JAKARTA: (Globalnews.id)- Koperasi konsumen disarankan untuk segera melakukan revitalisasi agar mampu bersaing dengan peritel modern yang semakin menjamur.
Kepala Bagian Data Kementerian Koperasi dan UKM Catur Susanto di Jakarta, Rabu, menilai keberadaan ritel modern yang semakin menjamur berpotensi besar menggerus keberadaan ritel kecil/tradisional seperti kedai dan lapak dan usaha toko atau waserda yang banyak dikelola oleh koperasi konsumen.
“Padahal Koperasi Konsumen merupakan populasi terbesar koperasi secara nasional apabila ditinjau dari jenisnya,” katanya.
Berdasarkan Online Data System (ODS) Koperasi sampai dengan 2 Mei 2018 jumlah koperasi konsumen di Indonesia tercatat sebanyak 93.759 unit atau 62,75% dari total populasi koperasi nasional bergerak pada jenis konsumen dengan jumlah anggota sebanyak 4,75 juta orang.
Dari koperasi jenis konsumen tersebut mayoritas dan diindikasikan sekitar 58,75% atau 55.223 unit mempunyai usaha Waserda atau Jasa Pertokoan.
Sementara berdasarkan Data Kementerian Perdagangan hingga saat ini terdapat hampir 23.000 pasar modern dan dari jumlah tersebut 14.000 merupakan usaha mini market.
“Apabila disadari secara jangka panjang dengan tumbuh dan menjamurnya ritel modern justru memberi dampak negatif secara mikro ekonomi, seperti usaha masyarakat lokal atau usaha koperasi akan cenderung tidak berkembang dan akan cenderung mati, lapangan pekerjaan masyarakat akan semakin sempit, dan perputaran ekonomi masyarakat lokal akan tergerus karena terdapat modal melayang,” katanya.
Oleh karena itu, pihaknya mengusulkan adanya kebijakan dan penguatan baik aspek internal maupun ekternal.
“Untuk penguatan internal koperasi harus mempunyai kebijakan khusus mengenai anggota wajib belanja dengan transaksi minimal pada toko koperasi setiap bulan/tahun yang telah diestimasi besarannya,” katanya.
Di sisi lain juga berupaya memasukkan komponen transaksi/belanja minimal anggota dan kelipatannya sebagai salah satu komponen partisipasi anggota dan hal ini berpengaruh pada perhitungan Sisa Hasil Usaha (SHU) sebagai bentuk point ekonomi.
“Koperasi juga perlu rebranding dan modernisasi bisnis retailnya terutama dalam hal Bukti Fisik di antaranya perhatian terhadap interior, perlengkapan bangunan, termasuk sistem pencahayaan, dan tata ruang yang lapang menjadi perhatian penting dan dapat mempengaruhi mood pengunjung,” katanya.
Bangunan juga harus dapat menciptakan suasana dengan memperhatikan “ambience” sehingga memberikan pengalaman kepada pengunjung dan dapat memberikan nilai tambah bagi pengunjung
Catur pun menyarankan untuk dilakukanya monitoring dan evaluasi total bisnis retail koperasi melalaui 3 langkah utama yakni segmentasi pasar, penentuan pasar sasaran, dan penempatan produk yang tepat.
Ia menekankan pula pentingnya penguatan internal di antaranya berupa dukungan iklim kondusif dari pemerintah melalui kerangka regulasi tentang penataan bisnis ritel modern pada suatu kawasan dan batasan minimal lokasi retail modern melalui kebijakan pembatasan wilayah atau zonasi dan atau pembatasan jumlah peritel modern dalam wilayah tertentu secara nasional.
“Dukungan pemerintah melalui fasilitasi Pembentukan Koperasi Distribusi atau Koperasi Pemasok yang terdapat pada setiap provinsi atau regional yang memberikan ‘coverage’ bagi koperasi konsumen yang mempunyai usaha ritel untuk mengakses barang yang akan diperjualbelikan sehingga lebih bisa bersaing,” kata Catur yang juga Mahasiswa UB dan Pegiat Koperasi itu. (jef)