Kemarin sore ( 29/12) saya diundang ngobrol ke rumah Mas Bambang Ismawan di Wisma Hijau di daerah Bogor ditemani Mbak Siska dan Mas Bimo dari Bina Swadaya. Obrolan di penghujung akhir tahun yang sangat menyenangkan.
Saya datang terlambat 45 menit karena ada masalah di jalan. Tapi Mas Bambang dan teman-teman masih bersabar menanti saya.
Mas Bambang tampak sangat sehat dan ceria. Pria yang sudah masuk usia 80 tahun itu masih terlihat sangat energik. Analisanya selalu tajam seperti biasanya.
Mas Bambang mengawali cerita dengan menyampaikan kalau dirinya sekarang sudah pensiun dan cerita sedikit kilas balik perjuanganya membangun Bina Swadaya yang sudah 52 tahun.
Di masa pensiunya beliau mengatakan telah menyerahkan kepada pengurus baru Bina Swadaya sebanyak 22 perusahaan/lembaga dengan karyawan lebih dari 1000 orang. Sebuah capaian yang luar biasa.
Mas Bambang atau orang sering menyebut Mas Bisma adalah seorang maestro dalam pemberdayaan masyarakat. Memulai dengan uang sekitar 10.000 atau sekitar 1,5 juta untuk nilai sekarang ini. Dia dan teman-temanya mulai membangun Bina Swadaya dan yang terkenal dengan Majalah Trubus nya yang legendaris itu.
Kata kuncinya, beliau mengatakan bahwa asset penting organisasinya adalah spirit idealisme dari para perintisnya. Hal yang mustinya terus ditransmisikan dari waktu ke waktu.
Beliau bangun Bina Swadaya dengan mengembangkan proyek pemberdayaan masyarakat yang terkenal dengan istilah KSM ( Kelompok Swadaya Mandiri) yang terdiri dari 20 orang setiap kelompoknya dengan aktifitas produktif berupa kegiatan pengembangan usaha kreatif. Schumakerian ini percaya bahwa “small is beautiful”.
Mas Bambang mengatakan, dalam perspektif pemberdayaan, rakyat kecil itu bagi dia sasaran pentingnya adalah para pengusaha mikro yang sekarang jumlahnya menurut statistik sekitar 63 juta. Menurut dia inilah kelompok sasaran penting yang perlu dilakukan untuk memberdayakan ekonomi masyarakat karena posisinya sebagai kelompok “active poor”, miskin aktif.
Obrolan terus berjalan dengan hangat, diselingi obrolan masa lalu dan juga masalah-masalah serius yang dihadapi dalam konteks pemberdayaan masyarakat saat ini.
Beliau mengatakan, aspek pemberdayaan masyarakat yang sangat penting saat ini itu adalah keberlanjutan. Jadi “social entreprenuership” itu sangat penting dan jawaban dari itu semua adalah koperasi. Untuk itulah Mas Bambang meminta saya untuk bercerita tentang gerakan koperasi yang sedang saya bangun.
Saya mulai bercerita tentang bagaimana dulu saya membangun koperasi pertama yang namanya www.kopkun.com dengan segala lika-likunya di Purwokerto. Kota kecil di tempat saya kuliah dulu di Universitas Jenderal Soedirman.
Kopkun ini seperti laboraturium kecil bagi saya. Dari modal neraca nol, keeenganan teman-teman untuk menyetor modal awal dan perlawanan ide dari kolega-kolega saya sendiri.
Terang saja, perlawanan itu dimulai dari sejak ide awal karena konsepnya saya mulai dengan ide pembubaran koperasi mahasiswa. Padahal saya sendiri waktu itu adalah ketua Koperasi Mahasiswa tersebut.
Kenapa koperasi mahasiswa perlu dibubarkan, menurut saya konsep koperasi mahasiswa itu bukan ide koperasi genuine, hanya jadi ajang mahasiswa untuk belajar kewirausahaan untuk mengabdi di sektor kapitalis kemudian. Lahir sebagai konsep yang salah karena koperasi itu seharusnya dikembangkan untuk masyarakat yang heterogen semua bagi satu dan satu bagi semua. Tanpa perbedaan suku, agama, ras, golongan dan juga status sosial apapun.
Saya mengatakan bahwa tukang becak yang ada dipangkalan kampus itu harus diajak bergabung dalam membangun koperasi, penjaja makanan/bakul tenongan kecil-kecil dan juga masyarakat sekitar itu seharusnya menjadi anggota koperasi. KOPKUN lahir untuk menjawab kebutuhan mereka bukan hanya mahasiswa, dosen dan karyawan kampus. Mereka itu bahkan lebih berhak karena mereka itu korban rentenir, bank ucek-ucek yang peras ekonomi mereka.
Mulailah wacana itu berkembang terus. Sembari menjadi Project Manager dari International Co-operative Alliance ( ICA) bantuan pengembangan koperasi di Aceh untuk Tsunami saya kawal terus proses pendirian KOPKUN.
Hingga tahun 2010, ide tersebut jalan. Saya undang mentor koperasi saya Pak Robby Tulus, yang juga sahabat perjuangan Mas Bambang Ismawan dalam pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat pada awal tahun 1970 an bersama Bu Daisy Taniredja pensiunan KOMPAS.
Atas sponsorship Bu Daisy selaku ketua Yayasan Albrecht Kariem Arbie (YAKA), yayasan untuk abadikan nama pendiri gerakan Koperasi Kredit ( Credit Union) ini akhirnya Pak Robby kembangkan program Kaderisasi Kolega Sosial Ekonomi Strategis Indonesia ( K3SI) lalu setelah masif di beberapa propinsi barulah didirikan Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis ( AKSES) dimana saat ini saya jadi Ketuanya.
Salah satu misi AKSES adalah kembangkan lembaga koperasi dan lembaga sosial ekonomi yang lain selain mencetak para pemimpin yang berkarakter yang lahir dari bawah.
Melalui AKSES ini sekarang telah berhasil dikembangkan 22 Koperasi Primer non simpan pinjam. Strategi yang kita kembangkan salah satunya adalah melalui program spin off ( pemekaran) koperasi kredit ( Credit Union) ke sektor riil. Sekunder Koperasi Nasionalnya juga telah berdiri dengan nama Induk Koperasi Usaha Rakyat ( INKUR) dimana beberapa waktu lalu dalam Rapat Anggota Khusus saya diangkat sebagai CEO ( Chief Executive Officer).
Mas Bambang sangat berharap akan ada sinergi baru dan kerjasama lintas gerakan. Saya menyambut dengan senang hati dan semoga tahun 2020 ini akan menjadi momentum yang tepat.
Selamat menyambut tahun baru 2020 dengan semangat baru teman-teman. Trimakasih atas pertemuannya Mas Bambang! Bravo 2020!
Jakarta, 31 Desember 2019
Suroto