Saksi: Pemilihan Pesawat Bombardier karena Lebih Murah dibanding Embraer

JAKARTA:(GLOBALNEWS.ID)- Tiga saksi menyatakan pemilihan pesawat Bombardier CRJ 1000 NG dalam pengadaan pesawat sub-100 (pesawat dengan tempat duduk di bawah 100) Garuda Indonesia merupakan usulan Tim Pemilihan yang kemudian disetujui oleh direksi melalui rapat direksi, dimana semua peserta rapat diberi kesempatan menyampaikan pendapat secara bebas. Saksi menyatakan tidak ada arahan, tekanan, apalagi intervensi dalam pemilihan pesawat Embraer E190 atau Bombardier CRJ1000.

Demikian disampaikan oleh tiga orang saksi, masing-masing Puji Nur Handayani, anggota tim pemilihan pesawat sub-100 seater (pesawat dengan tempat duduk di bawah 100), Prijastono, juga anggota pemilihan pesawat sub-100 seater, dan Sri Mulyati, vice president internal audit Garuda Indonesia, dalam persidangan mantan direktur utama Emirsyah Satar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 6 Februari 2020.

Saksi Puji dan Prijastono sebagai anggota tim pengadaan menyatakan tidak pernah ada arahan, paksaan, dan intervensi dari Emirsyah Satar agar memilih Bombardier CRJ1000.

Sri Mulyati, Puji Nur Handayani, dan Prijastono lebih lanjut menyatakan bahwa dalam rapat, Emirsyah Satar tidak pernah meminta agar dimasukkan komponen “net present value” (harga sekarang dan harga masa depan, walau nilainya sama tetapi value berbeda) dan “route result” dalam perhitungan kriteria. “Pak Emir tidak pernah mengarahkan, memaksa, atau mengintervensi tim untuk mengusulkan pemilihan pesawat Bombardier”, ungkap para saksi lebih lanjut.

Saksi Puji menyatakan bahwa dalam prosesnya memang ada perubahan usulan pesawat oleh tim. Perubahan tersebut terjadi karena dalam rapat direksi, tim mendapat masukan dari direksi untuk memperdalam kajian dan tidak terlalu banyak menggunakan asumsi dalam perhitungan kriteria. Awalnya tim mengusulkan pemilihan pesawat Embraer E190 dengan dasar asumsi load factor lebih dari jumlah penumpang dan kargo karena pesawat Embraer E190 berukuran lebih besar, sedangkan Bombardier CRJ1000 hanya unggul dari kriteria ekonomi, karena harganya lebih murah dari Embraer E190.

Menindaklanjuti masukan-masukan dari rapat direksi, maka berdasarkan diskusi di internal tim pemilihan, tim akhirnya mengubah usulan pemilihan pesawat sub-100 seater, dari Embraer E190ke Bombardier CRJ1000 – yang secara faktual harganya lebih murah sekitar 3 juta dollar dibandingkan Embraer E190.

Berkaitan dengan adanya perubahan usulan yang dilakukan tim, Emirsyah Satar bahkan memerintahkan Satuan Pemeriksaan Internal (SPI) yang dibawahi Vice President Internal Audit, Sri Mulyati melakukan audit perhitungan dan kinerja terhadap usulan tim yang berubah.

Saksi Puji yang juga ikut sebagai anggota dalam tim pengadaan pesawat ATR 72-600 di Citilink menyatakan tidak ada arahan, paksaan, atau intervensi dari Emirsyah Satar dalam pengadaan tersebut.

Dalam persidangan saksi Sri Mulyati, Puji, dan Prijastono juga membenarkan bahwa pada tahun 2011 Garuda sudah menjadi perusahaan terbuka, sehingga Fleet Plan (Rencana Armada) dapat diakses oleh publik dari website Garuda.

Sementara itu, saksi Ni Made Merilya dari Bvlgari Resort menyatakan hanya memberikan keterangan berdasarkan dokumen dan yang bersangkutan tidak pernah melihat Emirsyah Satar di Bvlgari.

Para saksi senada menyatakan bahwa keadaan Garuda Indonesia ketika dipimpin Emirsyah Satar mengalami perubahan dan perkembangan signifikan yang jauh lebih baik dari keadaan sebelumnya.

Garuda berhasil mendapatkan berbagai penghargaan internasional, antara lain sebagai “5 star airlines”, “10 penerbangan terbaik dunia’, “world”s best cabin crew”, “world’s best economy class”, dan bahkan Garuda menjadi perusahaan penerbangan Indonesia pertama yang berhasil mendapatkan “sertifikasi IOSA” (international operational safety audit) – yang merupakan standar keselamatan penerbangan dunia.

Saksi Sri Mulyati juga menegaskan selama kepemimpinan Emirsyah Satar, good corporate governance sangat dikembangkan di Garuda. (jef)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.