonesia umumnya terlalu fokus pada kegiatan usaha yang ditetapkan pada awal pembentukan, sehingga melewatkan banyak kesempatan lain yang sebenarnya memiliki potensi bisnis tinggi.

Dia mencontohkan, banyak pekerja di sebuah kantor mendirikan sebuah koperasi konsumsi, dengan tujuan dapat mengambil keuntungan dari transasksi belanja karyawan yang bekerja di kantor tersebut.

Namun, dalam operasionalnya, koperasi konsumsi ini tidak berjalan efektif, dan malah berganti fungsi ke koperasi simpan pinjam. “Ini kan sebenarnya peluang, orang tidak belanja, tetapi malah banyak pinjam uang di koperasi,” tuturnya.

Hal itu menurutnya, bukanlah sebuah kesalahan. Hanya saja, dia berpendapat pengelola koperasi seharusnya dapat melihat kesempatan tersebut dan melakukan spin off dengan membuka koperasi simpan pinjam, sehingga peluang bisnis dapat termanfaatkan.

“Koperasi seharusnya memiliki keberanian yang cukup kuat dalam melakukan spin off, karena konsumen dari koperasi adalah anggota setianya sendiri,” katanya.

Praktisi koperasi Suroto menambahkan, yang juga diperlukan koperasi adalah regulasi yang membuat mudah dalam mendirikan koperasi dan pembebasan jenis usaha yang bisa dimasuki koperasi. ” Jangan dibatasi seperti sekarang ini, saya harap semua ini bisa ditampung dalam omnibus law yang kini lagi digarap pemerintah,” tambahnya. (jef)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.