JAKARTA:(GLOBALNEWS.ID)-Karena tidak ada kerugian negara di Garuda, dan justru Garuda berhasil meraih keuntungan dan selamat dari kebangkrutan, dan semua saksi menyatakan tidak ada intervensi yang dilakukan oleh Emirsyah Satar dalam pengadaan di Garuda, Emirsyah Satar – sambil menyampaikan permohonan maaf atas kekhilafan yang dilakukan – meminta keringanan hukuman yang seadil-adilnya kepada Majelis Hakim, atas tuntutan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Perkara menyangkut Rolls Royce di Inggris yang diinvestigasi oleh Serious Fraud Office (SFO) dinyatakan telah ditutup karena tidak terdapat cukup bukti dan tidak sesuai kepentingan publik.
Demikian antara lain pembelaan (pledoi) yang disampaikan oleh mantan direktur utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar dalam sidang penyampaian pledoi (pembelaan) yang dilaksanakan secara online hari Kamis, 30 April 2020.
Dalam salah satu bagian pembelaan yang disampaikan, Emirsyah Satar – seperti yang disampaikan oleh para saksi – menegaskan bahwa ia tidak pernah mengintervensi atau mengarahkan pengadaan di PT Garuda Indonesia, dan ia sama sekali tidak mengetahui dan bermaksud untuk melakukan pencucian uang.
Keputusan pengadaan di Garuda sudah selalu diambil Dewan Direksi berdasarkan usulan dari tim dalam forum rapat resmi, serta sudah dimintakan persetujuan kepada Dewan Komisaris karena semua berkomitmen untuk membesarkan Garuda.
Jadi tidak benar bahwa pengadaan sudah merugikan Garuda atau inefisien. Sebab seluruh proses yang dilakukan, justru membuat Garuda selalu mendapatkan harga yang lebih murah dan keuntungan, sehingga dapat dipastikan tidak ada kerugian negara dalam kasus ini.
Beberapa keuntungan yang didapatkan Garuda antara lain cash back Engine Concession dari Rolls Royce senilai USD 26,600,000,00 per pesawat yang dibeli dan menggunakan mesin Rolls Royce serta diskon dari Airbus sebesar 54% dan dari Rolls Royce sebesar s 72% untuk tiap unit pesawat Airbus A-330,.sehingga harga pesawat A-330 yang didapatkan Garuda adalah USD 81,326,317, jauh di bawah harga tanpa diskon senilai USD 171,949,317.
Emirsyah Satar juga menyampaikan penyesalannya atas kasus yang terjadi ketika ia menyampaikan, apabila waktu dapat diputar kembali, maka ia akan memilih untuk tidak menjabat sebagai Direktur Utama Garuda, karena kekhilafan yang dilakukannya telah mengecewakan seluruh rakyat Indonesia dan khususnya keluarga serta kerabatnya, serta harus kehilangan isteri tercinta dan membuat keluarga menanggung malu.
Pada tahun 2005, Emirsyah Satar diminta oleh Menteri BUMN, Sugiharto untuk kembali ke Garuda dan menyelamatkannya dari ambang kebangkrutan. Saat itu, Emirsyah Satar sudah nyaman dengan kedudukannya sebagai Wakil Direktur Utama Bank Danamon. Setelah tiga kali diminta oleh Menteri BUMN, maka dengan semangat ingin berbakti kepada negara dan mengembangkan Garuda menjadi perusahaan kelas dunia, akhirnya Emirsyah Satar menerima tawaran tersebut.
Garuda pada tahun 2005 berada dalam keadaan nyaris bangkrut. Tidak seperti pada saat jayanya dengan nilai Milyaran Dollar dan mampu IPO di tahun 2011 dengan valuasi perusahaan senilai US$ 1,8 Milyar atau Rp 18 Triliun dimana negara mendapatkan Rp 4,7 Triliun dengan melepas 26% saham ketika IPO.
Pada tahun 2005 tersebut, hutang Garuda mencapai USD 800 juta dan kas perusahaan tidak cukup menutupi operasional, termasuk membayar gaji karyawan, serta kreditur mengancam menyita pesawat, artinya nilai Garuda negatif. Di lain sisi, utilisasi pesawat tidak optimal karena sistem perawatan mesin tidak efisien dan mahal, mengakibatkan “tingkat ketepatan penerbangan” (on-time performance) jelek, yang berarti pesawat Garuda sering mengalami delay.
Melalui program transformasi “Quantum Leap” yang dilaksanakan Emirsyah Satar selama kepemimpinannya di Garuda, selain berhasil membawa Garuda menjadi airlines yang kembali meraih keuntungan, Emirsyah Satar juga menjadikan Garuda airline kelas dunia, dimana Garuda berhasil menjadi “airline bintang lima” (5 star-airlines), “10 penerbangan terbaik dunia”, Garuda menjadi airline dengan awak kabin terbaik (world’s best cabin crew), world’s best economy class, Garuda menjadi penerbangan Indonesia pertama yang mendapat standard safety internasional – IOSA (international operational safety audit) dan Garuda berhasil menjadi anggota aliansi penerbangan internasional “Skyteam” – bersama 19 penerbangan dunia lainnya.
Emirsyah Satar dalan pledoinya juga memohon maaf atas kekhilafannya dan siap bertanggung jawab tetapi ia menyatakan tidak semua yang dijatakan dalan Surat Tuntutan adalah benar sehingga ia memohon keringanan hukuman.
Emirsyah Satar mengaku tidak mengetahui dan tidak bermaksud melakukan pencucian uang dan tidak pernah menitipkan uang kepada Soetikno Soedarjo, selain itu ia juga menyatakan tidak melakukan back to back loan sebagaimana dituduhkan, karena rumah di Permata Hijau yang ditempatkan sebagai jaminan kredit di bank adalah harta yang sah dan sudah dia beli tahun 2004 sebelum menjabat di Garuda sehingga tidak benar rumah itu adalah hasil tukar tanah maupun dibeli menggunakan fee dari pengadaan di Garuda.
Sedangkan jual beli apartemen Silversea di Singapura antara Emirsyah Satar dengan Soetikno adalah transaksi riil bukan transaksi fiktif, semua pembayaran biaya perawatan dan penerimaan uang sewa apartemen dilakukan Soetikno Soedarjo dan apartemen tersebut sudah dikeluarkan Emirsyah dari LHKPN-nya.(jef)