JAKARTA (Globalnews.id) – Vaksin difteri dinyatakan halal dan aman untuk diimunisasikan kepada seluruh masyarakat Indonesia.
Hal itu terungkap dalam Focus Group Disscussion (FGD) Indonesia Bebas Difteri yang diselenggarakan Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) di Jakarta, Ahad (7/1/2018).
Penyakit difteri seharusnya sudah tidak ada lagi di Indonesia. Sebab sejak tahun 1976 Pemerintah Indonesia sudah melakukan imunisasi difteri kepada anak-anak usia Balita (bawah lima tahun).
Namun pada ahun 2017, menurut Ketua ILUNI UI Arief Budhy Hardono, kembali datang bahkan menjadi wabah. Hal tersebut disebabkan karena masih adanya orangtua yang belum mau mengimunisasi anak-anak usia balita meskipun diberikan secara gratis oleh pemerintah.
“Selain itu, masih banyaknya anak-anak Indonesia yang meski sudah melakukan imunisasi namun imunisasinya belum lengkap, dan adanya anggota masyarakat yang berusia di atas usia 40 tahun yang belum melakukan imunisasi, serta kurangnya informasi mengenai manfaat dari imunisasi serta tata cara pelaksanaan imunisasi dan apa manfaat dari imunisasi itu sendiri,” urai Arief di Jakarta, Ahad (7/1/2018).
kepala bagian uji klinik imunisasi PT Bio Farma (Persero) dr Mahsum Muhammadi menyampaikan, pihaknya memiliki stok serum dan vaksin difteri yang cukup. Selain itu, semua serum dan vaksin aman dan sudah sesuai dengan lisensi serta prosedur pembuatan obat dan vaksin yang disyaratkan lembaga kesehatan dunia (WHO).
“Selain untuk digunakan di dalam negeri, kami juga biasanya melakukan ekspor ke negara-negara tetangga. Namun, begitu ada kejadian luar biasa atau wabah, untuk memenuhi kebutuhan serum dan vaksin di dalam negeri, kami untuk sementara menghentikan ekspor vaksin ke negara-negara luar. Kebutuhan vaksin dan serum di dalam negeri kami utamakan. Kami juga memiliki stok atau persediaan sebesar 20 persen dari kebutuhan biasanya,” papar Mahsum.
Pada FGD itu, menghadirkan keynote speaker Dekan FKUI Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH dengan moderator ketua ILUNI UI Dr dr Taufik Jamaan SpOG. Narasumber lainnya yang hadir antara lain Direktur Surveilance Kementrian Kesehatan Dr Jane Supardi, anggota Satgas Imunisasi IDAI Dr dr Soejatmiko, Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat yang juga Ketua ILUNI UI Dr Wahyu Sulistiadi. Wakil dari divisi Infeksi dan Pediatri FKUI-RSCM dr Nina Dwi Putri SpA(K) dan kepala bagian mutu uji klinik imunisasi PT Bio Farma (Persero) dr Mahsum Muhaammadi.
“Penyakit difteri disebabkan bakteri corynebacterium diphteriae yang menyerang tenggorokan, hidung dan kulit. Penyakit ini dapat menimbulkan komplikasi dan berakhir kepada kematian karena dapat menyerang saluran napas atas yang menyebabkan orang susah bernapas, merusak jantung, ginjal dan syaraf. Selain itu dapat menular,” ujar Dr dr Sujatmiko dari Satgas imunisasi IDAI.
Agar tahun 2018 Indonesia terbebas dari wabah penyakit difteri, Dosen FKM UI yang juga Ketua ILUNI UI Dr drg Wahyu Sulistiadi menyampaikan, agar pemerintah dan masyarakat bersama-sama menggalakan imunisasi difteri.
Selain itu, melakukan penguatan sistem informasi kesehatan, melakukan majamen crisis solution serta memproduksi serum dan vaksin yang berkualitas. Yang tidak kalah pentingnya adalah, keterpaduan antara pemerintah dan masyarakat, apapun latar belakang politik dan agamanya, semuanya harus punya satu tujuan yaknk hilangkan penyakit difteri.
“Pemerintah harus melakukan penguatan sistem informasi. Harus selalu mensosialisasikan apa tu penyakit difteri, akibatnya apa, bagaimana cara mengatasinya dan bagaimana mendapatkan imunisasinya. Serta dampak yang akan ditimbulkan jika diimunisasi dan jika tidak diimunisasi.
“Selama ini, masyarakaat masih bingung bila ada pertanyaan atau penyakit tentang difteri. Dan yang tidak kalah pentingnya, pemerintah jangan panik bila terjadi wabah. Jika pemerintah panik, masyarakat akan tambah panik,” ujar Wahyu Sulistiadi.
Senada dengan Wahyu Sulistiadi, Dekan FKUI Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH menyampaikan, agar masyarakat tidak termakan informasi hoaks atau informasi bohong yang saat ini bersebaran di media sosial, termasuk soal difteri dan imunisasi yang berakibat banyaknya anggota masyarakat yang enggan mengimunisasikan anak-anaknya, pihaknya memerintahkan seluruh anggota civitas akademika FKUI termasuk mahasiswa kedokterannya, untuk aktif dan mempunyai berbagai akun di media sosial.
Namun begitu, akun-akun media sosial tersebut harus digunakan dan dimanfaatkan melakukan sosialisasi informasi kesehatan yang benar termasuk menyampaikan informasi yang benar tentang imunisasi melawan informasi hoax yang bertebaran di media sosial. (jef)