Arsip Tag: Deputi UKM Hanung harimba

Sesmenkop UKM Bersama Deputi UKM Menyiapkan Rumah Produksi Bersama Olahan Nanas di Kab Subang

SUBANG-(GLOBALNEWS.ID)- Menindaklanjuti arahan Menteri Koperasi dan UKM untuk mendirikan rumah produksi bersama ( factory sharing ) olahan hasil perkebunan yang paling dominan di kab Subang yaitu “Nanas”, Sesmenkop UKM Arif R Hakim bersama Deputi UKM Hanung H Rachman, melakukan kunjungan lapangan ke Koperasi Produsen Singgalang Sari Maju di Kp Mekarsari Rt 08 Rw O3 Desa Sarireja Kecamatan Jalancagak Subang, Jawa Barat, Minggu (9/5/2021).

Turut hadir dalam acara tersebut Sekda Subang, Asep Nuroni, Kadis Koperasi, UMKM, Perdagangan dan Perindustrian Kab. Subang, Dadang Kurnianudin, Sekdis DKUPP, Suwitro, Kabid Koperasi, Ahmad Sudrajat, Kabid UMKM, Dedeh Efendi, Kasi Kelembagaan dan Diklat, Kasi Pengembangan dan kemitraan Usaha Kop dan Kasi Pembiayaan UMKM,; Sekmat Jalancagak,; Ketua Koperasi produsen Singgalang Sari Maju, F. Rizal Ali.

“Sesuai arahan Menkop bapak Teten Masduki yang berkunjung ke Subang tiga bulan lalu dan membahas kerjasama industri olahan produk unggulan di Kabupaten Subang. Pada waktu itu disepakati Nanas yang sebagai prioritas produk olahan yang akan dikerjakan,” jelas Arif R Hakim.

Kab Subang selama ini dikenal sebagai sentra nanas dan mensuplai 90 persen produksi Nanas di Jawa Barat. Produknya banyak tapi harganya tidak stabil terlebih saat panen raya, karena itu perlu dibantu industri olahan agar UMKM malah bisa naik kelas dengan adanya produk olahan nanas.

‘”Harapannya para pelaku di bidang pertanian bisa dihimpun dalam satu wadah koperasi dan koperasinya memiliki usaha industri olahan. Nanti juga dikaji skala ekonominya, berapa kolompok usaha minimalnya, demikian juga berapa luas lahan dikaji berapa kelomok tujuannya agar terjaga kontinuitas produksinya,” harap SesmenkopUKM.

” Saya juga berharap apa yang saat ini dikerjakan untuk membangun industri olahan segera terwujud. Kalau biayanya tidak terlalu besar dan kompleksitasnya tidak terlalu banyak, saya optimis factory sharing bisa didirikan pada tahun 2021 ini,” ujar Sesmenkop Arif Hakim.

Bahas Masalah Teknis

Sementara Deputi Bidang UKM Kemenkop Hanung Harimba Rachman mengatakan terkait persoalan teknis pihaknya akan melakukan beberapa langkah.

“Tim kami nanti secara teknis akan melakukan semacam persiapan semacam cek lokasi, melihat ke ekonomiannya dan lain sebagianya. Termasuk juga mengenai pengelolaannya nanti kedepan,”jelasnya.

Hanung mengatakan bahwanya dirinya telah memiliki beberapa model bisnis yang telah dicoba. Salah satunya dengan menggandeng BUMN.

Beberapa kajian dilakukan juga upaya menghindari perlatan yang telah diberikan namun tidak digunakan.

“Kami akan melakukan kajian perisiapan dan sebagainya. Kita harapkan sebagaiman dikatakan pak Sesmen tahun 2021 bisa dilaksanakan kalo kompleksitas dan biayanya terlalu besar,”paparnya.

Ia pun menjelaskan akan mencoba institusi- institus lain yang punya program yang sama agar lebih terarah setelah kajian dilaksanakan terkait.

Adapun untuk market jangka pendek,kata Hanung, pihaknya akan coba mempertemukan platform- platform yang ada.

Adapun untuk kajian Kemenkop akan menggandeng BPPT, untuk melihat ketepatan teknologi yang digunakan.

Sementara Sekda Kabupaten Subang, Asep Nuroni berharap Kemenkop bisa membantu mengembangkan Koperasi bisa lebih mandiri.

“Dalam arti sebagai produsen juga sebagai pemasar itu sendiri,” kata Asep. Adapun kaitan dengan factory Subang, Asep Nuroni mengatakan bahwa Pemkab Subang akan konsen pada penyiapan lahan.
“Jadi kita konsen dalam perluasapan lahan.Kita manfaatkan lahan yang tidur dan dikerjaksamakan dengan BUMD yang ada,”tukasnya.(Jef)

UMKM Harus Bertransformasi ke Digital Agar Usahanya Tetap Eksis

Tangerang:(Globalnews.id) Era globalisasi saat ini, persaingan pasar kerja semakin ketat, Pelaku UMKM di Indonesia memiliki beberapa permasalahan, seperti: bidang manajemen, organisasi, teknologi, permodalan, operasional dan teknis di lapangan, terbatasnya akses pasar, kendala perizinan, serta biaya-biaya non teknis di lapangan yang sulit untuk dihindarkan.
Hikmah adanya pandemi covid 19 ini, menjadi momentum bagi KUMKM untuk melakukan akselerasi transformasi digital di berbagai sektor kehidupan, agar usahanya tetap eksis.

“Menurut data, hanya UMKM yang terhubung platform digital mengalami pertumbuhan, sejak pandemi covid-19 di Indonesia, terjadi peningkatan jumlah transaksi secara daring sebesar 26%, sementara UMKM yang belum terhubung dengan platform digital mengalami penurunan omset,” kata Deputi bidang UKM KemenkopUKM Hanung Harimba Rachman, saat membuka Pelatihan Peningkatan Kapasitas Pelaku UKM melalui zoom, di Tangerang, Senin (26/4/2021).

Pada kesempatan ini, KemenkopUKM menghadirkan para pemateri antara lain dari Universitas Prasetya Mulya, Koperasi Digital Indonesia (KODI), Telkomsel dan Garuda Indonesia kargo.

Digitalisasi itu lanjut Hanung, sangat penting, selain untuk memudahkan akses pembiayaan, pasar dan trend pola konsumsi masyarakat ke digital, tapi juga belanja, transfer uang yang semuanya melalui mobile banking smartphone.

KemenkopUKM mengembangkan satu model sirkuit ekonomi melalui kelembagaan koperasi. Dengan melakukan korporatisasi usaha kecil, korporatisasi petani, nelayan, peternak, perajin dan sebagainya melalui satu kelembagaan yaitu koperasi. Tidak boleh lagi ada usaha kecil, baik anggota koperasi atau non anggota koperasi yang tidak berskala ekonomi. Kedepan harus menjadi usaha kolektif dalam skala bisnis atau skala keekonomian dan seluruh tahapan proses dari mulai produksi sampai ke hilir, keuntungannya harus dinikmati oleh para anggota koperasi. Koperasi menjadi pilihan yang tepat untuk membangun sirkuit ekonomi yang bisa memberi kesejahteraan sampai hilirisasi.

“Salah satu agenda prioritas KemenkopUKM adalah melakukan transformasi koperasi dan UMKM ke arah ekonomi digital untuk mencapai efisiensi dan efektifitas,” papar Hanung.

Ia minta UMKM harus jeli dan mempunyai intuisi untuk melihat peluang pasar, sehingga produk UMKM selalu berorientasi pasar (market oriented). UMKM yang mampu beradaptasi dalam mengikuti perubahan dan mampu membaca permintaan dari pasar, serta yang bisa beralih dari konvensional menjadi online, terbukti yang mampu bertahan di tengah masa pandemi ini.

Melalui Pelatihan Pengembangan Keahlian Pemanfaatan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelegence), Pelatihan Manajemen Usaha dan Keuangan UKM serta Peltihan Vocational Pengembangan Marketing Mix ini ia berharap khususnya pada UKM dapat menjadi lebih unggul dan berdaya saing, dapat menyelesaikan permasalahan dalam manajemen usahanya dan menjadi pemenang dalam persaingan yang semakin ketat, serta memberikan solusi bagi Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran.

Sementara Asdep Pengembangan SDM UKM Dwi Andriani Sulistiyowati dalam sambutannya mengatakan, pelatihan ini untuk meningkatkan kemampuan tekhnis dan manajemen pelaku UKM, khususnya dalam hal keuangan, manajemen keuangan dan digital marketing. Diharapkan peserta menjadi pelaku UKM yang tangguh handal yang bisa memperluas akses pasar. Ia juga senang bisa bekerjasama dengan para nara sumber yang sangat berkualitas di bidangnya, diharapkan bisa membantu mentransformasi koperasi menjadi koperasi modern dan UKM naik kelas.

“UMKM yang bisa mengakses digital hanya sekitar 19% atau 12,1 juta, kita minta ditingkatkan supaya bisa memperluas pasarnya baik di dalam maupun luar negeri,” harap Dwi Andriani.

Salah satu peserta pelatihan, Dewi Anwar yang memproduksi cake di daerah Tangerang Selatan dengan merk Batinos Pastry, merasa sangat terbantu pemasaran secara online di media sosial dan marketplace tokopedia. “Pemasaran secara online sangat efektif dan membantu. Untuk kue-kue kering pembelinya dari berbagai daerah di Indonesia, semua itu saya pasarkan melalui online,” tutur Dewi Anwar. (Jef)

KemenkopUKM dan Polri Sepakat Penanganan Kasus UMKM Mengedepankan Pembinaan

JAKARTA:(Globalnews.id)- Kementerian Koperasi dan UKM menyambut baik restorative justice yang akan diterapkan aparat Kepolisian Republik Indonesia untuk menangani kasus hukum terkait Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Hal tersebut merupakan tindak lanjut 100 hari program prioritas Kapolri poin 5 yaitu Mendukung Terciptanya Ekosistem Inovasi dan Kreativitas yang Mendorong Kemajuan Indonesia. Pada bagian ini memuat transformasi nasional yaitu program peningkatan kinerja penegakan hukum di antaranya penerapan restorative justice sebagai langkah utama dalam penyelesaian perkara, percepatan penanganan kasus yang mendapat perhatian publik, serta memberikan dukungan dan asistensi terhadap apa yang dilakukan UMKM.

“Dalam rangka mendorong kemajuan perekonomian Indonesia melalui penguatan dan pemberdayaan UMKM, Kementerian Koperasi dan UKM berkolabolasi dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mendukung dan mengawal pengembangan sektor ekonomi kreatif dan ekosistem ekonomi khususnya UMKM. Hal ini sejalan dengan komitmen Polri sebagai institusi yang Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan (Presisi),” ujar Hanung Harimba Rachman, Deputi Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Koperasi dan UKM, Jumat (16/4/2021).

Untuk memastikan pendekatan tersebut berjalan lancar di lapangan, dilakukan kegiatan pembekalan kepada seluruh anggota jajaran kepolisian dalam penanganan kasus hukum bagi pelaku Koperasi dan UMKM melalui pendampingan pada 15 April 2021. Kegiatan yang dipimpin oleh Kepala Biro Pembinaan Operasi Polri Brigadir Jenderal Roma Hutajulu tersebut dihadiri 70 orang anggota Polri dari 34 Polda seluruh Indonesia bertempat di Ruang Pusat Pengendalian Krisis, Mabes Polri, Jakarta.

Hanung mengatakan, beberapa permasalahan hukum yang sering terjadi di lapangan adalah pemenuhan beberapa perizinan produk UMKM seperti izin edar, PIRT, domisili, dan lain sebagainya. Hal ini yang kemudian menjadi temuan dari aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian. Padahal, kondisi ini dapat disebabkan oleh ketidaktahuan pelaku UMKM terhadap peraturan perundangan yang berlaku saat ini dan terbitnya regulasi keberpihakan, pelindungan, dan kemudahan bagi UMKM.

Pemerintah telah menerbitkan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan peraturan pelaksanaannya PP 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM.

Menurut Hanung, Polri berkomitmen untuk membantu Koperasi dan UMKM dalam penyelesaian masalah yang terjadi di lapangan. Mulai dengan memberikan dukungan dan asistensi terhadap UMKM, melindungi UMKM dengan pengetahuan hukum melalui pendampingan, serta dalam pengembangan inovasi UMKM, hingga terwujudnya rasa aman dan nyaman pada UMKM dalam melaksanakan kegiatan pada ekosistm ekonomi.

“Penyelesaian masalah yang dihadapi oleh Koperasi dan UMKM akan diselesaikan dengan cara pembinaan. Sementara penegakan hukum merupakan upaya terakhir dalam penyelesaian masalah setelah dilakukan upaya pembinaaan agar tindak pidana serupa tidak terjadi kembali dan menjadi pembelajaran,” ujar Hanung.

Kolaborasi ke depan, lanjut Hanung, akan diperkuat dengan nota kesepahaman/MoU antara Kementerian Koperasi dan UKM dengan Kepolisian Republik Indonesia dan Kementerian/Lembaga teknis terkait perizinan dalam mendukung pelindungan hukum bagi UMKM.(Jef)

Inovasi, Kolaborasi dan Pendampingan Menjadi Kunci Keberhasilan Koperasi

Yogyakarta:(Globalnews.id)– Koperasi Wisata Mina Bahari 45 Depok Parangtritis, Bantul, bisa menjadi salah satu koperasi yang sudah berhasil mengkolaborasikan antara UMKM dengan Koperasi dan pemerintah. Dalam hal ini, mereka berhasil memproduksi makanan tradisional di tanah air menjadi makanan kaleng yang siap ekspor.

Deputi Bidang UKM Kementerian Koperasi dan UKM Hanung Harimba Rachman menyatakan bahwa hal ini menunjukkan bahwa program KemkopUKM itu berkelanjutan. “Meskipun kita melakukan restrukturisasi, program yang lama ini kita lanjutkan dan kita tingkatkan,” katanya di Yogyakarta, Rabu (07/04/2021).

Menurutnya, ada kata tiga kunci penting yakni inovasi, kolaborasi dan pendampingan. Dalam kaitan ini, kata Hanung, UMKM berkolaborasi dengan factory sharing. Di mana ada banyak UMKM, kemudian ada yang menyediakan alat produksi supaya mereka yang belum punya alat produksi bisa ikut melakukan proses pengalengan.

“Ini adalah salah satu contoh bahwa tiga kata kunci itu ada. Yakni inovasi memproduksi makanan kaleng, karena pasarnya lebih luas. Kemudian mereka berkolaborasi dengan factory sharing dan mendapatkan pendampingan dari orang yang sudah sukses dan harus membuktikan sukses. Jadi saya fikir bisa tergambarkan di sini,” papar Hanung.

Dia menambahkan, keuntungan lain dari kolaborasi tersebut antara lain dari sisi perijinan dan sertifikasi yang dipermudah. Sebab, imbuhnya, barang makanan dan kosmetik izinnya sangat ketat. Ada izin edar, izin BPOM dan lainnya.

“Itu terkait dengan proses produksi. Dengan adanya factory sharing, maka sertifikat melekat pada perusahaan ini. Jadi UMKM yang bergabung, otomatis produksinya sudah tersertifikasi. Jadi sudah tidak usah pusing-pusing urus ijin lagi,” tuturnya.

Hanung berharap koperasi yang lengkap semacam ini bisa terus dikembangkan di Indonesia. “Kita mesti berikan apresiasi. Model seperti ini harus kita bangun lebih banyak lagi. Ini menunjukkan bahwa kita yakin, kita bisa,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Makanan Keleng Yogyakarta, Bambang Trimulyono mengungkapkan, pihaknya mempunyai  visi bagamana caranya UMKM di Yogyakarta ini bisa maju bersama. Jika solid, bisa membentuk satu kawasan skala IKM.

“Ini mungkin pertama di Indonesia. Yang mana bisa saling bahu membahu antara koperasi sebagai bapak angkat dengan UMKM supaya bisa berproduksi dengan baik, punya standardisasi dan legalitas  produk serta bisa meningkatkan kualitas agar produk kita bisa ekspor,” kata Bambang.

Menurutnya, apa yang dilakukan selama ini adalah produk limitasi, masakan tradisional yang dikemas supaya tidak punah, khususnya masakan tradisional Jawa. Namun demikian itu akan terus dikembangkan. Misalnya untuk perkembangan di Pantai Depok, Koperasi Wisata Mina Bahari 45 terus mengembangkan sarden.

“Ini butuh kolaborasi antara pemerintah, stakeholder yang  ada di suatu dareah untuk memajukan daerahnya. Kami ini walaupun kecil sudah ekspor dan mulai banyak permintaan dari luar negeri. Kebetulan dari Hongkong dan Singapura,” ujar Bambang.

Menurutnya, ini adalah momentum dan kolaborasi yang sangat dinamis agar menjadi kekuatan yang nyata, supaya masyarakat berdaya dengan kuliner Tanah Air. Ia berpendapat, bisnis yang tidak bisa dikalahkan oleh Cina adalah kuliner, karena dari Sabang sampai Merauke ada ribuan menu yang tidak bisa ditiru.

“Ini adalah sesuatu yang harus dikembangkan terus. Saya terus terang saja selama ini sering berdiskusi dengan banyak pihak, bagaimana caranya bisa melakukan terobosan agar menjadi energi dan panutan bagi teman-teman yang dibawah. Banyak orang yang hebat berproduksi, tetapi  tidak punya akses. Tidak punya kebersamaan, akhirnya nol. Fakta yang terjadi seperti itu,” tandas Bambang.

Terkait dengan semakin berkembangnya olahan makanan kaleng pihaknya kewalahan melayani permintaan UMKM yang akan masuk ke factory sharing. Oleh karenanya saat ini Bambang masih membatasi 25 pelaku usaha. “Kami selalu menanyakan keseriusan produksi teman-teman UMKM, karena kita garansi legalitas BPOM dan kehalalan makanannya. Mereka tidak bayar, dan kami kurasi, karena saya tahu kualitas produk mereka layak jual,” tuturnya.

Saat ini, kata Bambang, dengan jumlah karyawan 11 orang pihaknya bisa memproduksi makanan kaleng dan sudah dipasarkan di stasiun, bandara serta rest area. Khususnya di pemberhentian sementara, sepanjang tol dari dari Jawa Tengah sampai malang.

Namun, seiring dengan pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak tahun lalu berimbas pada jumlah produksi dan omzet penjualannya. “Sebelum pandemi, kami bisa produksi 3 ribu kaleng sehari. Tetapi saat ini hanya bisa memproduksi sekitar 30 ribu kaleng dalam sebulan, dengan omzet sekitar Rp 100 juta,” pungkas kata Bambang.(Jef)

KemenkopUKM Kembangkan Strategi Genjot Penambahan Ekspor Signifikan UMKM

Bandung:(Globalnews.id)-Deputi Bidang UKM KemenkopUKM Hanung Harimba Rachman mengatakan pelaku UMKM di Indonesia memiliki beberapa permasalahan, seperti : bidang manajemen, organisasi, teknologi, permodalan, operasional, dan teknis di lapangan, terbatasnya akses pasar, kendala perizinan, serta biaya-biaya non teknis di lapangan yang sulit untuk dihindarkan.

Jika di Identifikasi beberapa permasalahan dan kesulitan usaha yang dihadapi, antara lain masalah permodalan (51,09%,) pemasaran 34,72%, Bahan Baku 8,59%, Ketenagakerjaan 1,09%, Distribusi Transportasi 0,22%, dan lainnya 3,93%.
“Disisi lain, dua target besar Kementerian Koperasi dan UKM terhadap KUMKM adalah peningkatkan ekspor yang signifikan dan masuk dalam rantai pasok nasional, regional dan global,” kata Hanung Harimba Rachman dalam acara pembukaan Pelatihan Ekspor Bagi UKM/Start Up di, Bandung, Jum’at (2/4/2021).

Kegiatan pelatihan yang dibuka oleh Deputi Bidang UKM, merupakan rangkaian dari Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI) di Bandung Jawa Barat, launching tanggal 3 April 2021. “DENGAN BELI dan GUNAKAN DENGAN BANGGA PRODUK UKM KITA DEMI TERCAPAINYA #UKMJABARPATEN. Gerakan Nasional ini menjadi momentum Bangga Buatan Indonesia (BBI) untuk membulatkan tekad meningkatkan ekspor UKM Jawa Barat dan UKM Indonesia.

Selain itu pelatihan ekspor bagi UKM/Start Up adalah langkah untuk mewujudkan 500.000 eksportir hingga tahun 2030.
Acara hasil sinergi dan kolaborasi antara KemenkopUKM , Pemrov Jabar, Pemda Kab Bandung dan Sekolah Ekspor mengundang 90 (sembilan puluh) orang pelaku UKM dan SDM aparatur pembina sebagai peserta pada Pelatihan Prosedur dan Standar Ekspor serta Pelatihan Strategi Pengembangan Produk KUKM Berorientasi Ekspor, yang dilaksanakan di Hotel IBIS Trans Mart Studio, Bandung selama 3 hari (Jum’at hingga Minggu).

Deputi Bidang UKM memaparkan rendahnya kinerja ekspor UMKM Indonesia dilatarbelakangi oleh beberapa tantangan. Diantaranya akses terhadap informasi pasar sangat rendah, serta baru 16% UMKM yang terhubung dengan ekosistem digital. Tantangan lainnya adalah keterbatasan skala kapasitas usaha dan standar produk, tingginya biaya transaksi dan kontrak dan rendahnya akses pembiayaan dimana hanya 19,41% yang terakses dengan lembaga pembiayaan dan tingginya biaya logistik.

“Berangkat dari hal itu KemenkopUKM memiliki sejumlah strategi untuk meningkatkan ekspor UMKM, antar lain dengan mengembangkan market driven/ intelligence. Melalui cara ini, UMKM akan mudah mendapat akses informasi, melibatkan ahli untuk kurasi champion sehingga dapat masukan untuk memperbaiki produk, digitalisasi UMKM,” kata Hanung.

Ekosistem Digital

“Pandemi yang terjadi saat ini tentu sedikit banyak memengaruhi seluruh sektor kehidupan. Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional yang salah satunya adalah melalui peningkatan ekspor produk-produk UMKM, sebab UMKM yang jumlahnya 64,1 juta unit diharapkan menjadi katub pengaman, sebagai buffer (penyangga) perekonomian Indonesia,” jelas Hanung. Sejauh ini jumlah UMKM yang lebih dari 64 juta unit usaha hanya bisa memberikan kontribusi terhadap ekspor sebesar 14,37% dibandingkan dengan Usaha besar yang berjumlah 5.550 unit usaha, berkontribusi terhadap ekspor sebesar 85,63%.

Hanung menegaskan menjadi hal yang sangat penting dengan pemasaran, sebab UMKM masa depan ini harus bisa merespon pasar, dengan memiliki kecakapan di bidang teknologi, mempunyai value creation, menjadi usaha yang market driven, mengenal pasar dan perubahan-perubahan serta inovatif, agar produk yang diciptakan bisa menjawab kebutuhan pasar.
“Dari pengalaman, UMKM yang eksis dan survival adalah yang terhubung dengan ekosistem digital, dengan memanfaatkan platform e-commerce, marketpalace. Sudah saatnya UMKM bertransformasi ke digital. Penetrasi digitalisasi, bagi UMKM akan mendapatkan margin lebih dan memangkas mata rantai penjualan,” papar Hanung.

Hanung menambahkan Pogram pelatihan dengan beberapa materi, kurikulum, bahan ajar telah disiapkan untuk memenuhi kebutuhan UKM, terutama UKM yang akan melakukan ekspor, sehingga dapat meningkatkan ilmu, baik tatakelola usaha, pencatatan keuangan, pemasaran, business plan dan pengurusan dokumen ekspor.

Hanung berpesan agar pelatihan ini dapat menjadi ajang untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan serta memotivasi UMKM untuk tetap survival dan naik kelas.
”Saya berharap pelatihan Ekspor akan menambah jumlah eksportir-eksportir baru khususnya di Provinsi Jawa Barat,” pungkasnya.(Jef)

Pemerintah Lindungi KUMKM dari Praktik “Cross-Border Ilegal” di Platform e-Commerce

Jakarta:(Globalnews.id)- Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) memastikan adanya perlindungan bagi para pelaku koperasi dan UMKM yang go digital dari bahaya praktik “cross-border ilegal” di platform e-commerce.

KemenkopUKM diwakili oleh Deputi Bidang Usaha Kecil & Menengah Hanung Harimba Rachman, Staf Khusus MenkopUKM Fiki Satari, dan Direktur Bisnis dan Pemasaran SMESCO Wientor Rahmada di Jakarta, Senin (15/3/2021), menerima perwakilan pengusaha pemegang hak impor produk kecantikan internasional yaitu Sociolla, Nature Republic, dan PeriPera untuk melakukan audiensi terkait dugaan praktik cross border ilegal yang terjadi dalam platform e-commerce di Indonesia.

Dalam audiensi tersebut, para pelaku usaha menyampaikan keluhan dan paparan data perihal potensi terjadinya praktik cross border ilegal pada platform e-commerce yang berdampak buruk tidak hanya untuk pengusaha pemegang hak impor resmi, namun juga pelaku UMKM lokal. Produk asing ilegal yang berharga sangat murah dan belum tentu asli bisa mengancam produk lokal. Potensi kerugian negara juga sangat besar akibat praktik cross border ilegal karena tidak ada pajak yang dibayarkan.

Produk ilegal yang banyak dikeluhkan adalah barang-barang lartas (kimia, kosmetik, obat, dan lain-lain). Produk tersebut diimpor dan beredar tanpa izin melalui e-commerce. Praktik ini menyebabkan banyaknya produk palsu dan ilegal di luar akun merchant resmi dengan harga yang jauh lebih murah beredar melalui e-commerce karena tidak mengurus izin BPOM dan diduga tidak membayar pajak sesuai peraturan.

Salah satu peserta audiensi, Franseda yang merupakan pemilik hak impor eksklusif Nature Republik menyatakan sangat berterima kasih atas kesempatan audiensi yang diberikan.

“Kami merasa perlu menyampaikan temuan, kerugian, dan ketidakadilan, serta kemungkinan efek negatif yang dapat timbul di kemudian hari bagi perekonomian di Indonesia khususnya bagi pelaku UMKM,” katanya.

Para pelaku usaha menyebutkan sangat mengapresiasi langkah KemenkopUKM menggelar diskusi ini untuk dapat memetakan langsung permasalahan riil di lapangan, namun juga berharap agar tindak lanjut dan upaya pelindungan terhadap pelaku usaha dapat segera digulirkan.

Franseda menambahkan, selama ini proses legal terus mereka lakukan, baik dari laporan, aduan, dan lainnya, tapi praktik ilegal terus terjadi. Menurutnya, harus ada pelindungan menyeluruh bagi pelaku usaha di e-commerce, investigasi kemungkinan terjadinya pelanggaran oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab, dan penyempurnaan regulasi.

Menanggapi hal tersebut, Hanung menegaskan pelindungan pemerintah terhadap UMKM terkait produk yang masuk dari negara lain telah dilakukan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK/010/2019 yang menurunkan ambang batas bea masuk barang kiriman dari 75 dollar AS menjadi 3 dollar AS. Barang impor di atas 3 dollar AS dikenai tarif pajak sebesar 17,5% yang terdiri dari bea masuk 7,5%, PPN 10%, dan PPh 0%.

Di sisi lain PP 80 tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik juga telah mengatur berkenaan aktivitas perdagangan melalui platform digital seperti e-commerce.

Sebagaimana diketahui bahwa saat ini terjadi peningkatan perdagangan produk-produk asing yang diperjualbelikan melalui aplikasi e-commerce lintas negara (cross-border e-commerce). Meskipun masih tumbuh sangat kecil, akan tetapi pemerintah mengkhawatirkan gempuran produk-produk asing ilegal yang trennya terus mengalami peningkatan akan merugikan perekonomian Indonesia.

Di sisi lain pemegang hak impor mengeluhkan praktik cross border ilegal yang terjadi di e-commerce menyebabkan perusahaan mereka sebagai pemegang lisensi resmi untuk mengimpor produk-produk tersebut dirugikan.

Jika praktik cross border tidak diregulasi dengan baik, maka akan merugikan banyak pihak. Pengusaha akan mengalami kerugian karena produk mereka akan kalah bersaing dengan produk cross border ilegal yang harganya jauh lebih murah.

Konsumen juga akan dirugikan karena keaslian dari produk cross border ilegal tidak dapat dipertanggungjawabkan dan bisa berakibat fatal terhadap kesehatan serta keselamatan konsumen. Selain itu negara juga akan dirugikan karena adanya potensi kehilangan pendapatan negara akibat tidak adanya penerimaan pajak dari produk cross border ilegal tersebut.

John Rasjid dari Sociolla yang juga turut hadir menyampaikan permohonan untuk pemerintah dapat melakukan pengkajian peraturan yang memberi celah praktik tidak sehat dari cross border e-commerce dan membentuk task force untuk memantau kegiatan marketplace e-commerce dengan seksama demi menghindari terjadinya praktik yang merugikan konsumen.

Untuk hal tersebut Hanung mengatakan KemenkopUKM akan berkoordinasi dan bekerja sama lintas kementerian/lembaga karena pengelolaannya di luar KemenkopUKM.

Komitmen keberpihakan yang kuat dan pelindungan terhadap UMKM tercermin dari berbagai kebijakan yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Lewat UU tersebut, UMKM diberikan kemudahan dari perizinan, akses pasar, rantai pasok, hingga akses pembiayaan.

Selain itu Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM juga telah resmi diundangkan.

“PP ini menjadi krusial sebagai upaya pemerintah melindungi UMKM dari praktik predatory pricing. KemenkopUKM akan memastikan pelindungan terhadap produk Koperasi & UMKM menjadi prioritas utama,” pungkas Hanung.(Jef)