JAKARTA:(Globalnews,id) Pro kontra terhadap tarif internet di Indonesia masih saja terus bergulir. Sebagian masyarakat masih murah, namun sebagian lagi menilai tarif sudah mahal. Lalu bagaimanakah sebenarnya tarif internet dari kacamata analis saham yang setiap hari memantau perjembangan kinerja perusahaaan telekomunikasi :yang tercatat di Indonesia (BEI) ?
Victoria Venny, analis saham dari MNC Securuties menilai harga atau tarif internet di Indonesia masih tergolong murah dibandingkan negara negara lain di dunia. Padahal si negara negara emerging markets dan berkembang yang sudah mematok tarif tinggi.
Perusahaan telekomunikasi di India misalnya memasang tarif atau paket internetnya seharga Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu. Sedangkan ATT dan Mobile mematok tarif antara Rp 900 ribu hingga Rp 1 juta. Sementara Singtel tarfnya berkisar Rp 300 ribu hingga Rp 600 ribu.Sedangkan di Indonesia, tarif internet yang dibandrol dalam paket hanya berkisar Rp 30 – Rp 5o ribu.
“Kenapa negitu, mereka menjual tarif mahal karena kualitas dan keterjangkauan jauh lebih baik dibanding operator di Indonesia. Seharusnya BRTI dapat mengatur kualitas dan keterjangkaun operator dalam negeri tetapterjaga.l katanya.
Hal senada diungkapkan Raymond Kosasih CFA analis dari PT Deutsche Verdhana Sekuriyas Indonesia yang mengatakan harga paket data di Indonesia berkisar antara Rp 14 hngga Rp 23 untuk setiap Mb.Padahal di tahun 2011 harga data di Indonesia pernah mencapai Rp 350 per Mb/
“Kami percaya kenaikan tarif ata di Indonesia dapat meningkatkan prifitabilias industri yang sehat, dimana kenaikan cukup dimulai dari Rp 1 per Mb yang akan meningkatkan ARPU (avarege revenue per user) XL da Indosat sebesar RRp 1000 perbulan
Perang Harga
Menurut Venny saat ini struktur permodalan XLdan Indosat masih kurang baik. Selain untuk menigkatkan leterjangkaun dan kualitas, pemgaturan struktur harga ini juga diperlukan untuk menghindari perang harga sesama operator telekomunikasi
“Jika terus terusan perang harga maka dikhawatirkan struktur permodalan dari operator akan semakin terganggu dan ujung ujungnya adalah penurunan kualitas layanan yang pasti akan mengorbankan konsumen.” kataya.
Dalam mengatur tarif internaet ssseharusnya BRTI dapat meminta masukan dari operator telekomunikasi sebab masing-masing operator memiliki struktur biaya yang berbeda. “Operator yang membangun jaringan sampai pelosok desa tentu memiliki struktur biaya yang berbeda dengan operator uang membangun jaringan di perkotaan.” latamya.
Meski saat ini belum terjadi predator pricing namun Venny menilai saat ini operator masih menjual harga internetnya dibawah harga produksi, dam imi tidak bisa dibiatkan terus terjadi, demi peningkatan kuelitas layanan dan eksistensi perusahaan telekomunikasi di Indonesia. Ia menilai dibandingg dua oprrator lain, Telkomsel jauh lebih baik struktur permodalannya sehingga saham emiten TELKOM (TLKM) layak diburu karena menguntungkan. (jef)