Jakarta:(Globalnews.id)- Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mendorong produk UMKM masuk ke rantai nilai produk halal global sebagai upaya mencapai Indonesia sebagai pusat produsen halal dunia.
“Indonesia berpotensi sebagai pusat ekonomi syariah terbesar. Indonesia berhasil menempati peringkat ke-4 dalam Global Islamic Economy Indicator dan masuk dalam 10 besar untuk kategori makanan halal, keuangan syariah, wisata ramah muslim, fesyen, obat-obatan dan kosmetik halal, serta media dan rekreasi,” kata Teten Masduki mengutip data State of The Global Islamic Economy Report 2020/2021.
Teten hadir dan memberikan selamat serta apresiasi atas peluncuran Program Muslim Center of Excellence dan penandatanganan MoU antara Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), PT Unilever Indonesia, dan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI).
Ia mengatakan, peluncuran Muslim Center of Excellence merupakan salah satu contoh baik penerapan pengelolaan terpadu di sektor industri halal.
“Ditambah dengan adanya kolaborasi antara KNEKS dan PT Unilever Indonesia, diharapkan dapat mengikutsertakan para pelaku UMKM dalam mencapai Indonesia sebagai pusat produsen halal dunia, bahkan mendorong produk UMKM untuk masuk ke rantai nilai produk halal global,” katanya.
Selain itu, beberapa program strategis lainnya telah dan akan terus dilakukan agar UMKM semakin berdaya. Di antaranya optimalisasi belanja Kementerian/Lembaga 40% untuk menyerap produk UMKM, memastikan 30% dari infrastruktur publik untuk tempat usaha UMKM, serta mendorong kemitraan strategis antara Usaha Besar dan Usaha Mikro Kecil.
“Baru saja, Presiden memberikan arahan kepada kami untuk meningkatkan rasio kredit perbankan untuk UMKM dari sebelumnya 20% menjadi lebih dari 30% di 2024,” katanya.
Plafon kredit dari sebelumnya maksimum Rp500 juta naik menjadi Rp20 miliar dan KUR tanpa agunan naik dari Rp50 juta menjadi Rp100 juta. Peluang ini harus dimanfaatkan oleh UMKM kita untuk naik kelas.
“Saya berharap kolaborasi multipihak ini akan terus berlanjut dan berjalan sesuai dengan harapan kita bersama dan memberikan dampak yang positif kepada masyarakat, khususnya pelaku KUMKM. Jangan lupa bangga, beli, dan pakai produk UMKM Indonesia,” katanya.
Secara khusus, ia menyampaikan bahwa tantangan terbesar sertifikasi halal pada UMKM selama ini adalah biaya sertifikasi yang tinggi hingga menyulitkan Usaha Mikro dan Kecil mengaksesnya. Akibatnya, hanya usaha menengah dan besar yang memiliki kecukupan modal yang mampu mendapatkan sertifikat halal selama ini.
“Alhamdulillah, melalui UU Cipta Kerja, sertifikasi halal bagi Usaha Mikro dan Kecil tanpa biaya/gratis. Diperjelas dalam PP No.7/2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah bahwa perizinan usaha lebih mudah, melalui sistem OSS yang meliputi perizinan berusaha, SNI, dan sertifikasi jaminan produk halal,” katanya.
Pengelolaan Terpadu UMK, lanjut dia, juga didorong meliputi pendirian/legalisasi, pembiayaan, penyediaan bahan baku, proses produksi, kurasi, sampai dengan pemasaran elektronik/ nonelektronik secara terpadu.
“Tentunya kedua program ini harus diimplementasikan secara bersinergi oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan para pemangku kepentingan terkait,” katanya.(Jef)