Muslimpreneur Dinilai Cocok Bagi Wirausaha Baru Generasi Millenial

SURABAYA:(Globalnews.id) Muslimpreneur yang merupakan konsep berwirausaha yang Halalan Thayyiban, karena nilai yang dianut adalah perilaku jujur dan amanah sebagaimana perilaku Nabi Muhammad SAW, dinilai  cocok bagi generasi muda khususnya kalangan santri dan mahasiswa.

“Dalam konsep muslimpreneur hubungan yang di bangun itu Hablum minallah, Hablum minan-nas. Hubungannya vertikal (kepada Tuhan) dan horizontal (kepada sesama dan lingkungan). Muslimpreneur adalah soal bagaimana kita bisa berperilaku jujur dalam berbisnis, didukung dengan pemanfaatan teknologi, namun berujung pada humanity,” ujar chairman International Council for Small Business (ICSB) Indonesia, Hermawan Kartajaya, dalam kuliah umum di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Kamis (18/4).

Hadir dalam acara itu Wagub Jatim Emil Dardak,  Sekretaris Kemenkop dan UKM Rully Indrawan dan Ketua Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya (YARSIS-yayasan yang menaungi Unusa) M. Nuh.

Hermawan yang juga staf khusus Menkop dan UKM menegaskan,  konsep Muslimpreneur bukanlah konsep.yang eksklusif, namun  justru bersifat inklusif. Hal ini tercermin dari perilaku Nabi Muhammad yang tidak mempekerjakan karyawan berdasarkan latar belakang agama atau ras.

“Beliau menempatkan pekerja sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, apapun latar belakang mereka. Ada nilai-nilai toleransi di sana, dan ini sifat yang inklusif,” tegasnya.

Ia juga mengatakan, International Council for Small Business (ICSB) Indonesia bekerjasama dengan sejumlah  Universitas, akan  membawa kajian Muslimpreneur ke forum ICSB Internasional.

“ICSB Indonesia bersama akan meriset lebih jauh mengenai konsep Muslimpreneur ini dan akan kami presentasikan konsep kewirausahaan dalam perspektif islam ini di Kairo pada gelaran The 64th Annual ICSB World Congress  and ICSB Academy (16-21 Juni 2019),” kata Hermawan Kartajaya.

Hermawan menilai, ada banyak hal menarik soal bagaimana islam memandang kewirausahaan. “Nabi Muhammad merupakan role model di bidang entrepreneur dan perilaku yang beliau terapkan sejalan dengan konsep Marketing 3.0, ” ujar Hermawan.

Marketing 3.0  merupakan konsep berbisnis yang berbasis pada human spirit dan mempedulikan People, Planet, dan tanpa mengabaikan Profit.

Siapkan Ekosistem

Sementara itu M. Nuh mengatakan entrepreneur merupakan salah satu bagian dari ekosistem  yang disiapkan NU untuk generasi mendatang khususnya kalangan santri dan mahasiswa di lingkungan NU.

“Enam atau tujuh tahun lalu,  kami berpikir apa yang bisa disiapkan  bagi  mereka yang akan menyandang alumni Unusa, kalau kami siapkan kerudung maka akan cepat habis, maka kami siapkan ekosistem entrepreneur sejak awal,” kata mantan Mendikbud ini.

“Dengan entrepreneur itu artinya kan dagang, dan kita harus pandai membaca peluang, dan merealisasikannya. Kalau ndak ada peluang, ya kita ciptakan peluang itu. Makanya kita siapkan ekosistemnya,” kata M Nuh.

Sedangkan Rektor Unusa Ahmad Jazidie mengatakan sebagai perguruan tinggi yang memiliki visi menciptakan generasi wirausaha (entrepreneur) muda, Unusa selalu memberi pembekalan para mahasiswa dari mengenal, menjiwai, hingga mengimplementasikan kewirausahaan.

Menurut Achmad Jazidie, kekuatan wirausaha di Ponpes sangatlah luar biasa. Maka wajar jika program unggulan Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa adalah ‘Satu Pesantren Satu Produk’. Program yang diharapkan dapat menghasilkan produk pesantren modern yang dikelola para santri.

Guna membantu menciptakan produk wirausaha pesantren yang modern, Ponpes perlu pendampingan institusi. Para santri pelaku entrepreneur perlu pembinaan konsep dan akses pemasaran, teknik pengemasan, strategi harga, hingga penyusunan laporan keuangan.

Apalagi pemerintah pusat telah menetapkan Program Santripreneur yang menjadikan Ponpes sebagai sumber bibit wirausaha baru dan sentra pertumbuhan sektor industri  mikro, kecil dan menengah. Selama tahun 2014-2015, terdapat 28.961 Ponpes yang tersebar di seluruh Indonesia dengan jumlah santri lebih dari 4 juta orang.

Perkembangan era digital saat ini juga diyakini bakal mendorong para santri menjadi agen perubahan yang strategis dalam membangun bangsa dan perekonomian Indonesia di masa mendatang. Terlebih sampai 10 tahun ke depan, Indonesia akan menikmati bonus demografi atau momentum ketika penduduk didominasi usia produktif (15-64 tahun) yang mencapai 70%.

Menurut Jazidie, kuliah umum kali ini merupakan kelanjutan sukses ‘Festival Entrepreneur Plus’ yang digelar Unusa di DBL, pada Maret 2019. Tingginya animo kalangan anak muda menarik perhatian tim ICSB Indonesia.

“Dari hasil diskusi kuliah umum ini, nanti akan kami sampaikan pada Kongres ICSB di Kairo sekitar bulan Juni-Juli 2019,” katanya.

Pada kesempatan tersebut juga akan dilakukan penandatanganan kerja sama antara ICSB dengan Unusa sebagai kampus yang memiliki perhatian besar terhadap pengembangan entrepreneur muda di Indonesia.(jef)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.