PLUT Diharapkan Jadi Rumah Besar bagi Para Pelaku KUMKM

Sekretaris Kementrian Koperasi dan UKM Meliadi Sembiring didampingi Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Abdul Kadir Damanik, Asdep Pendampingan Usaha Eviyanti Nasution dan PUM Netherland Senior Expert Aren Knol, memukul gong menandai dibukanya Forum Koordinasi dan Evaluasi Program PLUT KUMKM di Jakarta Senin (18/3)

JAKARTA: (Globalnews.id)- Kementerian Koperasi dan UKM mengharapkan PLUT KUMKM (Pusat Layanan Usaha Terpadu – Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah) bisa menjadi rumah besar bagi para pelaku KUMKM dalam mengelola potensi dan sumber daya yang dimiliki daerah.

“Untuk mewujudkannya, kita tak bisa hanya duduk berpangku tangan, tapi kita harus bekerja keras dan bekerja cerdas,” kata Sesmenkop dan UKM Meliadi Sembiring pada acara Forum Koordinasi dan Evaluasi Program PLUT-KUMKM di Jakarta, Senin (18/3).

Hadir dalam acara itu Deputi Restrukturisasi Usaha Kemenkop dan UKM Abdul Kadir Damanik, Arend Knol, expert UMKM dari PUM (Programme Uitzending Managers) Belanda, Asdep Pendampingan Usaha Deputi Restrukturisasi dan Usaha, Eviyanti Nasution, Kadinas Koperasi Propinsi, Kabupaten/kota yang wilayahnya berdiri PLUT KUMKM.

Sesmenkop dan UKM menegaskan, kerja keras itu diperlukan mengingat tantangan yang dihadapi PLUT KUMKM beserta para konsultan pendamping juga akan sangat besar, terutama struktur pelaku usaha di Indonesia yang dicirikan oleh dua persoalan besar.

Kedua persoalan itu adalah, pertama, masih terjadi kesenjangan yang amat lebar pelaku usaha berskala besar, menengah kecil dan mikro. Usaha besar dengan omset rata rata Rp 705,6 miliar/tahun, jumlahnya hanya mencapai 0,01 persen. Usaha menengah dengan omset rata-rata Rp 23,7 miliar/tahun dengan pelaku usaha setara 0,09 persen.

Berikutnya usaha kecil dengan omset rata rata Rp 1,34 miliar /tahun yang jumlah pelaku usaha 1,1 persen. Dan terakhir usaha mikro dengan omset hanya Rp 68 juta/tahun yang mendominasi komposisi pelaku usaha nasional sebanyak 98,8 persen.

Kedua, persoalan lemahnya keterkaitan usaha di antara pelaku usaha dimana kemitraan usaha yang sehat sebagaimana pesan UU No 20 tahun 2008 tentang UMKM, belum berkembang.” Persoalan kesenjangan struktur ekonomi inilah yang menjadi salah satu dasar dalam menyusun pemberdayaan UMKM dengan mendorong dan menfasilitasi bagaimana agar usaha mikro khususnya dapat cepat berkembang dan naik kelas,” kata Meliadi.

Meliadi menilai, dalam perjalanannya PLUT KUMKM masih memghadapi berbagai kendala khususnya untuk mampu bekerja secara profesional dan berkesinambungan dalam upaya mempercepat terwujudnya UKM naik kelas. ” Karena itu, kebijakan dan program pengembangan PLUT KUMKM ke depan masih perlu ditinjau untuk direvitalisasi, baik dalam rangka memperkuat kebijakan aspek legalnya, pengembangan program layanannya maupun peningkatan profesionalisme kompetensinya,” katanya.

Pengalaman PUM Belanda

Sementara Eviyanti Nasution, Asdep Pendampingan Usaha Deputi Restrukturisasi Usaha, mengatakan, dalam rentang 2013-2018 sudah berdiri 61 PLUT KUMKM di 26 provinsi dan 35 kabupaten/kota, dan didukung oleh 330 tenaga konsultan. Pada 2019, jumlah konsultan akan ditambah 20 sehingga total menjadi 350 orang konsultan.

” Forum koordinasi dan evaluasi PLUT KUMKM ini bertujuan untuk merumuskan program kerja 2019 sekaligus menggalang komitmen menciptakan PLUT mandiri dan profesional,” kata Eviyanti.

Eviyanti menambahkan dalam forum kali ini, pihaknya juga menghadirkan Arend Knol, tenaga ahli dari PUM Belanda -sebuah LSM yang concern pada pengembangan UMKM-, untuk berbagi pengalaman.

“Mr Arend sudah mengunjungi sejumlah PLUT KUMKM diantarnya di Batu, Malang dan Tasikmalaya dan rencananya juga akan ke PLUT Banten. Dari kunjungannya itu, Mr Arend bisa menangkap apa yang menjadi persoalan PLUT di daerah terkait pengembangan UMKM,” tambah Eviyanti.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.