BANDUNG : (Globalnews.id)- Mochamad Aleh Setiapermana atau akrab disapa Pak Aleh adalah petani kopi yang telah menjalani profesinya sejak tahun 1998 di Desa Panyindangan, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Lahan garapan yang dimiliki oleh Pak Aleh luasnya sekitar 5 hektar. Kini, tidak hanya bercocok tanam kopi, Pak Aleh telah menjadi Ketua Koperasi Produsen Kopi Margamulya yang memproduksi varietas Kopi Sigarar Untang, Java Preanger Gunung Tilu yang termashur.
Dengan anggota sekitar 200 petani kopi, Koperasi Produsen Kopi Margamulya menjadi naungan dan tempat bergantung warga sekitar untuk tetap produktif di kampung halamannya, tanpa perlu bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) jauh-jauh ke luar negeri.
Pada setiap musim panen, Koperasi Produsen Kopi Margamulya mampu memproduksi 100 ton biji kopi. Masa tanam tanaman kopi dimulai di musim penghujan dengan jangka waktu sekitar enam bulan. Setelah siap, kopi dipanen di Bulan Maret yang biasanya sudah musim kemarau. Dalam satu hari, buah ceri merah kopi yang diolah oleh Koperasi Produsen Kopi Margamulya mencapai 5 ton per hari.
Nama Kopi Java Preanger sendiri telah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda di mana proses penanamannya merupakan bagian dari Tanam Paksa. Secara tidak langsung, kopi itu menjadi bagian dari sejarah Indonesia yang tidak diketahui oleh banyak orang. Biji kopi hasil panen para petani dikala itu diekspor ke seluruh dunia oleh Belanda dan sempat mendapat julukan “A Cup of Java”. Dengan demikian, Pangalengan bukan hanya teh, tetapi juga pusat perkembangan kopi penting dalam sejarah.
Sekarang, Pak Aleh menjadi supplier kopi untuk berbagai cafe terkemuka di Indonesia, termasuk diantaranya Filosofi Kopi. Salah satu sudut pabrik pengolahan kopi di Koperasi Produsen Kopi Margamulya dijadikan lokasi shooting film yang sempat hits, yaitu Filosopi Kopi.
Kini, tidak hanya di dalam negeri, Kopi Sigarar Untang ini sudah mulai dinikmati oleh orang asing sejak Aleh mengekspor biji kopinya ke Jepang. Ekspor dilakukan melalui Perusahaan Mitsubishi Corporation. Dalam waktu dekat, biji kopinya juga akan diekspor ke Amerika Serikat sehingga prospek penjualan ke depannya akan semakin cemerlang.
Ketenaran dan prospek penjualan tentunya tidak lepas dari cita rasa yang membuat kangen lidah penikmatnya. Berdasarkan hasil kompetisi dan hasil uji cita rasa di Puslitkoka Jember, kopi hasil olah biji kopi produksi di daerah Pangalengan memiliki rasa spicy khas rempah-rempah terselip di dalam setiap seruputnya bila tidak dicampur gula.
Tidak hanya itu, pengalaman usaha yang dimiliki Pak Aleh selama belasan tahun membuat PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI mantap memilihnya sebagai debitor. Produk pinjaman atau kredit produktif dari perbankan pada umumnya memiliki berbagai macam persyaratan yang harus dipenuhi. Salah satu persyaratan paling utama biasanya adalah jaminan. Jaminan yang diserahkan kepada bank diharapkan bisa menutup kewajiban utang apabila peminjam atau debitur tidak bisa lagi membayar.
Pada medio tahun 2016 Pak Aleh hanya memiliki prospek usaha. Bisa di bilang, usaha kopinya saat itu juga sudah profitable, namun belum bankable karena tidak ada jaminan yang cukup untuk mencover kreditnya.
Untuk itu, sebagai bentuk kepedulian pada pengusaha yang layak dan membutuhkan pembiayaan namun belum begitu memenuhi syarat, BNI menawarkan kredit lunak, yang dinamakan Kredit Program Kemitraan (banyak yang menyebutnya dengan PK) kepada Pak Aleh. Syarat penerima PK yang diatur pada saat itu antara lain debitur harus berusia lebih dari 21 tahun, memiliki pengalaman usaha lebih dari enam bulan, tidak memiliki fasilitas kredit produktif dari bank lain, dan dibebankan bunga kredit sebesar 6%. Jaminan yang diminta biasanya hanyalah benda-benda berharga kepunyaan debitur dan ditambah dengan dokumen penting milik mereka.
Di samping persyaratan yang sangat mudah, Pak Aleh dibebani bunga yang sesuai dengan kemampuan pembayaran kembali atau repayment capacity-nya saat itu. Dana yang BNI pinjamkan kepada Pak Aleh juga tidak dipungut biaya propisi dan biaya administrasi sama sekali. Alhasil, pada Oktober 2016, Pak Aleh mendapatkan Kredit PK dari BNI sebesar Rp 30 juta dengan masa pengembalian 3 tahun.
Tidak hanya Pak Aleh, sekitar 20 petani yang berada di bawah naungan Koperasi Produsen Kopi Margamulya juga mendapat Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BNI. Sebagai pengurus koperasi, Pak Aleh me-referral-kan petani-petaninya yang memang memenuhi syarat perbankan dan pastinya mampu membayar kewajiban tiap bulannya.
Wisata Barista
Pak Aleh pun tidak pelit dengan ilmu. Dia dan teman-temannya terbuka dan senang menerima siapapun yang berniat belajar mengenal kopi lebih dalam. Untuk itu, selain mengelola kebun kopi dan pabriknya, Koperasi yang dipimpin Pa Aleh juga menyiapkan Paket Wisata Kopi. Paket yang ditawarkan dengan biaya mulai Rp 500.000 per orang ini terbuka bagi siapapun termasuk yang berniat menjadi barista atau membuka warung kopi.
Dalam paket wisata itu, peserta akan diajarkan bagaimana mengenal pengolahan kopi dengan lengkap.
Pertama-tama, akan diberitahukan bahwa petani memanen buah ceri kopi yang sudah matang. Buah yang baik dan matang warnanya merah. Namun, biasa ada beberapa buah yang berwarna lain yang ikut terangkut di setiap proses panen.
Buah-buah tersebut kemudian disortir berdasarkan warna. Proses sortir dilakukan di sebuah bak air. Ada yang buah yang berwarna hijau, hitam, kuning kering, bahkan ada kotoran lain yang juga ikut tercampur. Buah yang mengapung juga tidak memenuhi standar.
Setelah terpilih buah dengan kualitas terbaik, kulit buah dikupas menggunakan mesin. Buah yang sudah dikupas kulitnya akan difermentasi hingga 36 jam.
Demi menjaga higienitas, buah tadi dicuci dan kemudian dijemur. Tujuan lain dari penjemuran adalah agar kadar air di dalam buah sampai ke titik yang diinginkan yaitu sekitar 12%.
Buah pun hampir sampai pada proses paling akhir. Kulit bagian dalam buah juga akan dikupas lagi dengan menggunakan mesin demi mendapatkan kualitas terbaik.
Akhirnya, buah siap untuk kembali disortir berdasarkan grade dan nilai cacat sebelum disimpan di gudang penyimpanan.
Pemilik Coffee House
Kredit ringan yang diterima Pak Aleh membuahkan hasil yang menggembirakan. Jika sejak tahun 1998 hingga 2015, Pak Aleh harus berlumuran tanah menjadi petani kopi selama 17 tahun. Kini dalam waktu kurang dari 2 tahun, Pak Aleh tidak hanya petani kopi, tetapi juga sebagai pemilik dan pengelola sebuah café, yaitu Coffee House Gunung Tilu.
Tidak hanya menjadi supplier untuk kafe-kafe lain, Pak Aleh sudah merambah bisnis kafe itu sendiri. Café miliknya tidak sulit ditemukan, karena sudah tertera pada mesin pencari peta Google (Google Map). Udara segar Pangalengan dipadu dengan konsep café yang cozy, membuat pengunjung Coffee House Gunung Tilu dapat dengan mudah mendapatkan sensasi kenyamanan, santai, dan hangat di tengah udara dingin pegunungan yang jarang didapatkan di Ibukota Jakarta.
Satu lagi yang membuat Coffee House Gunung Tilu bisa menjadi happening adalah karena terdapat kebun kopi di belakang café yang lahannya berbukit-bukit dan dapat dicapai dengan berjalan kaki oleh pengunjung.
Segala proses pengolahan kopi pun dapat ditemui disini, karena Pak Aleh melengkapi café-nya dengan pabrik pengolahan kopi, mulai dari panen di kebun, pemilihan biji kopi terbaik, proses sangrai, pengolahan biji menjadi bubuk kopi, pengemasan, hingga pengolahannya menjadi minuman siap saji yang nikmat.
Pak Aleh beruntung dengan tren orang di Indonesia, termasuk utamanya anak-anak milenial, yang tengah gandrung ‘nongkrong’ di café-café untuk ‘ngopi’ sebagai usaha memuaskan kebutuhan eksistensial mereka. Kecenderungan ‘ngopi’ ini telah meningkatkan demand produksi kopi dan turunannya. Ini berdampak positif bagi pengusaha petani dan pengusaha kopi seperti Pak Aleh. Inilah juga yang menyebabkan bisnis Pak Aleh tidak sekadar bertahan, melainkan juga semakin maju.
Sudah hampir dua tahun berlalu sejak akad kredit, kolektabilitas atau kualitas kredit Pak Aleh di BNI tetap lancar. Kolektabilitas lancar merupakan salah satu tanda dari kesuksesan usaha yang dijalankan debitur dengan menggunakan dana yang disalurkan oleh bank dalam bentuk kredit.
Bagi BNI, Pak Aleh bukan sekadar debitur, namun juga sebuah kebanggaan karena dapat mengantarkan Pak Aleh dari petani kopi menjadi pengurus koperasi petani kopi dan bahkan pengelola café, sesuai dengan slogan BNI: sebagai Lifetime Banking Partner.
Dukungan BNI untuk Pak Aleh tidak salah sasaran. Lihat saja prestasi yang disandangnya. Pada Oktober 2017, menjadi Juara I Coffee Cupping Competition Jenis Arabika di Smesco Rembug Kopi Nusantara, Jakarta. Selain itu juga menjadi Kelompok Tani Berprestasi untuk Komoditas Kopi pada Kategori Pengolah Hasil tahun 2015 dari Gubernur Jawa Barat.
Cerita Pak Aleh telah menjadi cerita sukses pengusaha yang terbantukan oleh Program Kemitraan BNI. Sebagai lembaga keuangan, BNI akan terus menyalurkan Kredit Program Kemitraan demi kemajuan Usaha Mikro dan Kecil di Indonesia. (jef)