KSU Karya Nugraha Jaya, Transformasi Pengolahan Susu Dari Tradisional ke Modern


KUNINGAN: (Globalnews.id)- Kondisi koperasi yang bergerak di sektor usaha pengolahan susu sapi kini tengah memasuki masa suram. Bayangkan saja, dari total jumlah koperasi susu di wilayah Pulau Jawa sebanyak 96 koperasi, kini hanya tinggal 57 koperasi susu saja (Jabar 15, Jateng 14, Jatim 28). Salah satu yang mampu eksis dari seleksi alam tersebut adalah Koperasi Serba Usaha (KSU) Karya Nugraha Jaya (KNJ), yang berlokasi di wilayah Desa Cipari, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

KSU KNJ pun terus menunjukkan pertumbuhan positifnya secara signifikan. Koperasi yang dibangun para anak muda yang tergabung dalam kelompok peternak sapi pada 1994, awalnya hanya mampu menghasilkan produksi susu sapi sebesar 200 liter perhari. Perlahan namun pasti, pada 1998 meningkat menjadi 3000 liter perhari. Kini, KSU KNJ sudah mampu memproduksi 35 ribu liter perhari atau sekitar satu juta liter susu perbulan. “Hasil yang kami raih berkat kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk dengan pemerintah pusat dan daerah”, kata Ketua Umum KSU KNJ Iding Karnadi.

Iding menambahkan, di wilayah Cigugur ada empat koperasi yang bergerak di sektor usaha susu sapi. Total produksinya sudah mencapai 50 ribu liter perhari, dimana 35 ribu liter susu diantaranya diproduksi KSU KNJ. “Pelayanan kami setiap tahun terus meningkat, sehingga jumlah anggota kami pun terus bertambah. Awalnya hanya 15 orang dalam kelompok peternak, lalu menjadi 100 orang setelah berbentuk koperasi. Kini, jumlah anggota KSU KNJ sebanyak 875 orang peternak sapi yang berasal dari beberapa desa seperti Desa Cipari, Gunung Keling, Cisantana, Puncak, Babakan Mulya, dan Cileuleuy”, imbuh Iding.

Terkait omzet, Iding menyebut minimal sebesar Rp6 miliar yang bisa dihasilkan KSU KNJ. Dari total produksi susu sebesar 35 ribu liter perhari itu, 90% diserap industri susu besar (IPS/Industri Pengolahan Susu) seperti Ultra Jaya (Bandung) dan Diamond (Jakarta). Sisanya yang 10% diserap eceran oleh industri kecil olahan makanan dan minuman yang ada di wilayah Cigugur. “Raw materialnya dari kita, dan banyak dimanfaatkan untuk pembuatan yoghurt, permen, dan makanan minuman berbahan susu lainnya. Banyak merek olahan susu ini dimiliki usaha kecil di Cigugur”, jelas Iding.

Untuk meningkatkan pelayanan terhadap anggota, KSU KNJ yang sudah menjadi anggota Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jawa Barat pun membangun industri pakan ternak. Memang, saat ini pabrik pakan ternak baru mampu memenuhi kebutuhan para anggota peternak sapi sebanyak 90%. Produksi pakan ternak yang dihasilkan KSU KNJ saat ini sudah mencapai 650 ton perbulan. “Namun, ke depannya, kita akan terus menggenjot produksi agar mampu memenuhi 100% kebutuhan anggota akan pakan ternak. Kami yakin terwujud karena Kementerian Koperasi dan UKM melakukan program restrukturisasi usaha terhadap KSU KNJ agar mampu meningkatkan kinerja dan kualitas produk susu yang lebih berdaya saing”, papar Iding.

Iding menyebut bahwa pabrik pakan ternak milik KSU KNJ tidak profit oriented. “Ini murni sebagai bentuk pelayanan koperasi terhadap para anggotanya. Pokoknya, seluruh kebutuhan anggota peternak sapi akan dipenuhi KSU KNJ. Saya yakin, dengam semakin tingginya tingkat layanan yang kita berikan, jumlah anggota KSU KNJ akan meningkat”, kata Iding.

Iding membandingkan industri susu sapi di Cigugur dengan yang sudah lebih besar lagi di Lembang dan Pangalengan. “Wilayah di Cigugur tidak seluas di Lembang dan Pangalengan. Bahkan, di satu kecamatan Cigugur saja ada empat koperasi yang bergerak di industri pengolahan susu. Dengan adanya empat koperasi di Cigugur, bagus untuk peternak sapi untuk memilih mana yang lebih baik dan cocok untuk dirinya. Oleh karena itu, kami akan terus meningkatkan pelayanan terhadap anggota koperasi”, tandas Iding lagi.

Butuh Sentuhan

Meski dalam pengolahan susu sudah moderen dengan memiliki teknologi canggih Milk Cooling Unit (MCU), namun Iding mengakui bahwa cara penanganan sapi perah yang dilakukan peternak masih sangat tradisional. Bahkan, 99% peternak sapi masih memakai tangan untuk memerah susu. “Kami membutuhkan sentuhan ilmu dan ternak sapi, karena selama ini hanya berdasarkan pengalaman secara otodidak”, ungkap Iding.

Beberapa kendala yang membelit, diantaranya masalah pembuangan limbah kotoran sapi yang belum terkelola dengan benar. “Kita tidak memiliki wadah khusus limbah kotoran sapi. Selama ini kita ambil jalan pintas dengan membuang ke kali, dan harus segera ditangani agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan sekitar”, ujar Iding.

Iding mengungkapkan, selama ini tidak ada perhatian dan pembinaan dari pabrik susu besar. Mereka hanya terima hasil susunya, tidak ada pembinaan khusus bagi para peternak sapi. “Harusnya nereka melakukan pendekatan ke koperasi juga peternak sapi”, tegas Iding.

Oleh karena itu, Iding menyambut baik program pembinaan dalam bentuk restrukturisasi usaha dari Kemenkop UKM. “Ini merupakan peluang untuk pengembangan usaha dari Kemenkop UKM. Sehingga, kita akan terus bisa melakukan penataan diri, baik dari sisi lembaga maupun peternaknya. Nantinya, kita akan tingkatkan standarisasi produk susu yang dihasilkan. Intinya, kita akan tata anggotanya, perilakunya, hingga pengurusan sapinya. Perlahan, kita melakukan transformasi dari pola tradisional menjadi moderen”, pungkas Iding.(jef)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.