YOGYAKARTA:(GLOBALNEWS.ID)- Pernah mendengar Wikikopi? Bagi banyak kalangan muda di Yogyakarta mungkin akrab dengan nama ini. Wikikopi adalah sekolah koperasi. Jangan membayangkan Wikikopi seperti sekolah formal dengan ruang- ruang kelas. Wikikopi diklaim sebagai sekolah berpikir yang terletak di sebuah kios di pojokan lantai 2, Pasar Kranggan, Yogyakarta.
Tetapi, menariknya dari pojokan di pasar Kranggan itu sudah membentuk orang-orang dengan dengan kemampuan soft skill seperti kepemimpinan, manajemen, komunikasi, demokrasi. Medianya adalah kopi. Wikikopi merupakan besutan dari Koperasi Edukarya Negeri Lestari (KEN8) yang bermarkas di Yogyakarta. Kios Wikikopi di Pasar Kranggan itu sekaligus sebagai kantor KEN8.
Koperasi yang dinakhodai Tauhid Aminulloh, lahir tahun 2014 dengan fokusnya pendidikan komoditas pertanian. Saat ini ada tiga komoditas yang tengah dikembangkan, yakni kopi, teh dan kakao.
Koperasi ini dirintis oleh Tauhid dan teman-temannya dengan idealisme sebagai wadah belajar bersama.
“Pengetahuan itu adalah milik publik, bukan bisnis sehingga harus dibagikan kepada siapa saja yang membutuhkan.
Sedangkan, produk dari pengetahuan tersebut yang memiliki nilai bisnis,” kata Tauhid, Jumat (14/6)
Model belajar yang diterapkan disebut dengan residensi. Orang-orang yang ikut dalam setiap kelas residensi mendapatkan empat program, yakni kekoperasian, manajemen pengetahuan, nalar dan hidup petani, manajemen proyek dan komunikasi bisnis. Mulai dari mahasiswa, pekerja, petani atau siapa saja yang tertarik belajar bisa bergabung dalam forum ini.
Karena medianya adalah kopi sehingga peserta akan mendapatkan pengetahuan tentang kopi, mulai dari cara mengenal kopi, pengetahuan mengolah kopi, manajemen kafe dan sebagainya. Tapi, ditekankan, kelas residensi bukan kelas pelatihan ketrampilan tetapi membentuk pola pikir sekaligus juga mendapatkan pengetahuan tentang konsep kolaborasi atau kerja sama sesuai prinsip koperasi.
“Kita juga mengenalkan kepada para peserta tentang konsep kerja bersama dan mengajak mereka untuk berkoperasi,” kata Tauhid yang adalah lulusan Fakultas Hukum UGM.
Ia mengatakan KEN8 juga menjalin kerja sama dengan enam koperasi petani kopi, yakni di Papua, Jambi, Toraja, tiga koperasi di NTT. Kerja sama ini sudah terjalin jauh sebelum koperasi dibentuk.
Tauhid menceritakan, di tengah hingar bingar industri kopi, petani kopi justru dibelit permasalahan pelik yang disebabkan ketiadaan pengetahuan tentang komoditas yang ditanamnya.
Petani kopi mendapatkan harga jual yang sangat rendah, adanya praktik tengkulak, mata rantai distribusi yang cukup panjang. Tidak adanya pengetahuan membuat petani tidak punya daya tawar.
“Bahkan petani kopi tidak mengerti tentang kopi yang mereka tanam, bagaimana kualitasnya, penanganan pasca panen. Petani tidak paham dengan nilai jual, nilai kualitas dan daya tawar,” jelas Tauhid.
Oleh fakta tersebut, mereka berbagi pengetahuan terhadap petani. Ia mencontohkan bagaimana terbelakangnya pengetahuan para petani kopi di Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua. “Petani hanya menjual produknya dalam bentuk cherry bean ke tengkulak, padahal masih bisa diolah menjadi green bean agar harga semakin baik,” kata Tauhid.
Dengan menjual dalam bentuk cherry bean, kopi petani hanya dihargai Rp 2500/kg. Setelah mendapat edukasi, petani mulai bisa mengolah dan menjual dengan harga Ro 80 ribu/kg green bean ke koperasi.
Selain kopi, KEN8 juga tengah mengembangkan forum belajar untuk komoditas teh lewat unit Wikiti.
Model Platform
Sebagai koperasi, Tauhid menegaskan KEN8 adalah organisasi profit. Karena itu, KEN8 membangun bisnis yang disebut dengan model platform. Platform kemudian dikembangkan menjadi unit bisnis.
Ada dua unit bisnis yang sudah berjalan yaitu kafe Antologi dan kafe Silamo. Kedua unit bisnis ini bentuknya joint venture. Tetapi, saham koperasi di kedua bisnis itu kepakaran bukan dalam kapital. Karena itu, KEN8 disebutnya sebagai koperasi kepakaran.
“Anggota-anggota koperasi terlibat dalam bisnis berdasarkan kepakarannya,” kata Tauhid. KEN8 sangat berbeda dari koperasi formal lainnya. Koperasi ini tidak membagi sisa hasil usaha (SHU), keuntungan ekonomi anggotanya bersumber dari unit bisnis. Tauhid mengatakan mereka memilih badan hukum koperasi karena lewat koperasi ada demokrasi ekonomi untuk kesejahteraan bersama.(jef)