JAKARTA:(Globalnews.id) – Belasan organisasi mahasiswa dan kepemudaan mendesak Presiden untuk menginstruksikan seluruh jajarannya agar bekerja sama secara solid, sinergis, dan responsif dalam menyelesaikan persoalan kebangsaan termasuk kasus intoleransi.
Ketua Umum DPP GEMA Mathla’ul Anwar Ahmad Nawawi atas nama Organisasi Kemahasiswaan dan Kepemudaan Nasional dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (15/2) menilai dampak dari beberapa kasus intoleransi adalah terganggunya stabilitas keamanan daerah dan nasional yang dapat memicu konflik horizontal yang lebih besar.
“Oleh karena itu, persoalan-persoalan intoleransi dan radikal ini harus segera ditangani sehingga konflik sekecil apapun dapat segera diselesaikan dengan serius dan tuntas,” katanya.
Sayangnya, pihaknya melihat belum ada penanganan yang sistematis dan efektif dari berbagai lembaga terkait. “Setiap lembaga masih bergerak sendiri tanpa ada koordinasi yang sinergis. Tindakan pencegahan yang terencana, sistematis, dan berkesinambungan masih belum terlaksana dengan baik,” katanya.
Hal itulah yang membuat belasan organisasi mahasiswa dan kepemudaan yakni HMI, PMII, GMNI, PMKRI, IMM, HIKMAHBUDHI, KMHDI, KAMMI, HIMA PERSIS, Pemuda Muslimin Indonesia, SEMMI, Gema Mathla’ul Anwar, GPII, IPTI, HIMMAH, dan GMKI memberikan pernyataan sikap tegasnya.
“Kami mendesak Kepala BIN, Kapolri, dan Panglima TNI untuk berkoordinasi dalam mengungkap aktor intelektual dari rangkaian kasus yang telah terjadi serta mengoptimalkan tindakan preventif agar kejadian yang sama tidak terulang lagi,” katanya.
Mereka sekaligus mengajak segenap elemen bangsa antara lain pejabat publik, tokoh agama, tokoh masyarakat, elit partai politik, pimpinan ormas, dan lainnya untuk turut mengkondusifkan keadaan serta tidak mengeluarkan pernyataan yang provokatif.
Perwakilan organisasi sepakat menginstruksikan seluruh anggota dari organisasi HMI, PMII, GMNI, PMKRI, IMM, HIKMAHBUDHI, KMHDI, KAMMI, HIMA PERSIS, Pemuda Muslimin Indonesia, SEMMI, Gema Mathla’ul Anwar, GPII, IPTI, HIMMAH, dan GMKI, untuk menjaga ikatan persaudaraan serta berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat tentang harmoni kebangsaan berdasarkan Pancasila, UUD 1945.
“Kami mengimbau masyarakat agar tetap tenang dan tidak mudah terprovokasi dengan isu yang dapat memecah-belah kerukunan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” katanya.
Beberapa waktu terakhir, terjadi serangkaian peristiwa berupa intimidasi kepada para tokoh agama dan teror terhadap rumah ibadah di Indonesia.
Beberapa kejadian ini antara lain, kepada seorang ulama, tokoh NU, dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayah, Cicalengka, Bandung, KH. Umar Basri pada 27 Januari 2018, ulama sekaligus Pimpinan Pusat Persis, H. R. Prawoto, dianiaya hingga meninggal oleh orang tak dikenal pada 1 Februari 2018, dan persekusi terhadap Biksu Mulyanto Nurhalim dan pengikutnya di Desa Caringin, Legok, Tangerang pada 7 Februari 2018.
Kejadian berlanjut dengan serangan terhadap peribadatan di Gereja St. Ludwina, Desa Trihanggo, Gamping, Sleman pada 11 Februari 2018, yang menyebabkan Romo Prier dan pengikutnya mengalami luka berat akibat sabetan senjata tajam.
Selain itu juga terjadi perusakan masjid di Tuban, Jawa Timur, pelecehan terhadap rumah ibadah umat Hindu di Bima, NTB, pada 12 Februari 2018, dan berbagai kejadian lainnya yang belum terpublikasi oleh media.(jef)